13.2 [Finish]

311 56 73
                                    



"Aku bilang ini tanpa maksud bikin kamu jadi terbebani sama apa yang aku rasain. Perasaanku, urusan aku Ta. Tapi, kalau kamu mau percaya sekali lagi. Percaya sekali lagi sama aku yang sebodoh ini, boleh aku nepatin janji aku ke kamu, Ta?"

Atta merasakan panas dikedua matanya, lalu pandangannya mulai berkabut kemudian disusul airmata yang susah untuk dibendung. Ia menunduk lebih dalam, mencoba menyembunyikan airmata yang mulai melewati sudut matanya. Kedua telapak tangannya bertaut menahan sesak.

"Belum kok, belum tiga tahun. Baru dua tahun, 11 bulan dan tiga hari." Atta sudah mulai bisa meredam emosinya. Ia balas menatap Fajar. Masih ada titik airmata di sudut mata coklatnya.

"Jujur aku sempat nggak percaya seorang Fajar bisa lupa sama janjinya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jujur aku sempat nggak percaya seorang Fajar bisa lupa sama janjinya sendiri. Ngasih kepercayaan emang harusnya nggak segampang itu. Ya kan?" Keduanya saling tatap sejenak kemudian Atta menunduk lagi.

"Iya bener."

Keduanya serentak menoleh ke arah pintu masuk pantry.

"Menilai buku dari covernya itu memang ndak bisa." Adrian mendekat diikuti Wulan yang menatap Atta dan Fajar bergantian dengan pandangan cemas.

"Jadi beneran koen ya ternyata. Berarti kemarin itu aku ndak salah liat." Lanjut Adrian lagi. Wajahnya memerah menahan marah.

"Mas, kok iso disini?" Atta tampak cemas.

"Udah dua kali aku liat dia di parkiran waktu aku antar jemput Mbak Mu." Adrian tampak berusaha menahan marah hingga wajahnya memerah.

"Fajar emang lagi tugas sementara disini Mas." Jawab Atta.

"Koen pikir dia ada tugas disini itu kebetulan? Ndak ada yang namanya kebetulan." Lanjut Adrian yang membuat Atta dan Fajar makin kaget. Sebegitu tidak percayanya Adrian yang dulunya bahkan menitipkannya pada Fajar.

"Tapi, ndak apa - apa. Aku memang udah mau ngomong sama dia dari tiga tahun yang lalu." Adrian mendekati Fajar, membuat tangan Fajar berkeringat dingin. Ia bisa melihat kemarahan yang sudah lama menunggu untuk dilepaskan. "Nepatin janji koen bilang? Sekarang? Kemana koen kemarin hah? Koen nyasar kirim chat aja ndak pernah to?"

Fajar terdiam. Semua yang diucap Adrian tidak ada yang salah.

"Maaf, Mas. Tapi, saya sungguh - sungguh sama niat saya buat nepatin janji ke Atta." Lirih Fajar pelan.

Adrian mendengus sambil membuang muka.

"Saya tau saya salah. Saya cuma.. "
Kalimat Fajar diputus sebuah tamparan keras yang dilayangkan Adrian.

"Mas!" Teriak Atta.

"Dia pantas dapat lebih dari ini, ngerti koen!"
Setengah mati Adrian menahan agar suaranya tidak meninggi meskipun emosinya sudah memuncak. Dalam pikiran Adrian kembali terbayang Atta yang saat itu seperti orang linglung. Berbulan-bulan seperti layangan putus. Hatinya sakit karena alasan dibalik semua yang terjadi pada Atta saat itu adalah orang yang ia beri kepercayaan dengan penuh. Yang ia titipi amanat dengan tangannya sendiri.

[✔️] Infinity [YNWA AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang