8. Si Impulsif

6.8K 690 1
                                    


PERASAANNYA sudah tidak karuan ketika setelah selesai menjemput Emily dan Ikal, Emil memutar mobilnya berlawanan arah dengan jalan pulang ke rumah mereka. Dan ternyata, rumah sakit adalah tujuan Emil. Tika tertipu. 

What the.... 

"Aku bilang juga apa, lututku baik-baik aja. Kata dokter cuma memar. Tinggal dikasih salep. Abang kenapa, sih? Kok jadi berlebihan gini?" geram Tika setengah berbisik. Ia terpaksa memelankan suaranya karena Emily sedang tidur di pangkuannya. Jangan lupakan Ikal yang juga tidur di kursi belakang, soalnya Ikal habis latihan basket dan dia sangat kecapekan.

"Abang nggak tenang. Kamu begitu karena berusaha menyelamatkan Galih. Bagaimana mungkin Abang bisa santai?"

"Aku tahu, tapi aku nggak anak kecil lagi, Bang. Aku bukan anak SD yang mesti dikawal ke mana aku pergi. Aku bisa memutuskan apa yang terbaik untuk aku," jawab Tika memelas.

"Tapi di mata Abang, kamu masih terlihat seperti anak SD dengan kuncir dua dan makan es lilin pas pulang sekolah." Emil melirik jahil ke kirinya.

Tika tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Dan apa balasan Emil? Sebuah senyum legendaris: senyum Pepsodent.

"Abang!"

"Iya, iya, maaf."

"Bang, aku tuh udah 28, ya!" 

Kekehan Emil membahana di tengah kemacetan aspal ibukota. "Abang paham, Dek. Baiklah, Abang minta maaf kalau Abang berlebihan. Okay?"

"Emang iya," celetuk Tika tak sabaran. Emil memutar bola matanya.

"Kartika Larasati Akmal, maafin Abang." 

Ada sesuatu yang muncul di dadanya saat Emil mengucapkan namanya dengan lengkap dan ... lembut. 

Uugh, maafnya langsung sampai ke hati. Heh otak, kamu nggak bisa filter apa? Gimana gue bisa marah kalau begini ceritanya?

Sebelum menjawab, Tika menggeretakkan gigi geliginya. "Iya dimaafin."

"Makasih, Tante Tika." Emil menyapu sekilas puncak kepala Tika. 

"Hm," gumam Tika menunduk. Oh Tuhan, untuk apa dia menunduk? 

"Abang tahu kok, kamu sudah dewasa. Abang hanya minta pengertian kamu atas kekhawatiran Abang," ucapnya tulus, tanpa nada bercanda kali ini. 

Yang bisa dilakukan Tika adalah ikut-ikutan memutar matanya samar dan membelai rambut Emily. Ia menghirup bau shampo khas bayi itu dalam-dalam demi mengendorkan syarafnya yang tegang. Berdebat dengan Emil kemungkinannya hanya satu. Siap kalah. Karena apapun argumen yang dilemparkan Tika, Emil akan membalasnya tanpa ampun dengan jawaban super masuk akal dan senyum Pepsodent.

Tapi Tika tidak mau kalah.

"Abang impulsif, tahu gak."

"Impulsif? Dari mananya, Dek?"

"Untuk semua tindakan Abang hari ini."

"Abang nggak impulsif, tuh. Semua tindakan Abang terencana dengan baik, asal kamu tahu," jawab Emil ringan sambil mengangkat bahu.

The Spark Between Us Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt