chapter 5

39 13 4
                                    

tibalah bangchan dirumah kecilnya. mulai dari melepas sepatu, baju, dan mandi ia lakukan dengan penuh kecepatan dan tergesa-gesa. baginya yang terpenting adalah, kembalinya ponsel pada pemiliknya. hingga tak sadar, bangchan dengan tak sengaja menginjak barang kecil yang menyakitkan.

tak lain dan tak bukan, manik 'x' milik pemuda ugal-ugalan lalu. bangchan hanya melihatnya sekilas. tak mengambil, ataupun membuang. kini ia sudah rapi, dan langsung pergi ketempat tujuannya dengan kendaraan manual.

lelah sama sekali tak ia rasakan, meskipun ia sudah terbiasa dijemput atau naik sepeda motor. bangchan lebih suka berjalan, sembari menghirup oksigen dengan pelan dan nikmat. dan inilah yang ia sebut bentuk apresiasi dan rasa syukur.

seperti yang bangchan duga, rumah teman jisung itu tidak jauh dengannya. bahkan bila bangchan ingat, ia pernah berolahraga disekitar sini. tanpa ragu, ia masuk melewati pagar. perlahan ia menekan tombol bel.

"iya nyari siapa?" sesosok perempuan tetiba muncul dihadapannya. keduanya sama-sama memiringkan kepala.

bangchan dengan percaya diri, lantas mengatakan apa tujuannya yang sebenarnya, "rumah temennya jisung?"

gadis belia itu memicingkan matanya. ia mencoba mengingat wajah bangchan dengan seksama. pandangannya tak lepas dari wajah hingga ujung kaki bangchan.

"bentar, kakak anak osis ya? siapa itu namanya, banci eh bangchan?" tanya gadis itu tanpa rasa malu.

* * * *

bangchan lega, setelah kesalahan namanya itu akhirnya ia bisa duduk didalam rumah teman jisung. teh hangat serta setoples cemilan yang berada didepannya terlihat enak untuk dimakan. meskipun tampilannya menggugah, bangchan tidak akan bisa memakannya karena itu berisi kacang.

gadis itu tak juga kunjung kembali. sekitar beberapa menit lalu, ia berkata akan pergi mengambil ponselnya yang berada di kamar milik saudaranya. karena bangchan tak betah, ia lalu berdiri dan melihat-lihat seisi rumah.

hingga saat ia melihat sebuah bingkai foto, memperlihatkan seorang pemuda dengan senyuman manis menatapnya. disampingnya, berdiri seorang wanita paruh baya yang bangchan yakini sebagai ibunya. wanita itu membawa sepeda kuno, dan tersenyum juga.

"bener-bener bahagia ya." ucap bangchan, diiringi senyuman manisnya.

"kak, lagi apa?" telinga bangchan menanggapi seseorang berbicara. rupanya gadis itu telah kembali dari kamar saudaranya.

"...maaf ya kak, aku ngga tau tempat hp kakak dimana. soalnya bukan aku yang nemuin." gadis itu bersuara. seketika harapan bangchan pupus. bahkan jika ponsel bangchan tak berisi informasi penting, ia bisa saja membeli yang baru.

"kalo boleh tau, yang nemuin hp saya siapa?" tanya bangchan dengan lembut.

gadis itu terdiam dan berpikir sejenak, "mungkin ditemuim felix, kak." ujarnya dengan percaya diri.

* * * *

"lagi pula, temennya kak jisung itu felix. kalo aku cuma kenal, dan ngga deket. kakak jangan murung gitu, besok kalo ketemu disekolah langsung tanya aja."

dan benar saja, bangchan rela datang lebih pagi untuk menemui pemuda yang katanya bernama felix itu. berulangkali ia mondar-mandir sendiri. tak ada satu orang pun yang datang, bahkan penjaga gerbang sekalipun.

tak lama setelah itu, beberapa murid pun datang. tapi bangchan tak kunjung menemukan felix. "susah banget kalo ngga pegang hp." katanya.

akhirnya bangchan putuskan untuk menunggu di depan kelas minho. sedangkan si penghuni kelas, belum satupun yang datang. "woy chan!" teriakan itu sontak membuat bangchan terkejut setengah hati.

ia lantas langsung menatap seseorang yang ternyata itu adalah sana. kedua bola matanya berputar malas. dengan setengah ingin, bangchan pergi dan menghampiri sana.

"ngapin lo dateng pagi?" tanya bangchan.

mata sana seolah memberikan isyarat kepada bangchan. dan itu langsung membuat bangchan mengerti. "yang bersih." ujar bangchan lalu kembali.

* * * *
8.30 AM

seperti waktunya, pukul setengah sembilan waktunya pelajaran. dua jam lebih ia menunggu hingga lelah, tapi tak membuahkan hasil. sepanjang bel masuk hingga memasuki kelas, bangchan tak bisa lepas dari dari raut masamnya.

ia tak fokus belajar, dan hanya memandangi luar jendela. ponsel itu sangat berarti bagi bangchan. bukan hanya berisi informasi penting, tapi juga memori penting hidupnya. itu hanya sekedar foto lawas, tapi tak akan bisa didapatkannya lagi.

seorang guru sudah masuk, bangchan masih tak lepas dari pandangan luarnya. ia seperti berada dalam dunia sendiri, yang tengah mengejar si pencuri ponsel.

"bangchan, tolong bantu saya kumpulin tugas kemarin." atensi bangchan pecah, kala sang guru tiba-tiba memberikannya tugas. meskipun bangchan nampak sibuk sendiri, ia masih bisa mendengar suara orang disekelilingnya.

bangchan lantas berdiri, dan hendak mengambil buku tugas teman-temannya. namun tiba-tiba ia mematung, matanya tak lepas dari seseorang pemuda yang baru lewat. ia berlari dan langsung meminta izin kepada guru.

bangchan dengan tergesa-gesa mengejar pemuda itu, yang ternyata masih belum jauh dengannya. ia sontak menarik lengan pemuda itu hingga jatuh kebawah. beruntung, pemuda itu tak sempat mendaratkan kepalanya di lantai berkat bangchan menahan kepalanya dengan telepak tangannya.

keduanya terdiam, secara bersamaan angin kencang tiba-tiba mengembus begitu saja. bangchan yang sadar bahwa ia menindih pemuda itu langsung bangun dan meraih tangan pemuda itu.

"sorry, lo ngga luka kan?" tanya bangchan penuh dengan rasa bersalah.

pemuda itu diam, jantungnya tiba-tiba berdegup kencang, "eng.. ngga kak, makasih ya." ujarnya dengan gugup.

sadar bila siku pemuda itu luka, bangchan langsung mengantarnya ke uks dan hendak mengobatinya, "gue anter ke uks." ucap bangchan. keduanya pun dengan beriringan menuju uks

atmosfer kecanggungan tak lepas dari mereka. yang bangchan ingin dari pemuda itu hanyalah mengobatinya dan mengambil ponselnya kembali. tapi mengapa pemuda itu terus menatap aneh pada diri bangchan?

"jadi ini bosnya kak hyunjin." -batin felix.













tbc.
rekor 800+ word
votement ❤️

hiatus | old bike owner. / chanlix. Where stories live. Discover now