PD-Kedua

169 3 0
                                    


Tok.

Tok.

"Rani bangun!"panggil Reza.

Ceklek.

Reza menatap adiknya yang sudah berpakaian rapi, siap untuk ke sekolah. Tidak biasanya, Reza menatap arlojinya, masih pukul 06:12 pagi.

Rani berjalan melewati Reza begitu saja. Hembusan nafas panjang terdengar jelas dari Reza, tidak biasanya Rani marah selama ini. Dengan perasaan sabar, Reza menyusul Rani.

"Praktek apa?"tanya Reza saat di meja makan, Rani menatap Reza sebentar lalu menyuap makanan ke dalam mulut seperti tidak niat untuk menjawab. Reza hanya bisa mengangguk paham.

"Abang deluan." Reza berdiri dari duduknya meninggalkan meja makan, melihat itu Rani mengunyah makanannya kesal.

"Dasar es kutub."Kesalnya dengan mood yang tidak baik. Rani membulatkan matanya lebar, saat mengingatkan sesuatu. Dengan cepat ia menyudahi makannya dan minum dengan tidak teratur.

"Bang Eja!!"panggilnya sambil berlari menyusul kakaknya.

Rani berhenti berlari saat melihat sang Abang duduk sambil membaca buku dengan wajah yang datar. Reza menatap Rani dengan alis yang terangkat sebelah. Rani mengatur nafasnya yang memburu, lalu berjalan mendekati Reza.

Reza menutup bukunya saat Rani duduk di sampingnya. "Sudah makan?"tanyanya. Rani menggeleng kecil. "Aku pikir bang Reza sudah pergi,"ucapnya jujur. Reza tersenyum tipis.

"Habiskan sarapanmu,"Reza bangun dari duduknya dan berjalan ke arah kamarnya. Rani menggembungkan pipinya, lalu kembali berjalan ke arah dapur.

***

Reza baru saja memarkirkan mobilnya, di parkiran yang sudah tersedia di rumah sakit. Ia baru saja mendapatkan telpon untuk kerumah sakit segera, karena ada beberapa konflik. Hari ini sebenarnya ia jadwal malam, tapi keluar dari dugaan ia harus ke rumah sakit.

Reza berjalan ke arah ruangannya. Sampai di ruangannya, ia meletakkan tasnya dan duduk.

Tok.

Tok

Reza menatap pintunya yang terketuk.

"Masuk." Perintahnya.

Terdengar suara dorongan pintu dari luar, Reza menatap siapa yang datang. Dokter perempuan itu tersenyum penuh harap padanya, dia dokter Ai. Salah satu dokter muda yang cantik di rumah sakit Pelita Mekar, yang ada di Garut.

"Selamat pagi Mas pacar." Dokter cantik itu terkekeh kecil, Reza hanya bergeming menatapnya.

"Dokter, maaf mengganggu waktu istirahatmu yang seharusnya pagi ini kau bisa tidur bebas di rumah." Dokter Ai tersenyum masam, lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Reza secara langsung.

Reza hanya bergeming. "Kau taukan tentang, bantuan medis desa yang rumah sakit kita program?"tanya Ai. Reza mengangguk biasa. Ai menghembuskan nafasnya gusar.

"Kau tahu sendiri, kegiatan itu berlangsung 4 hari."

"Tapi kendalanya aku tidak bisa."Ai meremas pulpennya kuat. Reza bergeming menatap semua pergerakan dokter perempuan yang ada di depannya, dari rawut wajah, kegelisahannya, semua tampak jelas di matanya.

"Kenapa?"tanya Reza akhirnya, Ai tidak tersinggung. Ai satu-satunya orang yang ada di rumah sakit yang bisa paham bagaimana Reza. Bagaimana tidak, mereka berdua memiliki hubungan khusus.

"Gantiin aku Ja,"Ai memegang tangan Reza memohon. Ia menundukkan kepalanya pada meja, membuat dahinya bersentuhan dengan meja. Reza tak heran, dokter cantik itu bersikap tidak dewasa padanya. Bahkan Reza sudah menganggap hal itu biasa di lakukan di depannya.

Pak Dokter (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang