8. Pergi

1.8K 211 66
                                    

Prang..

Nyaringnya bunyi guci yang menghantam lantai mengalahkan suara hujan dan angin kencang di luar sana, menambah malam penuh ketegangan di kediaman Suh. Benda itu kini tak berbentuk, bagaikan hati kedua insan yang saling berhadapan itu. Guci yang bertahun-tahun menghiasi sudut ruang tamu kini hancur berkeping-keping selayaknya hubungan antara pasangan suami-istri itu.

Johnny dan Yuta.

Dua orang itu saling berhadapan satu sama lain dengan keadaan yang sama-sama kacau. Yuta berdiri di sana menatap tajam pada suaminya dengan mata bengkaknya. Tubuh pria itu bergetar hebat. Gigi-giginya yang bergemeletuk. Kedua tangannya mengepal erat hingga Ia bisa merasakan kuku-kunya sendiri menancap kuat di telapak tangan. Yuta telah diselimuti kabut amarah yang siap menyerang Johnny untuk ke sekian kalinya.

Sedangkan Johnny, dia hanya diam dengan air mata yang membasahi wajahnya yang berhiaskan luka dan lebam karena serangan Yuta. Rasa nyeri di sekujur tubuhnya -akibat benturan dengan lantai atau meja- tak Ia hiraukan sama sekali. Lagipula Ia pantas mendapatkannya. Dibandingkan dengan rasa sakit yang dialami Yuta saat ini, jelas itu bukan apa-apa. Dia telah menyakiti istrinya teramat dalam. Kalaupun Yuta ingin memotong satu lengannya, Johnny akan menerima. Karena nyatanya semua memang berawal darinya. Dari kesalahan Johnny sendiri.

"Tak cukup John?! TAK CUKUP KAU PUNYA ANAK DARINYA DAN SEKARANG KAU INGIN MENIKAHINYA?!" teriak Yuta dengan suara seraknya akibat menangis seharian.

Beruntungnya hanya ada mereka berdua di rumah. Yuta telah memerintahkan Bibi Kim untuk membawa Jaemin menginap di rumah mertuanya. Yuta tahu sisa hari tak akan berjalan dengan damai. Jadi, lebih baik anak itu mengungsi di tempat lain terlebih dahulu.

"Yuta.. Aku harus bertanggung jawab pada anak-anak itu." lirih Johnny.

"ada banyak cara lain untuk bertanggung jawab pada mereka tanpa pernikahan, John. Kau.. Aku akan tetap memperbolehkanmu mengunjungi mereka secara rutin. Aku akan mencoba mengerti jika kau ingin menghabiskan sebagian waktu dengan mereka--

"Yuta, bukan itu masalahnya-

"LALU APA?!" Yuta menjambak rambutnya sendiri. Jujur, Ia sudah sangat lelah. Ini hampir tengah malam dan pertengkaran ini tak kunjung usai... Atau mungkin tak akan pernah usai.

"Haechan segera masuk TK dan bayinya segera lahir. Mereka memerlukan status yang jelas. Aku telah memikirkan semuanya matang-matang.." Johnny berjalan mendekati Yuta. Ia meraih tangan istrinya dan berlutut di lantai. "aku mohon, izinkan aku menikahi Ten."

"jika memang itu karena status, dengan kekuasaanmu yang besar itu harusnya kau bisa mendaftarkan nama anakmu di pemerintahan tanpa menikahi ibunya. Kau bisa melakukan itu." suara Yuta memelan. Ia menatap pria di hadapannya dengan pandangan lelah.

"Aku tidak bisa, Yu. Tolong mengertilah.."

Yuta memalingkan wajah saat Johnny menatapnya sendu. Tidak. Tolong jangan buat Yuta semakin lemah dengan tatapanmu, Suh. Jangan tunjukkan kesakitanmu pada Yuta di saat seperti ini. Karena dia lemah akan hal itu. Dia lemah jika tentangmu.

"Dari sekian banyak bentuk pertanggungjawaban, yang kau inginkan adalah pernikahan. Status anak-anak itu bukanlah alasan bagimu, tapi laki-laki itu sendiri." Yuta melemparkan pandangannya pada jendela yang memberikan pemandangan derasnya rintik air yang jatuh membasahi bumi, enggan untuk menatap suaminya, "Kau mencintainya, John."

Hati Johnny mencelos saat mendengar kalimat terakhir istrinya yang diucapkan dengan suara lirih dan bergetar. Ia tak bisa menyangkal jika Ia juga memiliki rasa pada Ten. Tapi jika mendengar pernyataan itu dari mulut Yuta, rasanya sungguh menyakitkan. Entah kebodohan macam apa ini. Ia tak bisa melihat Yuta merasa sakit. Tapi Ia pun menjadi alasan terbesar kesakitan yang dirasakan Yuta.

Petrichor [JohnYu]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon