02. Never Be Good Enough

4 2 1
                                    

⚠️cw// harsh word, self harming, suicidal thought.

Selamat membaca~

“Proposal pengajuan pensi udah dibuat, Na?” tanya Hanif kepada Adena yang sedang sibuk berkutat dengan telepon genggamnya.

“Hah? Oh, udah kok. Tinggal di print, besok baru gue kasih ke Pak Wildan.” Hanif mengangguk mengerti.

“Ya udah kalau begitu. Jangan lupa nanti minta izin ke Miss Sherly untuk pake anak-anak English Club buat pentasnya. Biar nanti setelah proposalnya di ACC kita langsung seleksi, dibantu sama divisi bahasa asing.” jelasnya lagi.

Bulan ini, OSIS memang sedang disibukan dengan kegiatannya yang lumayan banyak, karena sebentar lagi ujian semester. Dan mereka sepakat untuk mengadakan class meeting serta pentas seni setelah ujian semester. Karena itu juga sepertinya sudah menjadi tradisi setelah ujian semester ganjil.

Hanif selaku ketua umum OSIS pastinya menjadi pengurus yang paling sibuk karena ia harus memimpin dan memantau semua kegiatan yang dilaksanakan oleh seluruh pengurus OSIS lainnya. Belum lagi, ia juga harus membagi waktunya untuk belajar karena sebentar lagi ujian.

“Nif, besok libur aelah. Lo bisa belajar besok. Sekarang lagi jamkos, mending lo ngobrol sama yang lain daripada baca buku terus.” Adena yang sadar akan temannya yang terus membuka buku daritadi menegurnya. Ya sebenarnya tidak salah Hanif belajar dari sekarang, tapi yang Adena katakan juga ada benarnya.

“Tanggung, Na. Satu bab lagi belum gue pelajarin, takutnya lupa. Besok nggak bakal sempat belajar, ada perlu diluar.”

Adena menghela nafas kasar. Ia sebenarnya sudah hafal sekali, tidak ada gunanya ia menghentikan Hanif belajar. Karena temannya itu bisa dikatakan sebagai orang yang maniak belajar. Apalagi jika sudah mendekati ujian begini.

“Ya udah deh, terserah lo. Tapi inget, jangan over. Nanti lo ngedrop lagi masuk rumah sakit dah. Otak lo panas gara-gara kebanyakan belajar. Kalau lo udah belajar ya udah, percaya sama diri lo sendiri kalau lo bisa ngerjain soal.”

“Astaga iya, Na. Udah berkali-kali lo bilang begitu ke gue. Bawel banget.” Adena terkekeh pelan.

“Nih yupi, sisa kembalian gue jajan tadi.” Adena menaruh beberapa permen yupi di atas buku Hanif.

“Tumben ngasih, biasanya lo pelit. Hehe, thanks ya.” Adena mengangguk lalu pergi begitu saja dari hadapan Hanif.

• • •

Ujian telah selesai, hari ini adalah jadwal untuk mengambil nilai raport setelah pulang sekolah nanti. Demi apapun, hal ini adalah hal yang paling dibenci oleh Hanif.

Hanif menggeser layar handphone nya yang berdering, lalu menempelkannya di telinga.

“Halo Pa–”

“Kamu sudah pulang?”

“Sudah, sebentar lagi bel pulang.”

“Biar Papa yang jemput, sekalian ambil raport kamu.”

Belum saja dijawab, jaringan telepon sudah diputus secara sepihak dari sebrang sana.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 20, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

"𝗔𝘀𝗮"Where stories live. Discover now