Really?

1K 146 12
                                    

Di suatu pagi yang terik, Haechan berlari terbirit-birit dari rumahnya menuju sekolah. Sungguh, salahkan alarm di kamarnya yang kehabisan baterai tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, itulah hal yang Haechan gerutukan dari tadi sampai sekarang. Namun naas, perlu diingat pula bahwa alarm tidak memiliki kemampuan ini, dan diketahui pula bila caci-maki Haechan percuma untuk diucapkan.

Akhirnya usaha berlari secepat kilat berbekal roti isi selai kacang di mulutnya, ia berhasil sampai di gerbang Star Music School dengan selamat sentosa berbekal teriakan pada Pak Satpam yang hampir menutup gerbang sempurna.

"Oi! Lain kali jangan terlambat lagi!" seru Pak Satpam pada Haechan yang melesat secepat kilat memasuki gedung sekolah.

Namun bukannya merasa bersalah atau apa, Haechan malah menjulurkan lidahnya, berhasil membuat Pak Satpam ingin sekali menendang Haechan ke sungai terdekat di sela-sela gelengan kepalanya.

Di sepanjang perjalanan, Haechan sangat sering menaikkan sebelah alis saat melewati lorong sekolah juga tak sengaja melihat ke arah pintu berbagai kelas yang berbeda. Bagaimana tidak? Jawaban dari Haechan sendiri, bukan pernyataan malah pertanyaan. Mengapa semua orang sibuk atau sempat-sempatnya membawa kado ke sekolah? Mungkin ia bisa memaklumi jika segelintir orang saja yang membawa benda penuh hiasan tersebut, tetapi mereka semua membawa kado! Untuk siapa pula?

Tak pikir panjang, ia langsung menarik pintu kelasnya dengan semangat tinggi.

"Selamat pagi semuanya~!" teriak Haechan seceria mungkin.

"Berisik!" bentak beberapa penghuni kelas itu keras.

Haechan manyun sembari berjalan gontai menuju bangkunya yang terletak di barisan ke empat dari kiri. Jujur, mau tak mau ia kembali menaikkan alis tinggi melihat lagi-lagi teman-teman sekelasnya membawa hadiah berwarna-warni. Penasaran sampai puncaknya, ia menepuk teman sebangkunya hingga pemuda bernama Jaemin yang ia tepuk menolehkan kepalanya.

"Yes?" ucap Jaemin merespon tepukkan Haechan.

"Kenapa semua orang di sekolah membawa kado? Memang yang ulang tahun siapa sih?!" kata Haechan mencurahkan rasa penasarannya pada salah satu sobatnya itu.

Jaemin memutar kedua mata sambil menghela napas.

"Kau tidak tahu ya sekarang tanggal 2 Agustus?" tanya Jaemin.

"Memangnya kenapa dengan tanggal itu?" ujar Haechan balik bertanya.

Jaemin menepuk jidat.

"Ulang tahun Tuan Muda, Chan. Anak dari penyumbang dana utama di sini sedang berulang tahun. Memang diwajibkan bagi seluruh murid untuk memberinya kado," ucap Jaemin lalu memposisikan bibirnya di telinga Haechan, "Padahal aku tahu semua kado itu pasti dibuang. Jujur saja ya, sebenarnya aku tidak sudi memberinya kado kalau saja tidak ada sanksinya," lanjutnya berbisik.

"Mwo?! Sanksi?! La-Lalu kau memberinya kado apa?"

"Sapu tangan murahan karena aku tahu pasti hanya dibuang. Jadi aku beri ini saja," jawab Jaemin menunjukkan kotak berbungkus kertas bercorak lilin ulang tahun, "Omong-omong, apa kadomu?"

Haechan sedikit tersentak, "Err... Ka-Kado?"

"Jangan bilang kau tidak mempersiapkan apapun, Haechan," kata Chenle—salah satu sahabat terakrab Haechan selain Jaemin—yang baru saja datang dan tidak sengaja mendengar percakapan Jaemin dan Haechan.

Haechan gelagapan, "Te-Tentu saja aku sudah menyiapkan kadonya!" sergahnya berbohong.

"Apa?" tanya Chenle dan Jaemin bebarengan.

"Po-Pokoknya kado dariku tidak akan bisa dia buang! Tunggu saja tanggal mainnya!" ucap Haechan percaya diri tinggi walau hatinya sedang dilanda panik berlebihan.

GiftWhere stories live. Discover now