°
°
°
°
Gue langsung merogoh kantong jaket gue saat merasakan getaran dari dalam sana, dan mengeluarkan benda pipih itu dari dalam sana. Tanpa nama dan gue tidak merasa kenal dengan nomornya. Siapa nih? Batin gue bertanya-tanya.
"Siapa?" tanya Jae, sepertinya ia sadar akan perubahan ekspresi gue saat ini
Gue menggeleng. "Enggak tahu, nomor nggak dikenal."
"Angkat aja dulu, siapa tahu penting," saran Wendy.
Jae mengangguk, menyetujui saran sang istri.
Meski sedikit ragu, gue akhirnya tetap mengangkat panggilan tersebut. Karena takutnya seperti yang Wendy bilang kalau ternyata enting.
"Ya, halo."
"Hai, Sat, gimana kabar kamu? Udah enakan belum? Masih ngerasa mual?Muntah?"
Mampus. Tanpa menyebutkan nama pun, gue hafal betul pemilik suara ini.
Anjir, kok dia bisa punya nomor gue?
Gue menoleh ke arah Jae dengan ekspresi shock. Sedangkan pria itu hanya mampu menaikkan sebelah alisnya tak paham.
"Sat, kamu masih di sana kan?"
Merasa tidak nyaman, gue kemudian memilih berdiri dan menjauh dari mereka. Di sini ada Jovita, gue nggak mau dia berpikir yang enggak-enggak karena ditelfon mantan. Bukan karena takut dia cemburu, masalahnya gue abis ngajakin dia nikah, bro. Jadi, gue harus berhati-hati demi keamanan.
"Lo dapet nomor gue dari mana, Sya?"
"Sorry, Sat, aku nggak bisa bilang, soalnya yang ngasih udah wanti-wanti biar nggak ngasih tahu kamu."
Seketika gue langsung berdecak kesal. Siapa nih, oknum yang tidak bertanggung jawab dan menyebarkan nomor gue ke sembarang orang. Apa itu orang mau tanggung jawab kalau hati gue nanti dibikin ambyar lagi?
"Satya?"
"Iya, kenapa, Sya?"
"Aku ganggu banget ya?"
"Lo ada perlu apa nelfon gue?"
Tak ingin disangka tukang PHP, lebih baik gue bersikap netral. Jangan terlalu baik tapi jangan beri kesan yang buruk juga, sebagai pria yang diajarkan tata krama dan sopan santun, attitude number one.
"Harus ada alasan ya buat aku nelfon? Aku cuma mau mastiin kondisi kamu."
Gue menghela napas panjang. Bukan mau bersikap sok kegantengan, tapi gue yakin 90% Felisya sedang berusaha untuk memperbaiki hubungan kami yang sempat kandas itu.
Ya, Tuhan, Sya, gue beneran udah move on.
"Jelas harus ada, Sya. Kita bukan siapa-siapa lagi. Semua udah berubah dan nggak kayak dulu lagi. Dan orang yang merubah keadaan itu lo sendiri, kalau lo lupa."
Ada jeda selama beberapa saat, sebelum akhirnya Felisya membalas, "Kamu belum maafin aku?" Nada suaranya terdengar berbeda, seperti sedang menahan tangis.
Ya, Tuhan, gue paling benci kalau harus membuat perempuan bersedih.
Gue menghela napas sambil menyadarkan punggung gue pada tembok. "Lo nggak ada salah sama gue, Sya, kenapa lo harus minta maaf?"
Meski gue sempat dikecewakan dengan keputusannya kala itu, bagi gue Felisya tidak harus merasa bersalah demi gue. Dia nggak salah, dan gue rasa memang keputusan itu yang terbaik. Karena memang sepertinya kami tidak berjodoh, jadi untuk apa menyalahkan?

KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Express
FanfictionPublish : 10 Maret 2021 End : 17 Januari 2022 Mulai Revisi : 14 Februari 2022 End Revisi : 10 Maret 2022 Jovita Auristella tidak terima dilangkahi sang adik yang baru lulus SMA. Ia bertekad menemukan calon suami yang siap menikahinya sesegera mungki...