Four

16 4 0
                                    

"Naa, kerja kelompoknya udah siap belum?" soal Riyan yang merupakan salah satu ahli kelompok Naira dan Hanan yang tidak menghadiri perjumpaan kemarin tanpa alasan.

"Belum sih, tapi tinggal dikit aja gitu—" jawab Naira bersahaja, dia sudah terbiasa dengan sikap Riyan. Makanya dia lelah mahu berkecil hati dengan sikap pria itu, berbeza pula dengan Hanan yang malah semakin berapi - api mendengar betapa selambanya Riyan menyoal Naira bahkan sehingga sanggup mengakhiri game online di hpnya.

"Aduh, maaf ya.. gue gabisa datang kemarin soalnya gue tiba - tiba punya urusan" ujarnya beralasan dengan senyum menjengkelkannya itu seperti biasa.

"Ya, gapapa.. gausah minta maaf kok, Riyan.." Naira tersenyum sedikit, dalam hati dia berharap agar pria itu lekas pergi dari situ dan tidak mengganggunya lagi.

"Iyaa, gausah minta maaf kok soalnya nama lu gak kita masukin.." sampuk Hanan yang sejak tadi menanti masa yang tepat untuk dia menyelitkan sindiran terhadap Riyan.

"Hah? Bercanda lo?" Riyan menyoal dengan tawa kecil, menganggap bahawa Hanan tidak serius dengan ucapannya walau hakikatnya adalah sebaliknya.

"Ngapain gue bercanda? Yang bener aja lu, bantuin aja enggak, enak pantat lu numpang nama—" Hanan menggulingkan matanya dengan kesal.

"Ya kan udah gue bilang juga ada urusan?! Pada gak ngertian ya lo orangnya?" Riyan membalas tidak mahu kalah mempertahankan dirinya.

"Yaa, urusan.. masa urusan lu pas - pasan gitu setiap kali ada tugas kelompok? Gue udah dengar ya semuanya dari Naira sama anak - anak lain.. kalo lu itu, nama aja sekelompok sama tapi bantuinnya enggak. Selalu aja ada urusan setiap perjumpaan, emangnya itu kebetulan? Dirancanglah pasti! Ditambah lagi ya, lo itu pasti mahu aja satu kelompok Naira. Enak ya lo gunain dia selama ini?" Hanan mulai berdiri dari tempat duduk membuatkan Riyan menjadi lebih kerdil di mata orang yang melihatnya.

"Ya, emang gue sengaja! Gue sengaja mahu satu kelompok sama Naira karena dia itu orangnya gak pedulian sama orang lain, yang dia buat itu semua cuman buat kepentingan dirinya aja.. gue juga sengaja gak datang, ya.. karena gue ingin aja— jadi apa hubungannya sama lu?!"

"Ya adalah! Gue susah payah bantuin dia demi markah, malah lu diem aja udah dikasi ganjaran.. gak adil tahu?! Lagian lu gak ada sopan santunnya ya? Kalo beneran dia cuma pentingin dirinya sendiri, masa dia mahu aja masukin nama lo biarpun lo gak lakuin apa - apa?! Pikir dong, bangsat!" Hanan semakin berapi membuatkan Naira yang sejak tadi cuba menghentikan pria itu melangkah beberapa tapak ke belakang menjauhi Hanan karena takut dengan nada tinggi dan kata kasar yang dilontarkannya.

"Dasar lu jadi cewek suka adu domba, sok suci banget— Muak gue lihatnya tahu?! Permasalahannya cuman hal kecil doang.. bisa kali lo ngomong sama gue, gausah main ngadu cowok gini! Lebay amat lu jadi cewek"

"Bilang apa lu barusan?" Hanan mengerut keningnya tidak suka dengan perkataan yang baru saja dilontarkan Riyan kepada Naira.

"Apaa?!" Riyan bukannya takut, malah dia lagi mencabar kesabaran seorang Hanan Naufal.

"Hanan.." Naira menarik hujung baju kemeja Hanan tatkala dia perasan kalau pria itu sudah sedia menggenggam buku limanya dengam gemas.

"Diem dulu, Nai.. gue tanya, lu bilang apa sama Naira barusan tadi?!" Hanan melepaskan pegangan Naira dari bajunya dengan lembut kemudian beralih lebih dekat dengan Riyan.

"Gue bilang dia itu lebay, tukang ngadu dan sok suci.. emangnya kenapa?" Riyan menjawab tanpa sedikit pun rasa gentarnya melawan Hanan.

"Dasar gembel! Gaktau diri aja lu, udah pada numpang kerja payah orang padahal lu cuman goyang kaki, dan lo masih pikir lo layak mahu sebut - sebut dia begitu?! Emang gak ada faedahnya lu jadi orang! Nambah beban dunia aja—" Hanan berkata tepat di hadapan wajah Riyan sehingga ludahnya terkena di seluruh wajah pria itu kemudian berlalu pergi dari kelas begitu saja.

Better Than Words [Hajeongwoo]Where stories live. Discover now