Gila + Harapan

169 41 1
                                    

Happy reading





Zweitson

Aku terbangun dan ku lihat ke sekelilingku, tempat ini sangat asing bagi ku, Dimana ini? Suara langkah kaki dapat kudengar dari kejauhan, seperti suara orang yang tengah berlari kencang dengan nafas terengah-engah.

"Ayo,"

Aku tertegun seketika disaat sosok yang tengah berlari itu melintas tepat di hadapanku, dua sosok yang  amat ku kenali dan satu sosok yang tampak asing bagiku. Sosok Fenly adalah yang dapat ku kenali dengan jelas dan satu sosok lainnya yang amat ku kenal adalah... Diriku sendiri, Zweitson.

Apa ini? Apa aku bermimpi, bagaimana bisa aku berada di sana sedangkan saat ini aku masih berdiri terpaku menatap Fenly dan diriku yang lain tengah berlari tak tentu arah.

Kakiku mulai bergerak dan dengan cepat mengejar sosok yang baru saja melewati ku, hingga akhirnya dapat ku lihat ketiga sosok itu yang tampak tengah bersembunyi di balik pepohonan.

"Son, jangan lari lagi... Jalan lo masih panjang," ucap Fenly pada sosok diriku yang berbeda didekatnya.

Ia hanya menatap Fenly dengan ekspresi datar dan berbalik dengan langkah cepat ia berjalan menuju ke arahku, hingga akhirnya ia berada tepat di hadapanku. Sungguh aneh rasanya untuk membayangkan sosok yang menatapku saat ini adalah diriku sendiri.

Byur....

Ia mendorongku dengan sangat kuat dan entah apa lagi yang terjadi saat ini karena sekarang aku hanya dapat merasakan Dingin dan juga pengap, hingga akhirnya ku sadari bahwa saat ini aku tengah berada di dalam sebuah sumur dengan air yang cukup keruh.

"Ampun... Hiks, bang... Bang Shan, TOLONG!" Suara ini... Suara yang tak asing di telingaku.

BYUR...

Air di sekitarku kembali bergerak menggelombang dan warna air pun mulai berubah kemerahan, hingga akhirnya sesuatu yang terlempar tadi mulai mengambang ke permukaan dan menampakkan wujudnya yang lantas membuatku berteriak sekencang yang kubisa.

"Son... Tolong gue, sakit banget Son,"

Benda itu, ah bukan lebih tepatnya hal yang terlempar tadi adalah... Sosok Fiki tanpa bagian badan dari leher ke bawah, hanya kepalanya saja yang menemaniku saat ini. Sungguh demi apapun rasanya seperti ingin mati saja, daripada terus menerus merasa takut seperti saat ini.

"Please jangan ganggu gue," pintaku yang berusaha sebisa mungkin untuk menjauh darinya di tempat sesempit ini.

"Kenapa lo takut? Lo kan juga udah mati... Son," ucap Fiki yang langsung membuatku mematung seketika, ingatanku kembali dimalam itu dimana aku berlari dan tertabrak oleh mobil yang melintas.

Tidak mungkin, aku belum mati... Aku tidak mau mati

"Gak... Gak mungkin... Gue belum mati... GUE GAK MAU MATI,"



Fajri

Aku berlarian di koridor rumah sakit yang cukup panjang ini, pagi tadi akhirnya setelah tiga hari aku mendapat kabar bahwa Soni sudah sadar. Rasa bahagia dan syukur terus ku ucapkan di sepanjang langkahku hingga akhirnya dapat ku lihat kerumunan orang berada di luar ruang rawatnya.

BLACK DOOR ✅Where stories live. Discover now