si lesung pipi

417 64 12
                                    

Tidak mendung, tidak pula hujan. Namun, cuaca pagi ini sangat dingin membuat bulu kuduk Jean merinding.

Di depan pagar rumah Jean, sudah ada Riki yang sedang membenarkan tatanan rambutnya. Banyak gaya sekali memang anak itu. Dengan memakai masker serta hoodie biru cerah yang membalut tubuh ringkihnya, Jean menghampiri Riki.

Sebenarnya, Jean tidak begitu menyukai warna mencolok seperti ini. Namun, Hoodie biru ini merupakan pemberian sang kekasih. Ditengah benteng tak kasat mata yang semakin memisahkan mereka berdua, yang bisa Jean lakukan hanyalah memakai barang-barang pemberian kekasihnya. Berharap dengan ini, Jean dapat mengurangi rasa rindu yang kian membuncah setiap waktu. Namun, mengapa malah rasa sesak yang semakin membelenggu?

Jean rindu Satya-nya. Sangat merindukannya.

"Nah, gini dong!"

Riki tersenyum bangga melihatnya.

Demi Tuhan. Riki sudah hampir berbusa mengingatkan Jean untuk mengenakan jaket atau hoodie ketika berangkat sekolah setiap pagi. Tapi, anak itu terlalu bermusuhan dengan pakaian-pakaian hangat seperti itu. Riki tidak tahu alasannya apa. Oleh karena itu, ketika hari ini Riki melihat Jean memakai pakaian yang selalu Riki sarankan, Riki merasa lega. Agaknya, Jean sudah mulai tersadar untuk lebih memperhatikan kesehatan diri. Begitu pikirnya.

Tanpa mengetahui bahwa Jean tengah menyembunyikan luka dibalik masker yang dikenakannya.

Tanpa menyadari keanehan Jean yang memakai kupluk hoodinya.

Jean sejatinya sadar, Riki belum mengenalnya terlalu jauh. Anak itu masih bisa ia kelabui dengan begitu mudahnya. Mengira jika yang ia ucapkan adalah kebenaran. Mengira jika yang ia lakukan adalah murni karena keinginan.

Bukannya merasa sedih, Jean malah senang. Riki hanya perlu tahu bahagianya saja. Dengan begitu, anak itu tidak akan terlalu mengkhawatirkannya.

•ᴥ•

"Minum?"

Jean memberikan botol minumnya kepada Riki dan langsung diambil alih dengan senang hati.

Hari ini tidak ada jadwal sama sekali. Sengaja. Kekosongan pembelajaran diadakan karena sekolah mereka menjadi tempat untuk pertandingan basket dengan sekolah sebelah. Katanya, untuk mempererat tali silaturahmi. Padahal aslinya, pertemuan ini membuat kedua kubu semakin memanas. Sang tuan rumah tidak ingin kalah. Begitupun tim lawan. Harga diri menjadi faktor utama mengapa kekalahan begitu dihindari walaupun tidak ada piala atau imbalan apapun untuk sang pemenang nanti.

"Sean mana?"

Riki bertanya karena tidak melihat Sean. Sejak permainan dimulai hingga sekarang, presentasi Sean tak ia temukan.

"Di UKS. Tidur." jawab Jean seadanya.

"Lo gak ikut?"

Jean menggeleng, "mau liat kapten ganteng, mhehe."

"Huha hehe huha hehe"

"Mhehe"

Riki mendelik. Jean kalau mode usil tengilnya dapet juga. Bikin emosi iya, gemes juga iya. Untung aja tanding-tandingan basketnya sudah selesai. Lebih tepatnya, bagian dia-nya yang sudah selesai. Bagaimanapun juga, Riki masihlah junior. Sebagus apapun skill yang ia punya, pemain inti tak bisa ia kantongi begitu saja.

"Je, gue baru sadar muka lo pucet."

Ketika hendak meraba lehernya, dengan cepat pula Jean menahan tangan Riki. Menggenggam tangan itu dan meyakinkan jika ia baik-baik saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hiraeth | SungwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang