DT 03 - We meet again

28 12 7
                                    

✰ ✰ ✰

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

✰ ✰ ✰

Dirga memberanikan diri melewati lautan siswi yang sedang bergosip didepan kelasnya masing-masing, tatapan jijik dari para siswa siswi sudah biasa ia dapatkan. Ia juga manusia biasa seperti mereka tapi kenapa mereka memperlakukannya secara berbeda ?


Tampak dari arah berlawanan, segerombolan murid laki laki berjalan membuat para siswi jejeritan. Salah satu dari mereka memasukkan kunci loker kedalam saku baju milik Dirga, ia yang sadar akan hal itu hanya tersenyum kepada lelaki yang selama ini ia kagumi.


Lelaki itu menggerakkan tangannya, membentuk sebuah kalimat. Dirga hanya bisa menarik kedua ujung bibirnya memamerkan deretan giginya yang rapi.

"Kamu ngapain?" Tanya Nova yang bingung dengan apa yang dilakukannya temannya ini, yang ditanya hanya menggeleng pelan lalu tertawa kecil.

•••

"Aku yang menang" Ucap Hari mengambil bola basket dari tangan Tya dengan kasar.

Hari mendribble bola basket dengan penuh percaya diri bahwa dia tidak akan kalah dan bisa mendapatkan Resta sepenuhnya. Ia menyeringai, meremehkan Tya yang sedari tadi tidak menunjukkan adanya perlawanan.

Saat bola basket dilempar dan melambung ke arah ring, Tya melompat berusaha untuk menghalanginya namun usahanya nihil tangannya tak sekuat yang ia kira bola itu terlalu berat untuk telapak tangannya yang kecil.

"Sekarang giliran mu, aku yakin kamu ngga akan bisa" ejek Hari yang puas dengan kemenangannya

"Kita baru mulai, ngga usah belagu" ucap Tya dengan sarkas

Tidak seperti Hari, Tya percaya melempar bola basket tanpa mendribble lebih cepat daripada mendribblenya terlebih dahulu. Ia yakin tadi Hari hanya ingin pamer dan membuatnya merasa iri padahal ia sama sekali tidak iri, toh dia dulu juga pernah mewakili sekolahnya dalam perlombaan basket.

Tya bersiap melempar bola basket, ia memandang kearah ring berharap ia akan menang kali ini. Ia memantapkan pandangannya lalu melemparkannya, namun tak seperti dugaannya bola basket itu melayang lebih tinggi dari tempat tujuannya dan berhasil mengenai kaca sekolah.

"Wah wah, belom ada dua hari disini udah ngerusak fasilitas sekolah" Ucap Hari memandang Tya dengan pandangan yang agak menyebalkan lalu bertepuk tangan tepat didepan wajah Tya

Semua murid yang menyaksikan pertandingan itu hanya berbisik-bisik membicarakan bagaimana Tya kedepannya, bahkan sampai
menjelek-jelekkannya.

"Ambil bolanya, jangan bengong aja" Hari mendorong bahu Tya dengan keras membuat Tya hampir terjungkal, ia hanya bisa mendengus kesal ia tak mau membuat masalah ini semakin rumit.

Tya berjalan seraya menggerutu, ia geram dengan sikap yang ditunjukkan Hari. Ia menaiki anak tangga satu persatu menuju tempat dimana bola basketnya hilang.

Ia terus berjalan hingga sesuatu yang tergeletak di lantai menarik atensinya, dengan hati-hati ia mendekatinya. Betapa terkejutnya dia saat melihat laki laki berseragam sama dengannya tak sadarkan diri di dekat bola basketnya

"Ehh, kamu ngga mati kan?"

Tya berusaha mengecek keadaannya, hanya pergelangan tangannya saja yang tergores. Mungkin saja ia terjatuh saat terkena bola basket yang dilemparkan Tya tadi, tak perlu pikir panjang ia langsung mengangkat lengan siswa itu lalu memapahnya menuju ruang kesehatan.

"Berat banget si" ujar Tya

Sesampainya didepan pintu ruang kesehatan ia memutar kenop pintu lalu masuk, niatnya si mau diserahin ke petugas kesehatan tapi karena ngga ada Tya terpaksa nemenin laki laki itu sampe bangun.

"Kapan bangunnya si?" Ucap Tya, sudah lebih dari lima belas menit laki laki ini tak kunjung bangun.

Tya meletakkan ponselnya diatas nakas yang bersebelahan dengan ranjang tempat laki laki itu terbaring. Ia sudah bosan bermain ponselnya, sesekali melihat barangkali pacarnya itu menelpon dan bertanya dimana dia sekarang nyatanya tidak seperti itu.

Tya mengalihkan pandangannya yang semula menatap layar ponsel sekarang menatap mata yang tak kunjung terbuka, pikirannya sudah kemana mana. Ia takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada laki laki didepannya ini.

"Jangan jangan dia udah ngga ada?"

"Apa aku bawa ke rumah sakit aja ya?"

"Aku kasih napas bantuan aja deh, siapa tau dia bangun"

Setelah ide buruk itu terlintas dipikirannya, Tya mendekatkan mulutnya lalu menjepit hidung laki laki itu dan memberikan udara dari mulutnya. Tiba tiba suara yang entah darimana asalnya membuatnya menjadi kikuk saat menatap manik indah berwarna cokelat hazel dan bodohnya Tya hanya diam tanpa merubah posisinya yang masih memberikan napas buatan pada lelaki itu.

"Ehh, anu... Itu loh... Tadi..." Tya gelagapan ketika tau bahwa laki laki itu sudah bangun saat ia melakukan hal bodoh tadi.

Ia memalingkan wajahnya menghadap kotak P3K yang tergantung ditembok sebelah meja petugas seraya komat kamit tidak jelas memarahi dirinya sendiri ia sangat malu ingin rasanya ia menenggelamkan diri menghilang saat itu juga tapi kakinya tidak mau bergerak suasana menjadi dingin dan canggung.

  "Bumi"

  "Bumi..."

"Ya..." Suara lembut yang dikeluarkan oleh laki laki itu berhasil membuat Tya menoleh dan tersenyum.

Tya menggeleng, "Kok tau namaku?"

"Aku bisa melihat deretan huruf diname tag mu" Jawab lelaki itu "Oia, liat alat bantu dengar aku ngga?" Sambungnya menanyakan benda kesayangannya itu.

"Kamu tuli?"

Lelaki itu menghentikan kegiatannya mencari alat bantu dengarnya lalu menatap Tya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan, seperti tatapan kesal namun bukan kesal. Menurutnya, pertanyaan seperti itu agak sensitif baginya.

Bunyi telpon berdering membuat keheningan diantara mereka musnah, Tya mengambil ponselnya lalu keluar tanpa sepatah katapun.

✰ ✰ ✰

Haloo, chapter tiga comeback !
jangan lupa tap bintang dan komen yaa, setiap baca komenan kalian itu mood langsung naik.
maaf baru bisa up, lagi sibuk :)

- zaza

Dunia TaraDonde viven las historias. Descúbrelo ahora