44. Sederhana

59 10 0
                                    

Happy Reading

🍀🍀🍀

Akhirnya, aku dapat bernapas lega setelah menyelesaikan kelas yang terasa begitu menegangkan hari ini. Aku membereskan alat tulis dan juga binderku, lalu setelahnya berjalan keluar dari kelas.

Sembari berjalan, aku membuka ponsel dan segera mengirimkan pesan kepada Haydan bahwa aku sudah pulang, seperti apa yang ia perintahkan sebelum aku masuk kelas tadi.

To : Haydan
Aku udah pulang.

Tak berselang lama, aku sudah mendapatkan balasan pesan dari lelaki itu.

From : Haydan
Gue otw.

To : Haydan
Oke

Sepertinya, aku terlalu fokus bermain ponsel, hingga aku tak menyadari ada orang yang berdiri di depanku. Akibatnya, aku menubruk tubuh seseorang yang tingginya tak jauh berbeda denganku.

"Sorry," ucapku refleks. Aku mendongakkan kepala dan betapa terkejutnya aku ketika melihat wajah seseorang yang kutabrak itu. "Marinka?"

Dengan sadar, aku mundur selangkah. Entah kenapa, tapi rasanya bertemu dengan Marinka membuatnya sedikit takut. Mungkin, karena ancaman-ancaman yang pernah dilayangkan gadis itu.

"Kamu kenapa di sini? Setahu aku, kamu bukan mahasiswa sini," ujarku berbasa-basi.

Gadis itu tersenyum miring. "Gue emang bukan anak sini. Tapi, salah kalau gue mampir ke sini?"

Aku menggeleng. "Kamu nyari siapa?"

"Nyari lo." Jawaban yang singkat, jelas, dan cukup membuatku was-was.

"Ada apa?" tanyaku setelah mengumpulkan semua keberanianku. Kali ini, aku merutuki perasaan takutku yang membuat suaraku terdengar bergetar seperti sekarang ini.

"Nggak pa-pa. Cuma mau ketemu sama kakak sepupu gue aja. Terakhir kali, seingat gue, pertemuan kita cukup menegangkan."

Aku tidak berniat membalas kalimat Marinka. Masih mencoba menerka, kemana Marinka akan membawa topik pembicaraan ini.

"Gimana, Haydan? Beberapa kali, gue ngelihat lo makin dekat sama dia."

"Biasa aja," jawabku.

Marinka tertawa kecil. "Hafika ... Hafika .... Kayaknya dari dulu, musuh terbesar gue itu lo, ya. Dulu, kakek sayang banget sama lo. Walau setelah itu, gue berhasil merebut kasih sayang kakek dari lo."

Marinka meletakkan tangannya di bahuku, kemudian menepuknya perlahan. "Trus, sekarang, kayaknya lo berniat bales dendam sama gue dengan cara merebut perhatian Haydan dan keluarganya dari gue."

"Aku nggak ngerebut perhatian siapa-siapa."

Suara tawa Marinka kembali mengudara. Tangan gadis itu yang awalnya hanya menempel di bahu, kini mencengkeram bahuku perlahan.

"Nggak usah ngeles, Hafika," bisiknya mendekat di telingaku. "Gue cuma mau bilang. Untuk saat ini, lo aman. Keluarga Haydan benar-benar ada di pihak lo. Tapi, satu hal yang pengin gue ingetin sama lo, suatu saat, gue akan merebut perhatian keluarga Haydan kembali. Lo tinggal tunggu tanggal mainnya aja."

Setelah itu, sosok Marinka beralih dari hadapanku tepat setelah suara seseorang yang memanggil namaku terdengar.

Itu Haydan.

Pantas saja, Marinka segera pergi.

"Gue kira lo nungguin gue di parkiran. Tahu-tahunya, lo di sini," ucap lelaki itu. "By the way, yang tadi itu siapa?"

Wheel of Life [ Completed ✔ ]Where stories live. Discover now