15

46.1K 4.6K 41
                                    


" Ayah cuman punya Raven! Gak boleh yang lain! "

Aura intimidasinya menguar seiring langkah kaki berwibawanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aura intimidasinya menguar seiring langkah kaki berwibawanya. Raut datar masih tetap mendominasi wajah rupawan.   Menghampiri Kai dengan Raven dalam dekapan. Arthur yang sudah mengetahui permasalahan langsung datang ke sekolah mereka. Kai menyerahkan tubuh Raven yang masih anteng tertidur.

" Aku akan pulang dengan Kei. " Arthur mengangguk sembari menepuk-nepuk pelan pantat Raven. Menerima tas bayi manisnya yang diserahkan oleh si bungsu.
Arthur berbalik pergi meninggalkan taman membawa Raven masuk ke dalam mobil.

" Apa anak mafia lebih menyeramkan dari pada orangtuanya? Mengapa bayiku takut melihat mereka? " tanya Arthur pada Feri yang sedang mengemudi. Membahas teman-teman Raven di sekolah tadi.

" Tuan Muda hanya belum menyesuaikan diri. Apalagi, kepribadiannya langsung menarik atensi. " jelas Feri dengan maksud mengatakan Raven adalah anak yang manja dan ceria. Berbanding terbalik dengan siswa di sana. Raven bergeliat mendusel-duselkan wajahnya di dada bidang Arthur.

" Sudah makan siang ? " Arthur menyingkap surainya lembut. Raven yang setengah sadar menggeleng polos memacu manik tajam Arthur spontan menghunusnya.

" Bukankah aku membawakanmu bekal? "
Suara bariton datar membuat Raven sadar kehadiran Arthur. Matanya terbuka sempurna menatap ayah.

" Ayah! " serunya hanya dibalas hening.

" Di mana bekalmu? " Arthur bertanya untuk kedua kalinya.

" Raven kenyang makan biskuit sama su--su. " bocah dunguk ini menutup mulutnya tak percaya. Baru sadar jika biskuit tak ada dalam daftar bekalnya.

" Aku tidak ingat, pernah mengizinkan pelayan membawakanmu camilan. " menuruni Raven dari pangkuan agar duduk di sampingnya. Tangannya menyambar kasar tas ransel Raven. Membuka resleting tas itu dengan paksaan mengabaikan jemari kecil Raven yang setia mencengkram.

" Ayah, Ayah, tunggu, Raven gak maksud gitu. " gelagapnya. Arthur melihat jumlah camilan yang melewati batas konsumsi bayi besarnya. Rahangnya mengeras, meremas satu bungkus biskuit baru hingga hancur dengan halusnya.

" Dari mana kau mendapatkan ini semua? Lemari hanya bisa dibuka dengan sidik jariku, kecuali-- " sang dominan melayangkan tatapan pedang, sukses membuat Raven bergetar ketakutan.

" Kau memaksa Feri yang memiliki kartuku. " kelincinya terpojok dengan anggukan brutal berakhir mengakui kesalahan. 

" Raven bawa itu biar makan sama teman-teman. Tapi, tapi mereka gak suka sama Raven, jadi Raven makan sendirian, empat biskuit sama satu susu, biskuitnya gak semua Raven abisin kok..." jelasnya dengan suara bergetar hendak menumpahkan air mata. Jarinya menunjukkan berapa biskuit dan susu yang telah dihabiskannya.

" Tanpa izin dariku kau berani mengambilnya? " sarkasnya mencengkram dagu Raven. Bocah itu terlonjak kaget dengan perlakuan kasar Arthur untuk pertama kalinya.

RAVEN [ ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang