Awal 1/2

521 72 9
                                    




New Thitipoom memanglah pemuda baik dengan hati tulus. Namun hidupnya terjadi seperti tragedy. Orang tuanya meninggalkannya saat masih sangat kecil. lantas ia diasuh oleh kakeknya. Tapi itu dulu, sebelum akhirnya sang kakek ikut meninggalkannya satu tahun yang lalu. Jadi lah hidupnya sebatang kara.

Hidupnya yang cukup menyedihkan membuatnya jadi susah bergaul, ia jarang mengikuti acara di kantornya karena ia merasa tidak cukup nyaman dengan keramaian.

"Kau harus coba menjadi liar sesekali New." begitu kata Gun. Sahabat satu-satunya yang ia punya saat ini. Maka di sini lah ia sekarang. Menikmati alunan musik yang membuat jantungmu ikut menari. Setelah pulang terburu-buru, New bahkan tidak sempat mengganti pakaiannya demi ke sebuah pesta ulang tahun bosnya yang di adakan di sebuah hotel ternama.

Ia menyelip di antara lautan manusia yang berjoget panas. Menghentakkan pinggul sesuai irama. New merasa pusing. Ia mencari minuman untuk menenangkan jantungnya yang bergetar akibat getaran sound system.

Dengan cepat ia meneguk minuman yang dibawakan salah satu pelayan.

Matanya menyipit. Rasanya ia salah mengambil minuman. Ia mencari-cari sesuatu yang bisa menghilangkan rasa pahit di lidahnya saat ini.

Ia ingat, ia punya minuman yang di berikan oleh nenek yang telah ia tolong tadi sore. New langsung meneguknya dengan cepat, berharap rasa pahit akan segera menghilang.

Namun sesuatu hal aneh terjadi pada tubuhnya. Sensasi hangat pada tubuhnya membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Apakah ini efek dari minuman tadi? Apakah ia mabuk? Beribu pertanyaan berputar dalam kepalanya, ingin tahu apa yang sedang ia alami saat ini. Tubuhnya yang terhuyung tanpa arah menabrak sebuah bidang.

Dada milik pria lain di hadapannya.

Tay Tawan.

Rekan satu kantornya yang tidak terlalu akrab. Mereka beda divisi, karena itu New tidak terlalu mengenalnya. New rasa, Tay juga mungkin tidak pernah mengenalnya.

"Tay? Ke—kenapa panas sekali?" sebuah gumaman lolos dari mulut New. matanya terpejam erat, ia menggigit bibir bawahnya sendiri seolah menahan sesuatu. Dan hal ini membuat Tay terdiam bingung akan reaksi New.

"Kau New, kan? Dari divisi Product?"

"Aku...aku merasa panas... ahh...."

Tay akhirnya menyadari jika New tengah mabuk. Ia menahan tubuh New yang hendak merosot ke lantai dengan memeluk pinggang pemuda berkulit putih di hadapannya.

"Kalau begitu, pergilah ke kamar mandi basuh wajahmu. Mungkin itu akan mendinginkanmu."

Bukan, bukan panas seperti itu yang New rasakan. New menggeleng, tangannya mencengkram kain pakaian Tay, membuatnya kusut. Kelopak mata yang sepenuhnya selalu terbuka kini memperlihatkan bola mata sayu, nafas yang biasanya tenang justru terengah-engah, New tampak resah, tidak bisa menenangkan tubuhnya.

"Tay..."

Jelas dalam ingatan Tay, New memiliki suara berat yang tegas ketika rapat divisi, namun kini yang datang ketelinganya justru suara erangan dan desahan, seperti memohon padanya. Kalau seperti ini... Tay Tawan pun tak akan mampu menolaknya, kan?

"Ada apa, New?" sebenarnya, Tay paham betul jika rona merah di wajah New, serta mata yang sayu itu karena mabuk. Tapi bagaimana dengan tubuh yang menggeliat tak karuan, menempel pada dada Tay, menggesek sesuatu yang tidak seharusnya New sentuh?

"Aku ingin... Tay..."

New tidak mengerti apa yang ia inginkan sebenarnya. Tapi mulutnya bergerak di luar batas kemampuannya.

Emergency MarriageWhere stories live. Discover now