#8

378 41 6
                                    

Telingaku menangkap suara cericit burung serta gemericik arus air. Tenggorokkan terasa cekat. Semua terlihat buram saat mengangkat pelan kelopak mata. 

Ada satu wajah yang sangat dekat dengan wajahku. Awalnya buram kemudian berangsur-angsur jelas. Dapat kurasakan embusan napasnya. 

Hhh ... dia lagi ....

Perempuan berkulit gelap dengan rambut gimbal sepinggang. Mata bulatnya menatap lebar padaku.  Mulutnya juga lebar. Maksudku mulutnya sekarang menganga lebar.

Mau apa perempuan ini?

Kutatap punggungnya yang menjauh. Dia mendekati sungai. Aku kemudian terlongong-longong melihat sekitar. Ini tempat yang berbeda.

Hey, dia sudah mengeluarkanku dari jurang itu. Dan sekarang kami ada di dekat aliran sungai.

Aku berusaha bangkit. Menopangkan kedua sikut. Setengah duduk kupandangi tubuh sendiri.  Kaosku sobek, celana jeanspun koyak di sana sini. Banyak luka gores di sekujur tubuh. Jaket Kunto masih terikat di pinggang.

Bauku pesing bercampur amis. Kondisiku benar-benar kacau.

Mataku kemudian terpaku pada kaki kanan yang sudah terbungkus rapi dengan sesuatu, seperti dedaunan kering. Rasanya sudah mendingan. Tidak senyeri tadi. 

Perempuan gimbal kembali lagi dengan kedua tangannya menangkup penuh air. Dia mau memberiku minum.

 Aku segera membuka mulut.

Gluk gluk gluk ....

Ah, segar sekali air yang mengucur dari tangannya. Bodo amatlah dengan kuku-kuku panjang dan hitam itu. Yang penting dahagaku sudah terobati. 

Apa perempuan gimbal ini tidak jadi memakanku? 

Atau dia menunggu kondisiku lebih baik baru mulai mengoyak-ngoyak dagingku?

Ah, sepertinya aku salah menilainya. Kalau memang dia bermaksud buruk tidak mungkin kakiku diobati. Ya, aku rasa dia sudah mengobati kakiku. Rasa cenut-cenut pada bagian yang ditembus kayu sudah jauh berkurang.

Kesimpulan sementara dia baik. Perempuan ini sudah menolongku. Semoga kesimpulanku benar.

"T--terima kasih," ucapku terbata.

Dia diam saja. Kembali menatapku tanpa ekspresi dengan sepasang bola mata besar itu serta mulutnya yang tak berhenti mangap.

"Nama kamu siapa?" tanyaku.

Tidak dijawab.

Aku menghela napas. "Aku Catur. Maaf sebelumnya sudah buruk sangka sama kamu."

Hhh ... sia-sia diajak ngomong. Apa mungkin dia memang bisu? Atau tuli? Atau keduanya?

Mataku memindainya. Kulit gelap dan rambut gimbal panjang. Dia mirip orang Afrika. Eh, Afrika kan jauh. Papua mungkin. Tapi rambutnya sepanjang itu. Aku pusing sendiri memikirkan dari mana perempuan ini berasal.

Hum ....

"Bisa kamu bantu aku? Aku mau pulang?" Aku masih belum putus asa mengajaknya berkomunikasi.

Pertanyaanku tidak digubris. Dengan cueknya dia menjauh meninggalkanku. 

"Hey, kamu mau kemana? Tolong jangan tinggalkan aku!" Sekarang aku mulai bergantung padanya.

Tubuh perempuan itu sangat lincah saat memanjat pohon yang ada di sisi sungai. Melompat dari satu dahan ke dahan lain, lalu menghilang dari pandanganku.

PASAR HANTUWhere stories live. Discover now