DELAPAN

33 2 0
                                    

“Sudah sampai, Anak-anak,” ujar Papi Rado membangunkan ketiga anaknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


“Sudah sampai, Anak-anak,” ujar Papi Rado membangunkan ketiga anaknya.

“Ayo, bangun dulu. Masuk-masukin barangnya, baru tidur lagi,” tambah Mami Nia.

“Oke, Dek, ayo bangun. Ini kakak susah nglipet kursinya.”
Aurora yang biasanya susah dibangunin, sudah langsung turun dari mobil dan mengambil koper kecilnya dari bagasi. Berbeda dengan Aletta yang masih nyenyak dalam perjalanan tidurnya.

“Kak Etta jangan jadi kebo dulu dong, ini bantuin Ola bawa koper,” protes Aurora menggoyang-goyangkan tubuh Aletta.

“Sabar, ih! Ngantuk tau, mau pada kemana sih?” tolak Aletta tidak mau kalah.

“Ngapain pada ngeluarin koper?” tanya Aletta.

“Udah-udah, Etta bangun dulu, yuk. Udah sampe di Bogor ini,” ajak Mami Nia membangunkan Aletta.

“Hah? Iya ini bangun.” Setelah semua barang sudah masuk ke kamar masing-masing, seluruh anggota keluarga Pramudya juga langsung merebahkan diri di kamar yang sudah disediakan. Papi sekamar sama Mami, Aurora tidur bareng Aletta, dan Angkasa sendirian di kasur kecil depan kamar Aletta.

Ketika matahari mulai menampakkan sinar terangnya, jam enam pagi Mami sudah siap dengan nasi goreng untuk seluruh anggota keluarga. Dicampur dengan telor dadar yang dihiasi daun bawang sudah bisa menambahkan cita rasa dari masakan Mami.

“Mmm.. wanginya… enak banget, Mi,” kata Aurora yang sedikit menyomot nasi goreng buatan Maminya. “Mami masak apa?”

“Nasi goreng, Sayang. Tolong panggilkan yang lain, ya,” pinta Mami Nia.

---

“Nah, karena semua sudah selesai makan, kita mandi, ya. Setelah itu kita siap-siap ke kebun binatang, jaraknya cukup jauh dari sini,” ujar Papi Rado mengingatkan.

“Oh iya, nanti kita liburan bareng keluarga Pak Adji, ya,” tambah Papi Rado.

“Pak Adjie siapa, Pi?” tanya Mami Nia sambil membereskan piring-piring di meja makan.

“Rekan kerja Papi, dulu satu sekolah juga waktu SMA. Sempat suka sama Mami juga, tapi yang dapet Papi ahahaha,” papar Papi menjelaskan.

“Lah? Yaudah deh, Mami nggak inget.” Angkasa tertawa melihat tingkah Mami yang membawakan piring makan sambil memancungkan bibirnya.

“Para gadis pakai baju santai aja, ya,” ujar Rado menatap Aletta dan Aurora bergantian.

“Oke, Papi,” balas Aurora membuat huruf O dengan jarinya.

Sesampainya di kamar, Aletta mencari buku catatan kecilnya yang bila sesuai dengan ingatannya, di dalam sana ada tulisan baju mana yang harus di pakai.

“Nih, tadi Kakak simpan di situ,” ujar Aurora menunjuk ke nakas sebelah kamar mandi.

“Oh iya, makasih, La,” balas Aletta mulai membuka buku catatannya.

Hari ini, semua kompak memakai kaos warna putih, yang dipadu dengan warna earth tone. Angkasa memakai kemeja dan celana jeans warna krem, Aletta memakai celana cut bray warna army dan topi pelayan yang warnanya senada, Aurora, Papi, dan Mami juga kompak memakai ornamen pakaian berwarna krem dan oranye.

Perjalanan dari villa menuju kebun binatang ditempuh sekitar satu jam, didukung dengan kemacetan yang ada membuat beberapa arus menjadi terhambat. Keluarga dari rekan kerja Papi sudah menunggu di kebun binatang di Bogor sejak lima belas menit lalu.

“Maaf Pak, jadi terlambat begini. Macet banget tadi di jalan,” ujar Papi Rado berjabat tangan dengan rekan kerjanya yang bernama Pak Adjie.

“Ah, tidak apa-apa. Saya juga baru sampai, oh iya keluarga saya sudah masuk duluan jadi maaf juga,” sambut Pak Adjie ramah.

“Baiklah, Pak. Saya pesankan tiket untuk rombongan saya dulu,” pamit Papi Rado.

“Oke, tapi tidak perlu manggil bapak, kan kita dulu sekelas,” ujar Pak Adjie merangkul bahu Papi Rado.

Tanpa Aletta tahu, jauh dari dalam sana ada seorang anak laki-laki yang terus memperhatikannya. Ia terlihat bergandengan tangan dengan seorang perempuan yang usianya lebih tua dari anak laki-laki itu. Di depan anak laki-laki itu, ada seorang ibu paruh baya membawa snack makanan ringan dan tas ransel yang sedikit menggembung.

Setelah Papi Rado mendapat tiket masuk, mereka ber empat kecuali Papi dibolehkan pergi duluan. Pengalaman yang membahagiakan bagi Aurora bisa berkeliling di kebun binatang, termasuk Aletta yang baru selesai pembagian rapot, juga Angkasa yang baru saja memasuki usia remaja nya.

Papi Rado dan Pak Adjie ada di kantin untuk membahas tentang proyek yang akan mereka kerjakan bersama.

“Nanti telpon Papi saja, ya, Mi,”ujar Papi mengingatkan Mami.

“Iya, mari,” pamit Mami ke arah Pak Adjie.

“Hei, liatinnya biasa aja, udah jadi istri aku nih,” balas Rado menjotos lengan Adjie pelan.

“Ahahaha, iya deh, yang menang taruhan bisa sampai nikah dan tiga anak juga, ya,” ledek Adjie bercanda.

“Hahaha, iya. Mereka semua anakku,” jawab Rado menatap lurus ke arah keluarga Pramudya.

Cukup lama Rado dan Adjie berbincang, pekerjaan proyek bersama mereka pun sudah selesai dibahas. Adjie bercerita tentang kehidupan percintaannya saat kuliah, kebetulan ia dan Rado pernah menyukai orang yang sama, bedanya pada akhirnya Rado yang dapat.

“Wah, kalau anak laki-lakiku, si bungsu itu, paling suka sama peran detektif, Do,” ujar Adjie bercerita.

“Cita-citanya nggak pernah berubah, ingin jadi detektif atau polisi,” tambahnya.

“Umur berapa sekarang?” tanya Rado ingin tahu.

“Tiga belas tahun, beda tiga tahun sama Aletta,” kata Adjie menjelaskan.

Mulut Rado membulat membentuk huruf O, kemudian ia menghubungi istrinya agar ia bisa menyusul keluarganya.
Di tempat lain, Aletta dan keluarganya mengeksplor seluruh hewan yang ada disana. Berfoto, memegang, dan memberi makan, semua dikabulkan Mami untuk anak-anaknya. Setelah berfoto dengan bayi macan disana, mereka berpapasan dengan keluarganya Pak Adjie.

Aletta menangkap basah tatapan anak laki-laki yang berusia tiga tahun lebih tua darinya.

“Asa, tolong lindungi aku dari anak kecil itu,” pinta Aletta memegangi lengan Angkasa.

“Emang kenapa?” Bisa tidak, nggak usah nanya. Batin Aletta

“Ih, itu aku diliatin terus sama anak itu, pingin aku pelototin tau!” ketus Aletta berbisik.

“Ya udah, adik Asa kan cantik dari kecil, mungkin suka sama Kamu,” goda Angkasa mencolek pipi Aletta.

“Ih, tau ah, sebel,” geram Aletta melenggang pergi.

“Eh-eh, mau kemana, Nak? Belum foto,” tanya Mami Nia melihat Aletta pergi sebelum berfoto.

“Takut diliatin anaknya Pak Adjie, Mi,” ucap Angkasa jujur.

“Hah? Ya udah, pasti nanti balik lagi.” Benar saja, tidak ada lima menit Aletta sudah balik lagi ke tempat berfoto tadi.

“Loh? Beneran balik lagi cie,” ledek Angkasa mencolek-colek pipi Aletta. Sedangkan, yang dicolek memancungkan bibirnya.

“Kak Etta, ayo foto sini,” ujar Aurora melambai-lambaikan tangannya.
Males ah, tempat fotonya tinggal di sebelah anak itu. Batin Aletta.

“Sini, Nak,” ucap Papi Rado menggandeng tangan Aletta ke sebelah anak laki-laki itu.

“Baik, Saya hitung tiga sampai satu, ya. Tiga… Dua… satu.” Cekrek.

.
.
.
.

Siapa nama anak laki-laki yang selalu memandangi Aletta?
Next part soon,
Bersambung....

Swara LettaWhere stories live. Discover now