Bab 2 Pesona Sebatang Coklat

15 4 0
                                    

Konsentrasi Nissa saat merangkai bunga siang itu buyar ketika ponselnya berdering, nama Vania berkedip-kedip di layar. Rasa was-was menyusup di hati Nissa, biasanya Vania menelepon kalau lagi kepepet.

Sedikit malas, Nissa mengakat telepon.

"Hallo, assalamualaikum."

"Kum salam," balas Vania asal, kebiasaan yang tidak berubah. Nissa menahan kesal.

"Kamu ada kegiatan nanti sore, Nissa?" tanya Vania langsung.

Nissa mengernyit, berpikir sebentar, "Tumben kamu ingin tahu tentang kegiatanku, apa ada masalah?" Nissa balas bertanya.

Hembusan napas berlebihan  terdengar di seberang, "Aku ada undangan ulang tahun anak teman Mas Dwiki, acaranya jam tiga sore."

"Ooo…,” ucap Nissa, hanya setengah mendengarkan karena fokus kepada mawar yang sedang dirangkai.

"Aku tidak bisa datang, Nissa. Jadwalnya bertepatan dengan pemotretan."

"Ya, sudah. Tidak usah datang."

"Tidak enak sama Mas Dwiki."

"Hmm... tambahin  Ajinomoto saja biar tambah enak."

"Nissaaaaa... ""

Tawa Nissa terurai, cukuplah untuk mencairkan suasana.

"Kamu bisa membantu aku, Nissa?" tanya Vania setelah tawa Nissa reda.

Nissa diam sejenak, mencoba memikirkan alasan untuk menolak. Pengalaman selama ini, setelah menolong Vania seringkali dia akan terimbas masalah. Pernah dia menemani Vania menemui pacarnya dulu, besoknya dia dilabrak seorang wanita yang mengaku istri laki-laki tersebut.

"Toko bungaku tak ada yang menjaga, Vania." Nissa mencoba beralasan.

"Si Ratih kemana, asisten toko kamu?" tanya Vania.

"Ratih, sepertinya dia.... Hmm, ada rencana lain, dia sudah izin tadi pagi.  Jadi, tidak bisa juga," jawab Nissa. Dia mengerjabkan mata, Dia tidak suka berbohong tapi kali ini harus dikerjakan untuk melindungi diri.

"Oh, begitu, ya?"Suara Vania terdengar kecewa. Sekarang aku meminta tolong ke siapa lagi?" Nissa menggigit bibir agar tidak terlena dengan taktik Vania yang mengharap belas kasihan.

"Apa tidak ada teman yang lain, Vania?" Nissa mencoba memberi jalan keluar. "Temanmu, kan, bukan aku saja."

"Iya, tetapi tidak ada sebaik kamu," sahut Vania ketus

Nissa menghela napas, 'Iya, memang tidak ada sebaik aku, teman yang bisa kamu kadal-kadalin', kata Nissa di dalam hati.

"Nissa, please... tolong aku, sekaliiii... ini saja. Setelah ini aku tak akan merepotkan kamu lagi," lanjut Vania dengan nada memohon.

Nissa merutuk dalam hati, 'sesuatu hal yang tak mungkin terjadi, kamu tidak akan merepotkan aku, Vania. Aku mengenalmu bukan kemarin sore.'

"Aku tidak bisa, Vania. Toko tidak bisa ditinggal." Nissa mencoba bertahan.

"Aku akan mengganti berapa kerugian yang kamu alami selama meninggalkan toko."

Apa! Mata Nissa terbelalak mendengar perkataan Vania barusan. Sombong sekali dia, menganggap remeh. Mentang-mentang duit tinggal gesek, semua bisa dibeli. Nissa mencekram ponselnya dengan geram.

"Vania, maaf, ini bukan masalah untung rugi, tapi... ?"

"Kenapa, sih, Niss, kamu sekarang tidak mau menolong aku lagi. Kamu lupa, ya, dengan jasa-jasa yang pernah aku berikan. Ingat lho, kalau tak ada aku, kamu belum tentu jadi seperti ini," potong Vania ketus.

Cinta Yang TergantikanWhere stories live. Discover now