Rumah untuk Pulang (2)

57 10 3
                                    

Happy Reading
...

Daryl berdiri di luar ruangan tempat Be ditempatkan pasca operasi, tepatnya di depan jendela kaca yang bisa menghubungkan pihak luar untuk dapat melihat kondisi pasien di dalam sana.

"Kamu, sangat mirip dengan Bella," ucap Daryl lirih.

Daryl menundukkan wajahnya, untuk menutupi air matanya yang menetes. Daryl teringat dengan percakapan yang ia lakukan dengan Bella sehari sebelum Be lahir ke dunia ini...

Flash Back

Bella mengusap perutnya dengan lembut, senyum manis menghiasi wajahnya yang cantik.

"Mas." Bella menatap suaminya yang sedang membaca koran, sambil menyesap secangkir kopi.

Suami Bella langsung bergegas mendekati, lengkap dengan ekspresi paniknya. Selama 9 bulan ini Bella sudah cukup terbiasa melihat ekspresi panik itu, bahkan terkadang Bella merasa suaminya terlalu berlebihan dalam mengkhawatirkannya, padahal ia hanya hamil, bukannya mengidap penyakit mematikan

"Kenapa Bel, apa ada yang sakit?" Bella buru-buru menggelengkan kepalanya.

"Terus?" Daryl menggenggam jari jemari Bella, lalu mengusap puncuk kepala Bella lembut.

"Aku berharap kalau anak kita nanti lahir dia akan mirip dengan wajahku."

"Aku ingin, kamu menyayangi anak kita nantinya seperti kamu menyayangi aku. Jadi, wajah kami setidaknya harus mirip." Daryl hanya mengendikkan bahunya, tidak terlihat begitu tertarik.

"Mas, kamu harus janji ya kalau nanti dia lahir kamu harus bisa jadi sosok ayah yang siaga untuk anak kita. Kamu harus menyayangi kami berdua dengan porsi yang sama, bahkan kalau bisa porsi untuk anak kita harus lebih besar." Sekali lagi Daryl hanya mengendikkan bahunya, membuat Bella tampak kesal.

"Mas, aku butuh jawaban." Bella melepaskan jari jemarinya dari genggaman Daryl.

"Kita lihat saja nanti."

Flash Back End.

"Bella dia mirip denganmu."

"Benar-benar sangat mirip." Daryl kembali menatap wajah damai Be yang masih betah terlelap.

"Bella, Maafkan aku."
...

Air wajah Bintang langsung berubah ketika melihat orang yang berdiri di depan pintu saat ini.

"Bisa tinggalkan kami sebentar?"

Suara itu membuat tidur Be terusik, takut-takut ia membuka matanya untuk memastikan kalau ini bukan mimpi atau delusinya.

"Tapi," jawab Bintang menggantung.

"Saya Papanya Be, saya datang ke sini bukan untuk berencana membunuhnya, jadi...." Daryl menunjuk ke arah pintu, memberikan kode.

Bintang memicingkan matanya, sebelum keluar ia memastikan kesiapan Be terlebih dahulu. "Tak apa?" tanya Bintang, nyaris berbisak. Be memberikan jawaban dengan menganggukkan kepalanya.

"Kamu tahu kan tombol mana yang harus kamu pencet di ruangan ini, kalau kamu dalam bahaya atau keadaan terdesak?" Bintang sengaja menekan suaranya untuk setiap kata yang ia ucapkan, supaya Daryl memahami maksudnya.

"Bajingan kecil ini, Aishh!" Daryl berdecak.

"Cepatlah keluar!" Suara Daryl semakin meninggi.

"Sampai jumpa, Be." Bintang mengusap dahi Be.

"Hey siapa bilang kau boleh menyentuh putriku seperti itu!" Daryl menepis tangan Bintang.

"Putriku?" Be mengulang panggilan Daryl untuk dirinya dengan suara pelan.

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now