18🔹Masa Untuk Merasa Kecewa

809 130 8
                                    

Remaja itu berdiri di depan teras sambil melipat tangan di depan dada. Berulangkali menghela nafas karena orang yang ia tunggu tak kunjung datang. Lin harusnya menuruti Renan agar menunggu bundanya di dalam rumah. Tapi, hingga setengah jam berlalu, tidak ada tanda-tanda sosok itu akan pulang. Akhir-akhir ini, dia memang selalu pulang larut. Renan yang lelah dengan sikap Ronata kini memilih untuk diam. Tapi Lin tidak, remaja itu diam-diam menunggu Ronata pulang dan memastikan sang bunda beristirahat dalam kamar. Setelahnya ia bisa merasa lega.

Ini sudah pukul 22.16, apa yang Ronata lakukan hingga selarut ini ia belum berada di rumah?

"Bunda punya usaha kuliner di tengah kota, tapi cuma beberapa kali seminggu buat cek keadaan di sana. Tidak pernah sesering ini, mungkin Bunda nggak cuma pergi ke sana."

Kalimat yang Renan ucapkan membuat Lin benar-benar khawatir dengan keadaan bundanya. Mungkin saja wanita itu punya masalah dengan pekerjaannya dan kemungkinan paling besarnya pasti berhubungan dengan Dewa. Lin menggelengkan kepalanya. Mencoba untuk menahan kantuk yang sudah ia tahan sejak beberapa menit yang lalu. Dia tak peduli, kalau baru saja sembuh. Padahal, mungkin saja nanti ia tak akan mendapat respon yang baik dari Ronata.

Lin tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara deru mobil. Sebuah mobil bercat hitam berhenti di depan gerbang rumah. Menurunkan sosok wanita berbaju merah maroon yang terlihat lelah.

Ronata tersenyum ketika seseorang melambaikan tangannya, seiring dengan berlalunya mobil tersebut. Dan senyum di wajahnya mulai hilang ketika maniknya menangkap Linggara di teras rumah. Setelah menutup gerbang, ia melangkahkan kakinya lebih dalam.

"Bunda, kenapa baru pulang? Udah makan malam, 'kan? Mau Lin buatin teh?" Rasa peduli yang Lin lontarkan lewat tanya itu hanya menguap begitu saja, Ronata tak menyahut. Memilih untuk meneruskan langkah kakinya, melepas hak yang ia pakai dan menempatkannya pada rak.

"Bun, Lin udah siapin air hangat buat-"

"Linggara!" Sentakan Ronata membuat seluruh badan Lin terhenti juga.mulutnya tertutup rapat karena perasaan takut yang tiba-tiba ia rasa.

"Bunda capek, pengen istirahat. Tolong kamu jangan buat Bunda tambah lelah." Ronata mengusap wajahnya dan berlalu begitu saja setelah mengatakannya. Lin tidak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya diam, sambil mengamati sang bunda yang pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

"Nggak salah 'kan kalau aku menunjukkan rasa peduli sama ibu sendiri?!" Lirihnya. Tapi hanya senyap yang ia tangkap di telinganya. Dan dalam sunyi itu, Lin kembali ke kamarnya dengan sedikit retak dalam hatinya. Meninggalkan segelas teh yang mulai dingin di atas meja makan. Berharap Ronata akan merasa lebih baik ketika meminumnya. Tapi nyatanya, ia salah.

Mungkin Bunda cuma lelah ...

Dalam hati ia terus mengatakan kalimat itu. Mencoba untuk setenang mungkin, agar tidak mengganggu bundanya.

Peduli yang ia beri, ternyata sia-sia.

🍁🍁🍁

Sekian lama Delta merasa bersalah akan hilangnya Dikta. Tapi, setelah mendengar apa yang Renan katakan malah membuat hatinya bergemuruh tak karuan. Dia menolak makan malam, mencoba untuk tenang dengan mendengarkan musik. Satu nama yang kini memenuhi rongga kepalanya, Ananta.

Delta mengepalkan tangannya. Tidak memperhatikan sosok Lin yang mengamati di sebelahnya. Merasa ada yang salah dengan Delta sejak tadi pagi. Tidak ada sapaan yang biasanya mereka lakukan. Menimbulkan bentangan tak kasat mata yang membuat Lin regu untuk bertanya, "ada apa?".

"Kenapa? Nggak biasanya kaya gini. Banyak pikiran, ya?" Pertanyaan beruntun yang Lin ucapkan hanya mendapat dehaman dari Delta. Ia masih bisa mendengar suaranya, walau telinga kiri dan kanan yang tersumpal headset.

Dua Arjuna✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang