Mari Berjuang Kembali🏠

2.2K 254 76
                                    

Pantai itu indah, kalo saja tidak meninggalkan bekas luka

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Pantai itu indah, kalo saja tidak meninggalkan bekas luka. Waktu itu masih sore, senja belum mulai tampak pertanda malam juga masih sedikit lama munculnya. Di pinggir pantai, desiran ombak selalu saja menyapu bersih karya seni milik Harsa. Sementara yang lain memilih untuk berlarian saling mengejar, bocah Sd yang kemarin mengaku suka pada Alana itu tengah anteng duduk di atas pasir basah kemudian tangannya asyik membuat sesuatu dengan bantuan mainan miliknya yang dia bawa dari rumah.

"Asa, bodoh."

Teriakan dari arah samping membuat Harsa mendengus, Anak itu paling tidak suka dikatai bodoh. Apalagi yang mengucapkan itu barusan Nana, Adik beda menitnya yang bahkan menghitung saja masih jagoan Harsa kemana-mana. Anak kecil yang sekarang bajuhya sudah basah penuh itu ikut duduk di samping Harsa. Matanya menatap lamat sesuatu di hadapannya, seperti rumah namun tidak ada bentuknya.

"Kalo kamu bikinnya di dekat pantai, sampai Bang Mahen nikah juga ngga bakal selesai tau!"

"Kalo begitu sekarang aja Bang Mahen nikahnya, biar rumah pasir Asa cepet selesai. Puas?!"

Di belakang mereka, Raka dan Jovan sudah tertawa-tawa mendengar ucapan polos kedua Adiknya. Tidak jauh dari mereka pula, yang tadi namanya tengah diributkan terlihat sibuk mengawasi kedua Adik kecilnya yang larinya sudah sangat kencang. Tidak memakai baju, tubuhnya sudah dipenuhi oleh pasir. Jibran dan Lele yang baru pertama kali datang ke pantai benar-benar selalu tertawa sejak tadi. Tidak peduli dengan Mahen yang di belakang sana sudah sibuk mengejar keduanya ke sana-kemari.

"Bener kata Nana, Dek. Pasir itu kalo kena air otomatis pasirnya bakalan ikut kebawa. Jadi kalo Asa mau bikin rumah kaya gitu, pastiin dulu posisinya jauh dari ombak." Baru setelah Raka berkata seperti itu, Harsa membulatkan mulutnya pertanda Anak itu paham dengan ucapan Abangnya.

"Tuh, Asa bodoh ya Abang?"

Lagi-lagi Jovan tertawa mendengarnya, memang Nana dan Harsa itu bagaikan kucing dan tikus. Berbeda dengan Raka, Anak itu langsung menggandeng tangan kedua Adiknya, kemudian berjalan menjauh dari datangnya air. Jovan ikut mengejar, lebih baik mengikuti Abangnya itu dari pada ikut berperan menjaga kedua Adik bungsunya yang sekarang sedang aktif-aktifnya bergerak.

"Nana tau ngga kalo bodoh itu salah satu kata buruk yang ngga boleh diucapin." Raka berjongkok di antara keduanya. Galak-galak begini, Raka merupakan seorang Abang yang selalu mengajari Adik-adiknya dalam hal apapun.

Nana mengangguk, tidak mungkin dia tidak tahu itu. Raka lantas tersenyum, dia harus pelan-pelan mengatakan ini. Apalagi melihat wajah Harsa yang nampaknya sudah sangat kesal dengan Nana. Raka paham, Nana tidak bermaksud mengatakan itu. Yang ada Adiknya itu merasa kesulitan menjelaskan alasan mengapa Harsa harusnya tidak duduk di sana. Air dan pasir, Nana dan Harsa. Keduanya sama-sama sedikit susah untuk saling bekerja sama.

"Minta maaf ke Asa gih. Asa kan Abangnya Nana, jadi Nana harus tetap sopan sama yang lebih tua. Paham?"

Nana mengangguk lagi, tangannya perlahan terulur ke samping tepat di depan wajah Harsa yang kakinya tengah sibuk menendang-nendang pasir. "Maaf ya Asa. Asa ngga bodoh kok." Pintanya yang sontak membuat seulas senyum di wajah Harsa langsung terlihat.

Home || Nct Dream✔Onde histórias criam vida. Descubra agora