27 - Hancur

703 142 147
                                    

Happy Reading All!

Tarik nafas persiapan untuk baca, jangan emosi, sabar.

***

Mereka semua berdiri menatap tak percaya ke arah orang yang ada di depan pintu masuk.

"Fajri, Fiki, Fenly, Zweitson diem di belakang gue!" ujar Shandy memperingati ke-empat adik kecilnya itu yang langsung di balas anggukan dari ke-empatnya.

Orang yang ada di depan pintu gerbang itu tersenyum miring, kakinya melangkah mendekat ke arah mereka.

"Bagus, ya, kalian pergi tanpa seizin saya?!" ujar orang itu dengan tatapan nyalangnya ke arah 8 anaknya sekaligus.

"Untuk apa kita izin kalau Ayah tetep nggak ngizinin? Percuma!" balas Farhan ketus. Sungguh, kadang Farhan tak habis fikir dengan Ayahnya, padahal sudah jelas-jelas pasti ia tak akan mengizinkan tapi kenapa di sini ia meminta untuk mereka meminta izin? Tak masuk akal.

"Mau bagaimanapun itu saya Ayah kandung kalian, mau di beri izin atau tidak kalian harus nurut dengan saya!" ujar Altama tak kalah ketus.

Shandy terkekeh hambar. "Untuk apa? Nurut sama Ayah supaya nggak ketemu sama saudara-saudara Shandy yang lain? Nggak berhubungan baik lagi sama saudara-saudara Shandy? Itu?" tanya Shandy dengan penuh penekanan.

Ricky yang mendengar itu pun ikut terkekeh hambar. "9 tahun kita musuhan, nggak saling sapa, nggak saling senyum, bicara aja nggak bisa. Terus, Ayah mau kita kayak gitu terus-terusan? Cih, Ricky nggak mau kayak gitu. Damai lebih indah!" ujar Ricky menusuk.

Gilang tertawa, "Udah cukup Ayah suruh kita untuk diam, musuhin suadara-saudara kita. Ayah juga 'kan yang nyogok Gilang supaya Gilang bela Ayah dan Ibu? Kalau Gilang nggak mau nerima itu ancamannya Ayah bakal celakain adik-adik Gilang. Iya, 'kan?" ungkap Gilang membuat semuanya menatap ke arahnya.

Jadi?

Selama ini Gilang membela Vina dan Altama itu karna di sogok? Dan di ancam? Keterlaluan Altama ini!

Plak!

"Berani-beraninya kamu mengancam Gilang seperti itu. Demi keinginan kamu itu, kamu tau seberapa sengsaranya anak-anak harus musuhan sama saudara-saudaranya sendiri? Kamu itu udah tua, kalau kamu mau nyingkirin aku dari kehidupan anak-anak yaudah langsung aja! Jangan lewat anak-anak, nggak punya otak!" maki Zela dengan sangat tajam. Semua emosinya meluap di sini.

Altama bahkan hanya bisa memegang pipinya yang terkena tamparan panas dari Zela.

"Enak, nggak, Yah? Di tampar?" tanya Fajri dengan penuh keberanian menghampiri Altama.
Altama menatap tajam Fajri. Anaknya yang satu ini dari dulu selalu saja mencari masalah! "Berani ya kamu—"

"Berani dong! Berani banget, Aji bukan anak kecil lagi, Yah. Aji udah besar, bukan anak kecil yang bisa di bohongin terus-terusan. Terakhir kalinya Aji ketemu sama Ayah itu pas Ayah tampar Aji, 'kan? Nggak seberapa sama sakitnya hati Aji di pisah paksa sama saudara-saudara Aji! Ayah itu jahat! Nggak pantes jadi Ayahnya kita!" ujar Fajri penuh keberanian. Semua amarahnya ia keluarkan di sini.

"Sangat tidak pantas!" timpal Fiki yang ikut menghampiri Altama.

"Dulu mungkin kita cuma diem, cuma bisa nanya kenapa, tapi sekarang enggak. Kita udah besar, Yah. Tau yang bener mana dan yang enggak, Ayah yang udah bikin kita kepisah. Ayah yang udah nyebab-in Bunda jadi sakit-sakitan! Jahat banget, ya?" tambah Zweitson yang menghampiri Altama juga. Di ikuti oleh Fenly di belakangnya.

Fenly terkekeh hambar. "Tahu nggak rasanya di pisah paksa sama saudara sendiri itu gimana? Sakit! Sakit banget! Lebih sakit daripada tamparan dari Bunda ke Ayah tadi."

i. Insouciance - UN1TY [✔]Where stories live. Discover now