16

238 24 13
                                    

Jiwoo menengadahkan kepalanya. Menatap langit pagi yang terlihat cerah dengan hamparan awan putih menggumpal dengan indah. Cahaya matahari pagi masih terasa hangat mengenai permukaan kulitnya. Kedua kakinya melangkah dengan gerakan santai karena jam masuk kerjanya masih cukup lama.

Sudah seminggu ini Jiwoo berangkat lebih pagi dari biasanya. Bukan karena ia tertidur lebih awal, justru karena sebaliknya. Gadis itu kesulitan untuk mendapatkan istirahat yang di butuhkannya. Ia jadi lebih sering terbangun di tengah malam. Di dalam kepalanya tak henti memikirkan pria yang kini kembali tak memberinya kabar setelah argumen keduanya terjadi. Hingga tak terasa dari langit yang tadinya masih gelap berubah kekuningan, hingga pada akhirnya terlihat kebiruan menandakan matahari sudah menggantikan bulan yang bertengger untuk memulai hari baru.

Jangan di tanya perihal bayangan hitam di bawah matanya. jiwoo sudah terlihat seperti mayat hidup jika ia tidak menutupinya dengan make-up.

Sesampainya di gedung kantornya, JIwoo langsung menuju lift. Tak perlu menyapa penjaga resepsionis karena presensinya belum hadir disana. Sembari menunggu, Jiwoo mengambil ponselnya dari saku celana. Menekan tombol kunci sehingga membuat layar ponselnya menyala.

Tak ada satu pun pesan atau telepon tak terjawab.

Jiwoo mengembuskan napasnya dengan keras dan kembali menyimpan ponselnya. Sialan memang. Sebenarnya apa yang ia harapkan dari pria seperti Jungkook? Demi Tuhan, pria itu sudah memorakporandakan hatinya tanpa ampun. Tapi kenapa Jiwoo masih saja mengharapkan pria itu akan mengerti dengan perasaannya?

Meskipun hatinya kini sedang berantakan dan juga kesal, tak mau terpungkiri bahwa Jiwoo sangat merindukannya. Merindukan wajahnya yang menggemaskan ketika sedang tertawa, suara beratnya, pelukan hangatnya dan presensinya yang selalu membuat Jiwoo merasa di butuhkan. Jiwoo memejamkan matanya. meneguk kembali pil pahit yang dinamakan kenyataan karena gadis itu tahu jika ia kembali di pertemukan oleh Jungkook, semuanya tidak akan sama lagi seperti dulu. Tidak. Tidak boleh.

Lift berdenting begitu sampai di lantai bagian keuangan berada. Masih dengan langkah santai, Jiwoo berjalan. Karena sudah di pastikan, ia adalah orang yang hadir paling pertama di ruangannya seperti hari-hari sebelumnya. Namun, begitu presensinya sudah dekat dengan ruangannya, prediksinya meleset begitu melihat seseorang sudah berada di dalam ruangannya dari balik pintu kaca. Orang itu sedang berdiri tepat di depan meja Jiwoo.

Chief Min Yoongi?

Jiwoo mengerutkan kening di sertai dengan langkahnya yang melambat ketika ia terus memperhatikan Yoongi dari balik pintu kaca. Menatapnya dengan tatapan bingung karena pria itu sedang berdiri di balik meja Jiwoo, bukan meja miliknya sendiri.

Karena posisi kubikel keduanya membelakangi pintu, Yoongi belum menyadari akan kehadiran sang puan yang kini sedang memperhatikan gerak-geriknya. Sebenarnya tidak ada yang mencurigakan, hanya Yoongi yang sedang berdiri di depan depan meja Jiwoo sembari mengantongi sebelah tangannya ke dalam saku celana dan menyimpan sesuatu ke atas mejanya dengan tangannya yang lain. Lalu pria itu terdiam. Menatap benda yang sudah berada di atas meja Jiwoo untuk beberapa sekon, lalu membenarkan posisi benda itu sebelum akhirnya Yoongi berjalan menjauh menuju pantry.

Karena penasaran, dengan gerakan cepat Jiwoo melangkah memasuki ruangan. Kerutan di keningnya mengendur setelah melihat benda apa yang baru saja atasannya simpan di meja.

Di sana, di atas mejanya terdapat sebungkus vitamin berwarna ungu yang sering kali Jiwoo dapatkan. Entah kenapa Jiwoo tidak terlalu terkejut setelah melihat siapa yang sering memberinya vitamin itu. Pasalnya ia pernah melihat Yoongi membeli vitamin yang sama disaat keduanya bertemu di mini market. Jiwoo sudah mulai curiga, namun ia terus menampiknya karena terasa sedikit aneh jika Yoongi yang memberinya vitamin.

DandelionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang