BAGIAN 7

90 8 0
                                    

Kuntala sendiri tampak semakin sibuk. Dalam keadaan melakukan serangan, sebenarnya hatinya bertanya-tanya dalam hati mengapa lawan-lawannya yang sudah tewas sekarang tampak bergerak-gerak kembali? Apakah mereka dapat hidup lagi? Mengingat tempat terjadinya pertempuran di bawah pohon lebat tak tertembus sinar matahari.
"Rangga! Mereka hidup lagi!" teriak Kuntala, ketika melihat satu dua orang lawan yang telah menjadi mayat bangkit kembali.
"Jangan khawatir! Sekarang hari telah menjelang panas. Kau tebangilah pohon-pohon yang terdapat di sekeliling tempat ini. Biarkan aku yang membereskan mereka!" jawab Rangga keras.
Benar saja! Seketika Kuntala segera menebangi pohon-pohon di sekeliling tempat pertarungan. Sedangkan Rangga mulai saat itu mulai melepaskan pukulan-pukulan dahsyat.
"Heaaa...!" teriak Rangga seraya mengerahkan aji Bayu Bajra. Disertai teriakan keras menggelegak, Rangga tiba-tiba saja menghantam kedua tangannya ke arah lawan-lawannya. Dari telapak tangannya, seketika angin topan bergulung-gulung melesat.
Orang-orang berjubah kuning itu bagaikan daun-daun kering berpelantingan tersapu serangan Pendekar Rajawali Sakti. Jeritan keras pun mewarnai berjatuhnya beberapa sosok tubuh lawan. Mereka ada yang masih dapat bangkit berdiri, tetapi ada pula yang dalam keadaan sekarat.
Sementara itu Kuntala mulai berhasil menebang beberapa batang pohon, sehingga menimbulkan suara gemuruh memekakkan telinga. Ketika sinar matahari dapat menembus ke bawah, jeritan mengerikan pun terdengar di sana-sini. Mereka yang masih selamat berusaha mencari perlindungan di kelebatan daun pohon. Tetapi, Rangga tidak memberi kesempatan lagi.
"Hm.... Setelah matahari dapat menyinari kalian, aku tahu kawan-kawan kalian yang sudah mati tidak mungkin bisa hidup kembali. Hei, orang berjubah hitam! Kawanmu yang berjubah kuning hanya tinggal tiga orang lagi. Mereka bagian kawanku. Sedangkan kalian adalah bagianku...!" tantang Rangga.
"Kalian berdua akan menyesal karena telah membunuh pengikut-pengikut Ratu Alam Baka!" sahut orang berjubah hitam yang berbadan lebih jangkung.
"Jangan banyak bicara! Suruh keluar Ratu Alam Baka dan orang yang bernama Ki Sidarata!" tantang Rangga sengit.
"Kalian tidak layak memerintah kami! Huh...!" terdengar orang ini marah.
"Kuntala! Tiga monyet kuning itu bagianmu! Biarkan monyet lutung yang di depanku ini menjadi bagianku!" ujar Pendekar Rajawali Sakti, berusaha memanas‐manasi.
"Beres! Haiiit...!" teriak Kuntala. Setelah memutar pedangnya beberapa kali, Kuntala mengerahkan jurus Camar Menyambar Mematuk Ikan untuk menyerang.
Maka tentu saja lawan yang cuma tinggal tiga orang mulai pontang-panting mempertahankan diri. Sekarang mereka tidak dapat lagi mengembangkan permainan gada. Malah beberapa kejap setelah itu hanya main mundur menghindari tebasan pedang Kuntala.
"Hiyaaa...!" Kuntala tiba-tiba saja menerjang ke depan sambil mengibaskan pedangnya ke arah salah seorang yang berada di samping kiri. Orang berjubah kuning ini mencoba menghindari sambil menangkis dengan gada.
Trang!
"Heh...?!" Gada itu kontan terpental. Sedangkan pedang di tangan Kuntala terus meluncur. Dan....
Cresss!
"Aaakh...!" Salah seorang dari laki‐laki berjubah kuning menjerit tertahan. Tubuhnya terhuyung-huyung, lalu roboh dengan darah menyembur dari luka di bagian jantung.
Sementara itu, lawan yang dihadapi Rangga memang mempunyai ilmu olah kanuragan sedikit lebih tinggi dibandingkan mereka yang memakai jubah kuning. Tetapi, tampaknya Pendekar Rajawali Sakti tidak merasakan kesulitan. Ketika lawan-lawannya menerjang dengan tendangan dan pukulan yang terarah ke bagian lambung dan kepala, Rangga segera melakukan salto di udara. Begitu meluruk kembali tangannya bergerak mengibas dengan jurus Pukulan Maut Paruh Rajawali.
Prak! Prak! Prak!
"Aaa...!" Disertai jeritan keras ketiga laki‐laki itu terpelanting dengan kepala pecah terhantam telapak tangan yang membentuk paruh rajawali.
Pendekar Rajawali Sakti menarik napas dalam-dalam. Ketika matanya melirik, pada saat itu Kuntala sedang mengibaskan pedang ke bagian perut dan dada lawannya.
Cras! Cras!
"Aaa...!" Kedua laki-laki berjubah kuning itu terjengkang dengan isi perut terburai keluar. Mereka berkelojotan sebentar, lalu diam tak bergerak untuk selama-lamanya.
Trek!
Kuntala menghampiri Rangga, setelah menyarungkan pedangnya yang telah dibersihkan dengan baju pakaian salah seorang berjubah kuning. Dijabatnya tangan Rangga. Pendekar Rajawali Sakti merasa terheran-heran.
"Ada apa rupanya?" tanya Rangga.
"Aku hanya merasa senang, karena kita mampu membunuh pengikut-pengikut Ratu Alam Baka," jawab Kuntala.
"Simpanlah kegembiraanmu. Karena kita belum berhasil mendapatkan sasaran yang diinginkan!" ujar Rangga, tegas.
"Lalu bagaimana?"
"Kita harus mencari mereka. Mudah-mudahan, mereka masih berada di sekitar tempat ini," kata Rangga.
Dan mereka pun segera menelusuri jejak Ratu Alam Baka. Namun setelah mencari-cari ke seluruh tepian hutan, tidak terlihat tanda-tanda Ratu Alam Baka bersembunyi di sekitar tempat itu.
"Induk ayam tidak pernah jauh dari anak-anaknya,"desis Rangga.
"Apa maksudnya?" tanya Kuntala.
"Maksudku, mustahil pengikut-pengikutnya terpisah jauh dari pimpinan mereka," jelas Rangga.
"Tetapi kita tidak menemukannya. Lebih baik kita cari di tempat lain!" saran Kuntala.
Pendekar Rajawali Sakti memang merasa tidak ada gunanya bertahan di situ lebih lama lagi. Sehingga mereka segera pergi meninggalkan tempat Ini.

199. Pendekar Rajawali Sakti : Ratu Alam BakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang