LSoBT ~ 29

289 37 25
                                    

Semesta yang membawanya bertemu dengan sosok cantik idamannya menjadi rasa syukur yang teramat besar. Masalah yang tadinya dia bawa dari rumah, kini seolah sirna dan berganti binar ceria karena keteduhan mata sang gadis. Jika sudah begini, maka rencananya yang ingin meminta bantuan pada sang sahabat, juga ikut sirna. Cukup dengan persetujuan sang gadis untuk berbincang berdua sebagai pengganti sang sahabat.

Hari ini, Bintang tahu bahwa gerakan yang dilakukan orang muslim memiliki makna sendiri-sendiri. Bahkan, baru satu gerakan yang Bintang coba lakukan, dirinya sudah seperti melakukan meditasi yang begitu menenangkan. Dia tidak munafik dan tidak juga menampik, bahwa kepala yang tadinya diisi dengan berbagai beban, setelah sejenak menempelkan kening ke sajadah, beban itu seolah hilang dibawa angin. Kini, kepalanya seringan kertas yang beterbangan.

Selama Bulan duduk setelah zikir, dia terus saja mengumandangkan curahan hati di dalam batinnya. Berkomunikasi pada snag Tuhan dengan beragam perandaian. Katanya, dia tidak pernah menyangka bagaimana kehidupannya jika Allah tidak menakdirkannya seperti ini. Jika saja dulu umi tidak menemukannya, melainkan benar-benar melahirkannya, maka dia tidak perlu mengetahui fakta tentang orang tua kandungnya. Jika saja dulu dirinya tidak dibuang hanya karena dia anak perempuan yang tidak diinginkan oleh kakek dan nenek, maka dia tidak perlu sulit menghadapi sang adik, Raisa.

Duduk berdua dengan Bintang secara berhadapan setelah pria itu selesai mengagumi satu gerakan salat, adalah bentuk ketidaksadaran Bulan. Kepalanya mengangguk begitu saja saat kristiani itu mengajaknya berbincang.

"Pesantren jauh dari rumah lo, kenapa mau jauh-jauh ke sini?" Suara pria itu memecah setelah beberapa saat mereka saling tidak bersuara. Bulan mengangkat kepala, sejenak menatap Bintang dan kemudian menunduk lagi. Ada yang dia gumamkan dalam hati saat sekilas melihat mata teduh Bintang, "Haruskah aku cerita?"

"Lo lagi ada masalah?" Pria itu masih tak ingin menyerah. "Oh, sebelum lo jawab, gue mau tanya tentang keadaan adik lo." Bulan sendu dalam tunduknya, pria di depannya memang tahu tentang hubungannya dengan Raisa. Akan tetapi, pertanyaan tentang Raisa ini membuat Bulan mengingat kejadian di Gereja.

"Kamu tau, Bintang? Rasanya sakit sekali saat keluarga tidak bisa menerima kehadiran kita. Aku bertanya pada Tuhan, apakah Dia sungguh menakdirkanku lahir di keluarga itu? Bisa jadi ini kesalahpahaman manusia, umi mungkin salah. Aku sangat berharap, kalau aku adalah anak kandung umi, bukan keluarga Raisa. Tapi faktanya, tes DNA hari itu sudah menyatakan, bahwa aku sungguh putri kandung papa dan mama." Bintang tercenung. Apa-apaan gadis di depannya ini? Membuatnya ikut bersedih saja karena bercerita demikian, bukannya menjawab pertanyaan Bintang. Namun, Bintang merasakan ketulusan dalam setiap kata yang terlontar.

"Terkadang, aku begitu sabar menghadapi sikap Raisa, karena aku memang harus sabar menunggu dia menerimaku. Tapi, Bintang, sering kali aku merasa lelah dengan sikapnya yang dingin dan kasar. Kebenciannya terhadapku adalah siksa di rumah itu. Setiap malam, saat aku sedang bercerita dengan Allah, aku selalu menangis karena semua perlakuan Raisa. Aku selalu berdoa agar Allah lekas membalikkan hati adikku itu. Namun sampai sekarang, semua malah bertambah sulit. Kebenciannya Raisa semakin membesar setiap harinya. Aku lelah, Bintang." Gadis itu menangis, menundukkan kepala semakin dalam dan terisak di sana.

Bintang yang melihat bagaimana kepala yang tertutup kain kerudung itu bergetar, begitu ingin mengusap dan memberikan ketenangan. Namun, dia masih waras dengan tetap menjaga kehormatan gadis di depannya. Rasa sedih yang tertuang dalam kata-kata, Bintang juga bisa merasakannya. Dia hanyut, larut dalam setiap cerita yang Bulan lontarkan. Sebab, meskipun kisahnya tidak seperti Bulan, tapi dia juga memiliki nasib yang hampir sama. Diberi tekanan dalam keluarga. Bedanya, Bintang diberi tekanan secara fisik dengan segala tuntutan dari sang kakek, sedangkan Bulan mendapat tekanan batin dari sikap adiknya. Sepertinya, Tuhan begitu sayang dengan mereka sehingga memberikan luka yang sama seperti ini.

Love Story Of BuTa (On Going)Where stories live. Discover now