Fyi:
•• for Hermione
= For Draco=•=•=•=
Sebuah meja dengan papan catur sihir di atasnya membuat Draco seperti lupa dimana ia berpijak. Cowok itu terlalu serius dengan permainannya, atau setidaknya ia berusaha serius dan fokus karena sejak tadi lawannya, Theo, tidak berhenti berkicau.
"Kau, yang di sisi kuda," ujarnya menunjuk salah satu bidak catur, "Hei, botak! Kau dengar tidak?! Pergi ke kanan sang raja!" Kesalnya karena bidak catur itu tidak terlalu mematuhinya sementara Blaise dan Theo sibuk menahan tawa melihat Draco ditentang oleh bidaknya.
"Aku tidak mau kesana. Mentri itu bisa mendapatkan ku."
Draco menggeram dengan wajah datar "memang itu tujuannya, dasar tolol. Kau itu harus melindungi raja mu."
"Draco dengan pasukannya," cibir Blaise.
"Diam kau, Blaise!"
Matanya menatap tajam pada bidak catur di meja. Benar-benar, mengapa bidak catur yang didapatkannya sangat menyebalkan seperti Theo?
"Dengar, kau itu pasukan ku, jadi kau harus mendengarkan perintahku. Sekarang, pergilah ke sisi raja!"
Bidak catur yang dimaksudkan hanya diam menatap ke arah depan, "kau selalu kalah. Aku tidak ingin di hancurkan terus menerus dengan tanpa hasil."
"Untuk itulah aku meminta mu maju ke sisi raja agar aku bisa memenangkan pertandingan ini!" Baiklah, Draco mulai kesal. Rasanya ia ingin melempar bidak itu ke dinding dengan keras hingga hancur berkeping-keping seperti hati para perempuan yang baru saja di campakkan oleh Theo.
"Uhuhuhu... Kau dengar, Theo? Dia bilang pertandingan."
Sementara Blaise dan Theo tertawa seperti kuda, ia hanya menatap datar kehidupan aneh yang berjarak satu meter dari tempatnya duduk. Maksudnya, Blaise, Theo dan bidak catur. Mengapa hidupnya dipenuhi orang— atau bukan orang, yang tolol dan idiot serta keras kepala? Itu menyusahkan.
Akhirnya, tanpa perlu membereskan papan permainan terkutuk itu, Draco langsung membuatnya hilang begitu saja dari meja.
"Aku tidak suka permainan itu," dengus nya menyandarkan punggung.
"Itu karena kau tidak bisa mengalahkan ku."
Bagus, ini akan menjadi hari membosankan lainnya. Apa yang harus ia lakukan untuk mengisi kekosongan ini? Ah... Senyumnya terbit saat sebuah nama terlintas dalam pikirannya.
"Follow me," ujarnya sambil berdiri kepada Theo dan Blaise yang menggerang tertahan.
Draco berjalan ke tangga menuju kamar anak laki-laki dengan senyum mengembang. Ia membuka pintu agak keras tanpa alasan jelas. Mungkin karena ia senang atas entah apa itu. Saat kakinya melangkah masuk ke dalam wilayah nya, ia langsung menghampiri meja belajar. Tangannya nampak sibuk sama seperti mata dan senyumnya mulai memudar disertai kerutan diantara alis.
Mengapa keadaan slalu membuatnya kesal?! Draco mendengus marah, berjalan ke arah luar wilayah nya, "BLAISE!"
"Argh! Damn it, kau idiot, Malfoy!" Pekik Blaise terkejut karena ia baru sajjaa akan berbelok ke arah wilayah teman nya itu saat Draco justru meneriakkan namanya tepat di wajah.
"Shut up, Theo!"
"Sorry, Blaise," ucapnya masih tertawa keras, "ini kejadian langka."
"Blaise dimana perkamen ku?" Tanya Draco mengabaikan kerasnya suara tawa Theo yang Demi-Kaos-Kaki-Filch sangat berlebihan. Mungkin setelah lulus dari Hogwarts, Draco bisa menyarankan pada orang tua Theo untuk mengirim anaknya ke ST. Mungo bagian kejiwaan.

YOU ARE READING
Amor Aeternus √
Fanfiction°° ORIGINAL PUBLISHED °° Start : 25 Desember 2021 Finish : 02 April 2022 __________________________ Draco berencana membuat Hermione menyukainya, agar ia bisa memastikan balasan dari apa yang ia rasakan. Dibantu dengan kedua temannya, Blaise dan T...