Prolog

871 84 19
                                    

.

Aroma kue yang baru diangkat dari panggangan menyeruak dari arah dapur hingga dua remaja yang sedang duduk bersila di ruang santai sambil memainkan boneka saling pandang, keduanya lantas kompak terkikik pelan hingga kucir apple mereka bergoyang pelan.

Tak berapa lama seorang wanita berambut ikal dengan lesung pipit manis masuk sambil membawa sepiring cookies. Dari aromanya sudah terbayang rasanya pasti menakjubkan.

"Mom..."seru si rambut pirang sambil berdiri, boneka beruang miliknya ia lempar ke karpet.

"Mom sudah buatkan cookies sesuai permintaan kalian,"Wanita itu meletakkan piring diatas meja, lalu ikut duduk di atas karpet bulu tebal yang digelar di sepanjang lantai ruangan.

Si rambut pirang yang tadi berdiri kini kembali duduk, mengapit sang ibu bersama kembarannya.

Sekilas orang tak akan menyangka bahwa mereka kembar, karena wajah keduanya kurang identik, ditambah perbedaan warna rambut yang mencolok.

Sang kakak mewarnai rambutnya menjadi pirang, sementara sang adik menyukai warna rambut aslinya, hitam legam.

"Oh ya dimana hyung kalian? dari tadi mom tak melihatnya,"baru tersadar bahwa si tertua tak terlihat sejak pagi, wanita itu reflek memandang ke jendela besar yang berembun karena cuaca dingin, terlebih ramalan cuaca bilang sore ini salju akan turun.

"Juan hyung? Oh... hyung di perpustakaan belakang sejak pagi buta, sepertinya dia begadang lagi,"jawab si rambut pirang antusias. Matanya menyipit seolah tenggelam saat bibirnya tersenyum lebar.

Wanita itu menghela nafas pelan lalu menggerutu kecil,"Dulu waktu Kwangmin oppa suka menuntut, belajarnya setengah-setengah, sekarang jika tak dipaksa berhenti matanya tak mau lepas dari buku."

"Tapi mom juga begitu jika sudah sibuk di laboratorium,"sahut si bungsu lantas menatap sang kakak yang memandanginya,"Kalian berdua selalu seperti itu sampai lupa segalanya, lupa padaku, pada Juan hyung, bahkan menghiraukan dad."

"Adek juga sama saja ya jika sudah di depan komputer,"balas sang kakak tak terima,"Lihat kantung matamu, siapa yang minggu lalu mengurung diri di kamar tiga hari tiga malam sampai drop? Lalu siapa yang direpotkan? menyusahkan!"

Kening si bungsu otomatis mengerut tersinggung."Lain kali mom jangan suruh hyung merawatku, dia perhitungan."

"YAK!" Hampir saja si sulung melempar boneka beruang kesayangannya. Hadiah pertamanya yang sangat berharga.

Si ibu mendesah pelan, teringat repotnya waktu si bungsu sakit minggu lalu, sangat rewel dan tak mau lepas dari kembarannya, si kakak baru bisa bebas hanya saat saudaranya tidur.

"Sudah, jangan mulai!"Si ibu menegahi sebelum adu mulut semakin panas,"Kalian sudah 17 tahun tapi masih seperti anak kecil, Sebentar lagi juga berpisah, dari pada bertengkar harusnya menghabiskan waktu dengan baik."

Wajah si sulung yang sebelumnya sinis langsung berubah sendu, begitu juga adiknya yang  makin menduselkan wajah ke lengan ibunya.

Menyadari perubahan ekspresi anak-anaknya si ibu kembali menghela nafas,"Tidak papa, setelah satu tahun kalian bisa bertemu lagi, lagi pula kalian sendiri kan yang mengusulkan ide mengikuti program pertukaran pelajar."

Si kembar serempak mengangguk pelan, membuat si ibu menahan gemas. Mereka memang sering bertengkar karena hal-hal kecil tapi ikatan batin mereka sangat kuat, tanpa sadar sering bertingkah kompak seperti barusan.

Tangan si ibu terulur mengelus rambut halus sang kakak penuh sayang,"Barang-barangmu bagaimana kak? Sudah selesai packing?"

Si kakak mengangguk riang,"Semua yang mom tulis didaftar sudah kakak persiapkan."

The War : The Final of Throne Where stories live. Discover now