Chapter 32

4.6K 366 34
                                    

17 Desember 2021

•••

Tak terasa, sudah dua minggu mereka jadi suami istri, dan hubungan berjalan normal selayaknya mereka memang pasangan, hanya saja masih ada jarak yang membatasi antar keduanya. Masih belum ada hubungan lebih intim, selayaknya percintaan suami istri, hanya makan bersama dan beberapa kegiatan sederhana lain. Lebih dari itu, masih tak dilaksanakan keduanya. Ada tembok yang perlu dikikis, tetapi mereka tak ingin menghancurkannya secara buru-buru.

Keysa dengan masih agak malu dan ragu sejauh itu, dan ia rasa Tyo tak keberatan karena pria itu tak memaksanya. Ia masih perlu belajar banyak soal takdirnya saat ini.

Sementara Tyo, jelas si pria dengan polosnya menunggu Keysa, ia tak ingin ada tekanan pada wanita itu hingga membiarkan dirinya masih suci tak tersentuh.

Setidaknya, Keysa tak jutek seperti dulu, ia cukup nyaman dengan itu.

Kini, keduanya sudah mulai bekerja masing-masing, Tyo menerima panggilan kuli bangunan di gedung, ikut bersama yang lain guna membuat atap di area parkir yang luas, sementara Keysa jelas masuk ke kantornya. Tyo bersyukur Keysa tak mempermasalahkan pekerjaannya saat ini, bahkan wanita itu bilang ... yang terpenting Tyo tak mencuri dan uang yang didapat halal serta cukup.

Dengan itu, Tyo janji akan menabung, menamatkan sekolah, mengasah skill-nya, dan bisa menafkahi Keysa dengan layak. Memang, Keysa punya penghasilan sendiri, tetapi Tyo ini suami ... ada tanggung jawab besar terhadap Keysa. Nafkah lahir dan batin. Pria itu akan giat, ia akan berusaha memantaskan diri, selalu.

"Eh, keknya saya kenal kamu!" kata seorang pria kala Tyo tengah beristirahat, pria itu duduk bersama teman-temannya untuk makan siang. Semua pasang mata di sana menoleh, termasuk Tyo, dan mereka menemukan pria berjas di sana.

Ia mungkin bekerja di kantor ini.

Tatapan matanya mengarah ... ke Tyo?

"Saya, Pak?" tanya Tyo memastikan, ia merubah gestur untuk berdiri agar terlihat sopan.

"Ya, saya ada di pernikahan kamu, kamu ... suaminya Keysa Gunawan? Kami partner kerja." Ia menyodorkan tangan ke Tyo, Tyo agak malu kala melihat keadaannya yang agak kotor, tetapi ia tak ingin dianggap sombong karena mungkin saja pria ini orang penting bagi Keysa.

Partner kerja, kan?

Tyo tersenyum, agak mengepak tangannya, dan menyalami balik. "Iya, Pak. Keysa istri saya. Salam kenal."

Pria itu balik tersenyum. "Ternyata kamu, ya." Tyo agak bingung dengan perkataan itu, tetapi ia hanya diam. "Ya udah, lanjut aja kalian ya." Pun pria itu pergi, tanpa permisi tanpa assalamuallaikum, bahkan tanpa Tyo tahu namanya siapa.

Mereka lupa berkenalan, lho.

"Weh, ada hubungan apa noh, lo sama Pak Fransisko?"

Namanya Pak Fransisko?

"Mm ... karyawan di sini?" tanya Tyo ragu-ragu.

"Lho, lo gak tahu, dia ini CEO di sini! Kurang ajar lho!" Tyo hanya bertanya, dia tak tahu soal itu, kedudukannya tinggi ternyata.

"Ma-maaf ...."

"Lo gak bilang-bilang lo udah nikah? Kapan? Sama siapa?" tanya mereka, tampaknya kabar angin tak bertiup merata karena ada saja yang tak tahu.

"Lho, kalian gak tau? Tyo kan udah nikah sama Keysa Gunawan. Makanya Pak Fransisko bilang partner kerja kan?" kata salah satu dari mereka. Eh ternyata ada yang tahu? Kenapa diam saja?

"Weh, lo tau dari mana?!" tanyanya heran.

"Kan tadi Pak Fransisko bilang." Oh, benar juga.

"Gila, Yo. Istri lo kerja apa? Kantoran? Kok lo kerja serabutan?" Tyo agak tersinggung dengan pertanyaan itu, sangat. Kalau ia dan Keysa disandingkan, memang saat ini di mata banyak manusia, tidaklah pantas.

Namun, waktu berputar, Tyo percaya, atas kuasa Tuhan padanya, dan dirinya akan berubah demi Keysa, jika tiga hal itu selalu Tyo lakukan: niat, doa, usaha, maka akan ada jalan dari-Nya. Bismillah ....

Tyo hanya diam seraya tersenyum. "Gue bakalan berjuang buat istri gue," kata Tyo penuh keyakinan.

Teman-temannya terlihat ragu sambil bertukar pandang, tetapi keraguan mereka bukan alasan untuk Tyo menyerah dan minder begitu saja. Mereka semua pun diam, dan melanjutkan makan siang masing-masing.

Sementara di tempat kerja Keysa, terlihat pada karyawan agak terkejut melihat penampilan baru wanita itu. Tetap modis, tetapi pakaiannya lebih lebar dan tertutup, berhijab, tetapi hanya sebentar karena mereka dulu pun pernah melihat Keysa dengan penampilan begini. Tertutup. Banyak yang bahagia akan hal itu, Keysa kembali ke jalannya setelah menikah.

Keysa memang sudah mulai merubah penampilan seperti ini, semata-mata untuk dirinya sendiri, dan iman kepada-Nya.

Tuturnya pun ia perhalus, walau masih ada nada ketegasan di sana, wanita itu tampak berseri-seri di mata karyawannya. Semua pekerjaan berjalan begitu lancar, tak ayal semua jadi bahagia, terlebih kini Keysa juga ikut salat bersama karyawan di ruangan khusus salat di kantornya.

"Bu Keysa banyak berubah, ya. Apa suaminya yang nuntun ke jalan bener?" tanya salah satu karyawan, mulai bergosip bersama yang lain.

"Keknya sih gitu, denger-denger suaminya emang soleh juga. Temanku tinggal di gang deket mereka bilang setiap Subuh pasti ke mesjid. Dan mereka lumayan mesra."

"Alhamdulillah ya, Bu Keysa dapat pria baik-baik. Walau yah ... penuh kekurangan."

"Kekurangan begitu masih bisa ditangani, lho. Jangan suka ghibahin orang! Udah, bahagia aja Bu Keysa bahagia, jangan banyak omongan gak penting! Sana balik kerja!" Dan ghibahan pun diakhiri mereka, mereka bubar tanpa menyadari tak jauh dari mereka ada Keysa yang berdiri di balik tembok.

Wanita itu hanya menghela napas panjang, terserahlah mereka mau bilang apa, tetapi memang Tyo membantunya untuk terus menuju ke jalan-Nya. Dan ia melakukannya dengan niat juga karena memang ingin berubah, itu hal baik. Tyo memang punya banyak kekurangan di mata mereka, tapi percakapan di akhir Keysa akui itu hal benar.

Toh, Tyo memang akan berusaha untuk itu.

Jadi, Keysa hanya diam dan berusaha tetap tenang, karena dia percaya Tuhan selalu memberikan hal terbaik pada umat-Nya.

Omong-omong soal Tyo, entah kenapa Keysa jadi merindukan suara Tyo. Jadi, wanita itu pun menuju kantor, mengangkat ponselnya, dan mulai menghubungi Tyo.

"Assalamuallaikum, Keysa." Suara Tyo yang halus terdengar.

"Waallaikumussalam." Dan setelah mendengar suara Tyo, entah kenapa dia bingung kenapa dia ingin menelepon Tyo selain kangen.

Tak ada kepentingan apa pun, lho.

Yah, Keysa memang semakin membuka hatinya pada Tyo walau masih dalam batasan tertentu.

"Udah sholat Zuhur?" tanya Keysa akhirnya, topik yang bagus menurutnya.

"Alhamdulillah, sudah, terima kasih udah mengingatkan, Sayang. Kamu sudah?" tanya Tyo balik.

Keysa mengangguk. "Iya, sudah dong." Keysa menjawab agak jutek, tetapi tak terlalu dipermasalahkan Tyo. "Ya udah, kalau gitu. Assalamuallaikum."

"Waallaikumussalam. Semangat kerjanya, Key."

"Kamu juga."

Panggilan pun dimatikan Keysa, dan Keysa agak menyesal karena tak bertanya banyak. Malah menutup percakapan tanpa pertanyaan bagaimana pekerjaannya atau hal lain, meski kemudian Keysa menghela napas panjang, pasrah.

Tyo sibuk, dia juga sibuk, jadi tak apalah.

Keduanya pun melanjutkan kegiatan hingga akhirnya saatnya pulang.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

CINTA ISTRIKU [B.U. Series - T]Where stories live. Discover now