8. perihal belajar ⁚ sama tak fokusnya

52 11 0
                                    

━━━━━━━━━//━━━━━━━━

Aku pada akhirnya mengerjakan tugasnya bersama. Dalam waktu kurang dari dua jam, kami sudah menyelesaikan hukuman Jeno. Aku tersenyum lebar sembari memeluk lengannya di tengah perjalanan kami menuju parkiran kampus.

“Kamu hebat!”

Ia mendengkus. “Aku tahu.”

Aku terkekeh dan kami akhirnya telah sampai di depan motornya. Jeno mendongak untuk melihat langit. Mendung. Sebentar lagi pasti hujan. Ia pun menatapku.

“Ngebut ya?” izinnya. Aku mengangguk.

“Tapi tetep hati-hati ya?”

Anggukan dan usakan di rambutku menjadi jawaban. Ia memberikan satu helmnya padaku dan tanpa berlama-lama, setelah aku sudah naik, ia melajukan motornya. Keadaan jalan lumayan ramai, tapi itu tak membuat Jeno rela menurunkan kecepatannya dan tetap mencari cela untuk menyalip.

Ah, sejujurnya, aku agak takut. Tapi anehnya aku malah tersenyum seolah menikmati keadaan kami yang bisa dibilang berbahaya bagi orang lain juga. Meskipun kami memakai helm sekalipun, tindakan ini tetap bahaya. Namun Renjun pernah bilang padaku, Jeno emang sering ngebut, ya gimana enggak, dia suka banget ikut balapan dan hampir selalu menang juga. Tapi percaya sama gue, dia nggak bakal lebih dari 40 kilometer per jam, kalau itu sama lo. Iya, itu kecepatan paling maksimal yang dia pakai buat bonceng lo-ngebut.

Senyumku semakin mengembang tatkala aku sendiri membuktikan ucapan Renjun tempo hari. Dengan posisiku yang memeluk perutnya dan menyandarkan daguku di salah satu pundaknya, aku dapat melihat kecepatan berapa kami saat ini.

30 kilometer per jam.

Ya, ini kecepatan yang saat ini aku anggap bahaya. Karena ia biasanya hanya akan melaju di kecepatan 20 kilometer per jam. Tidak, aku tidak pernah menyuruhnya selambat itu. Tapi aku juga tak pernah protes. Maka dari itu, ketika ia bilang akan mengebut, aku mengiyakan. Karena aku tahu, ia tahu batasnya.

“Jeno, boleh mampir ke minimarket dulu nggak?”

Tanpa mejawab, ketika kami hendak melewati sebuah minimarket dekat rumahku, ia berhenti dan aku selalu senang dibuatnya. Jeno itu... penuh pengertian.

▰𝙠𝙚𝙚𝙥𝙮𝙤𝙪𝙨𝙖𝙛𝙚▰

“Orang tua kamu belum pulang? Sepi gini.”

Aku mengangguk selepas helm tak lagi membuat kepalaku berat. “Kayaknya sih, iya. Oh! Enggak, bukan. Tadi pagi bilangnya, sepulang kerja mereka langsung ke nikahan temen. Jadi aku sendirian dulu. Paling 2 jam lagi pulang kok.”

Aku melihat jam tanganku, masih pukul empat sore lebih lima belas menit. Jeno yang sudah melepas helmnya pun memandang ke atas langit. Ah, nampaknya mendung semakin gelap dan hendak menurunkan bebanya ke bumi. Aku tersenyum tipis.

“Pulang aja, kayaknya hujannya bakal awet.”

Aku sengaja mengatakan itu. Agar Jeno sendiri tak khawatir akan posisiku nanti yang sendirian dalam rumah dan berakhir menemaniku hingga malam. Lagipula, tak lama. Orang tuaku pasti akan pulang tepat waktu. Namun aku lupa, Jeno ya Jeno, yang biasanya akan melakukan berbagai cara agar bisa menjagaku dan memastikanku tetap aman.

“Aku laper. Mama pasti belum masak sore gini. Buatin ya?”

Lihat? Meskipun ia tak bilang secara langsung, tapi Chenle pernah membocorkan sesuatu seperti temannya yang lain bahwa, Kak Jeno tuh, emang tsundere. Dia gak bakal mau bilang sesuatu dengan gamblang. Pasti dia pakai cara yang lebih kelihatan kayak dia gak pernah peduli ke Kakak. Percaya sama Chenle.

Tentu, aku juga berkali-kali membuktikan itu. Seperti saat ini contohnya.

“Ya udah, masukin ke garasi motor kamu biar gak kehujanan. Aku masakin ramen toping daging sama telur, mau?”

Jeno pun mengangguk, “Kuah ya?” pesannya. Jelas aku juga mengangguk semangat.

“Oki doki!”















“Kamu mau cari artikel tentang apa?” tanya Jeno. Mulutnya masih sibuk mengunyah, tapi matanya fokus pada laptopku.

“Oh, tentang pemerintahan era presiden ke-5 kita. Aku dapet tugas tulis paper.”

Jeno mengangguk-angguk paham. Selepas membuatkannya dua bungkus ramen, aku memilih untuk mengerjakan tugas lebih dulu sedangkan Jeno mulai memakan ramen buatanku.

Hingga beberapa detik setelah aku menjawab pertanyaannya, ia menyodorkan kuah ramen itu ke depan mulutku. “Enak. Coba deh,” katanya.

Tahu bagaimana akhirnya? Aku tak jadi melanjutkan tugasku yang memang masih seminggu lagi untuk dikumpulkan. Jeno berhasil membuatku tak bisa fokus karena sodoran ramen hangat yang menenangkan di saat bumi mulai menerima tetesan air yang deras di luar sana.











“Jeno, mau buat lagi nggak?”

Untuk pertama kalinya, aku mendengar tawa renyahnya bersamaan dengan usakan lembut di kepala. Oh, lihatlah mata indahnya itu! Aku benar-benar menyukainya.





━━━━━━━━━//━━━━━━━━

saturday, 6 november 2021

𝙠𝙚𝙚𝙥𝙮𝙤𝙪𝙨𝙖𝙛𝙚 ⁚ Lee Jeno Ft. NCT DreamWhere stories live. Discover now