17. Senar Rindu

168 16 0
                                    

Cepat sembuh luka orang-orang baik
-Adarusa-



"Tiga hari lagi dia akan pulang."

Nabil menoleh. "Sumpah? Padahal kita udah tenang dia pergi dari sini." Raka mengangguk setuju.

"Nan, kata gue sih, lo mending jujur aja semuanya ke Abang lo. Kalau tuh cewek yang ngomong, bisa-bisa di tambahin yang aneh-aneh." ujar Jun sambil meluruskan kakinya.

"Gue gak tau harus ngomong kayak gimana, gue takut, bener-bener takut dia benci sama gue," ucap Jinan.

Sandal berwarna coklat tua ini adalah pemberian hadiah dari Malik saat dia masuk ke sekolah menengah atas, Jinan tahu kalau Malik merasa malu dengan pemberiannya yang tidak sebanding dengan Julia. Yang dia tahu, sandal ini sudah hanyut di saluran air bersama dengan kotak jam tangan hadiah dari Julia.

Malik tidak pernah tahu, bahwa Jinan selalu menyimpan barang-barang pemberiannya. Rumit, seperti yang dia katakan dahulu, hubungan mereka memang rumit. Selalu saja ada drama picisan yang membuat dua bersaudara ini renggang lalu bersatu kembali.

Sama halnya dengan sore ini, selepas menerima panggilan dari gadis itu, Jinan tidak langsung pulang ke rumah. Ada banyak hal yang ingin ia diskusikan dengan sahabat-sahabat nya. Mereka paham dengan permasalahan yang dialami Jinan, terkadang mereka juga ingin ikut serta membantu kawannya ini.

"Bener kata Jun, lo coba ngobrol baik-baik sama Abang lo. Jangan main kabur! Seenaknya aja mau keluar negeri. Selesaikan dengan baik, Nan." Raka menepuk bahu Jinan meski sesekali mencengkeram nya karena kesal dengan keputusan Jinan.

"Buang segala pemikiran buruk lo. Apapun yang terjadi itu udah jadi resikonya, seenggaknya lo udah jujur ke Bang Malik. Sudah lima tahun semua rahasia ini tersimpan, Nan." tambah Nabil.

Jinan merasa sedikit gugup mendengar perkataan Nabil, memang benar apa yang di katakan sahabatnya, dia harus jujur, dia harus bisa menerima segala resiko dari kejujurannya. Jinan tidak boleh egois, Abangnya berhak tahu banyak tentang hidupnya.

"Masih ada waktu 3 hari sebelum dia pulang, doain gue, ya. Gue bakal jujur ke Abang dan semoga aja gue gak di usir dari rumah." Jinan berdiri dari duduknya, Diikuti oleh Leo.

"Percaya sama gue, Nan. Bang Malik gak setega itu ngusir lo dari rumah, Abang lo itu kesabarannya luar biasa." Nabil berusaha meyakinkan Jinan.

"Sesabar-sabarnya orang, mereka juga punya batasan, Na. Kita gak pernah tau, kalau sudah menyangkut keluarga Bang Malik bisa aja berubah." elak Jun atas perkataan Nabil.

Dalam hati, Jinan menyetujui ucapan Jun, setiap orang punya batasan akan kesabarannya, mengingat untuk pertama kalinya Malik membentak dirinya pada malam itu, membuat Jinan kembali takut untuk mendekatkan diri ke Malik.

"Yang pasti, kita bakalan doain dan bantu yang terbaik buat lo, Nan." Sambung Jun.

Ingatan Jinan kembali melayang ke beberapa bulan belakang, dimana mereka masih utuh ber-enam. Di sela-sela permainan basket nya, Hanan menghampiri dirinya yang saat itu sedang demam. Apa yang di ucap oleh remaja itu masih membekas di benak Jinan.

"Kalau lo udah jujur ke Abang lo soal itu, gue jadi orang pertama yang siap nampung lo semisal lo diusir dari rumah" ucapnya sambil menyeka keringat. Napas Hanan sedikit tersenggal karena ini sudah ronde kedua permainan basket.

"Jangan sampai sih kalo bisa, gue percaya Bang Malik gak mungkin kayak gitu. Tapi, kan siapa tau hehe."

Leo menepuk bahu Jinan. "Ayo, pulang, gue anter." Jinan mengangguk dan mengikuti Leo yang menyalakan mesin motornya.

ADARUSA | Park Jisung (TAHAP REVISI)Onde histórias criam vida. Descubra agora