PDS 38

9.3K 1.2K 83
                                    

Hi guys!!!

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian!

Happy reading!!!

***

Setelah menginap di rumah orangtua Aletta, kini mereka berpamitan untuk pulang ke rumah baru mereka.

Reyfan memasukkan tiga koper milik istrinya ke dalam mobil, lalu menyusul sang istri yang sedang berbincang bersama keluarganya.

"Kamu jadi istri yang baik, ya? Turuti kata suami kamu. Kalau suami kamu bilang nggak, brarti ya nggak. Karna itu pasti demi kebaikan kamu. Mama sayang kamu." Risa mengecup pipi anaknya yang menahan tangis.

Hidung Aletta teramat merah, membuat gadis itu terlihat lucu di mata suaminya. Suara rengekan keluar dari bibirnya. "Abang!"

Meskipun kedua kakak beradek itu sering tak akur, namun yang namanya adek-kakak pasti selalu ada ikatan.

Laskar memeluk adeknya dengan erat. Begitupula dengan Aletta yang membalas pelukannya. Sangat tak rela rasanya ketika ia harus melepaskan saudara kandung satu-satunya. "Jaga diri yang baik. Nanti kalau suami lo nyakitin lo, lo bilang ke gue. Biar gue yang kasih pelajaran buat dia." Tatapan tajamnya ia berikan kepada sang saudara ipar.

Sang adek bergumam membalas, "Hm. Abang kalau mau cari calon istri harus kasih tau gue dulu, biar nanti gue yang nilai," tutur Aletta. Cewek itu tak mau jika sang kakak mendapat calon istri yang tak baik bagi diri pria itu. Hal kedua yang mendasari adalah, karna dia hanya satu-satunya saudara yang ia punya.

"Dah, tuh suami lo panas lihat kita kayak gini." Laskar melepas pelukannya.

Reyfan bersalaman pada kedua mertuanya. Tadi wajahnya memang sempat memerah melihat sang istri berpelukan dengan pria lain. Tapi mau bagaimana lagi, kedua orang itu adalah sepasang saudara.

"Jaga Aletta ya, Fan?"

Dia tersenyum tipis membalas, "Pasti, Pa, pasti, Ma. Reyfan janji bakal jaga istri Reyfan. "

Laskar menepuk pelan pundaknya. Tatapan mengintimidasi masih dari cowok itu masih diterimanya. "Jaga adek gue. Awas aja lo bikin dia nangis, gue bakal bikin lo masuk rumah sakit."

Si pemilik pundak meluruhkan tangan dari pundaknya. "Pasti."

Mereka berdua memasuki mobil, dan Aletta melambaikan tangannya saat mobil yang dikendarainya bersama snag suami telah melaju meninggalkan pekarangan rumah keluarganya.

Sebenarnya rumah Reyfan; yang sekarang menjadi rumah mereka berjarak tak jauh dari rumah orangtua Aletta. Mungkin hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit saja guna menempuhnya. Namun, tetap saja Aletta merasa sedih. Sekarang dia bukan lagi gadis lajang yang bisa main kesana kemari dengan bebas. Ia bukan lagi gadis lajang yang bisa bangun tidur sesukanya. Sekarang kewajibannya berat, harus mengurusi semua kebutuhan suaminya.

Mengurangi beban pikiran, hembusan nafas Aletta keluarkan. Waktu ini isi otaknya adalah bagaimana cara bisa menjadi istri yang baik untuk sang suami kedepannya. Dia tak ingin membuat kedua orangtuanya kecewa, karna mereka berdua telah memberi kepercayaan kepada dirinya untuk menikah diusia muda.

Mengerti istrinya gelisah, Reyfan menggenggam tangan gadis itu. Dia tahu penyebab istrinya menjadi seperti ini. "Jangan takut, Yank! Kita hadapi berdua sama-sama, ya?"

"Iya, saya cuma gelisah aja, masih rada aneh rasanya kalau kita sudah nikah. "

"Aku tau kok. Nanti pasti juga bakalan terbiasa. Sama kayak bikin debay, nanti juga pasti kamu ngerasa biasa, atau mungkin malah kecanduan." Reyfan masih sempat-sempatnya menggoda sang istri.

Pak dosen sedeng [Telah Terbit]Where stories live. Discover now