TRACK 5 • Tiga Kata

152 21 2
                                    

Selepas peluit berbunyi, beberapa atlet yang sebelumnya bersiap di sisi kolam–termasuk si Kakak Kelas 12 Pemilik Mata Belo–kemudian menyeburkan diri. Dengan sapuan tangan khas gaya kupu-kupu, air kolam renang itu berkecipak ganas. Enam atlet renang perwakilan sekolah Praha kemudian melaju menyusuri kolam, menuju sisi kolam renang lainnya.

Apta menyenggol Sanji agar gadis itu merekam momen tersebut. Sedangkan Praha, laki-laki itu diam tak berkutik, hanya menunduk dalam. Sejak tadi, semuanya seolah diam. Tubuhnya, napasnya, jantungnya, semuanya diam. Ia sungguh tak menyangka akan beradu pandang lagi dengan sepasang mata yang ia cari-cari selama ini. Ini semua bahkan terasa terlalu imajinatif. Bagaimana bisa si Kakak Kelas 12 Pemilik Mata Belo itu hadir dikala Praha ingin menyudahi perasaannya sendiri?

Peluit kembali berbunyi, diiringi dengan riuhnya tepuk tangan dari tribun penonton dan dari beberapa atlet lainnya di sisi kolam.

"Keren banget, ya." Gumam Apta, gadis itu bertepuk tangan keras sekali, hingga menyebabkan Praha tersadar dari lamunannya.

Laki-laki manis itu–yang sekarang tak lagi manis sebab wajahnya tampak serius–kembali menatap ke arah pertama kali ia beradu pandang dengan si Pemilik Mata Belo. Dan benar saja, si Kakak Kelas yang berhasil mencapai finish diurutan kedua itu kemudian menoleh sekejap ke arah Praha. Senyumnya tersungging lebar. Entah karena senang akan keberhasilannya atau memang senyum itu ditujukan kepada Praha. Yang pasti, senyum itu sungguh manis.

Praha menelan ludahnya sendiri. Sejak tadi jantungnya sudah tidak karuan, berdetak kencang macam ditabuh oleh tukang gendang. Ini benar-benar gila, Praha tak pernah diperhatikan dan disenyumi seperti ini oleh orang yang ia suka.

Praha kemudian bangkit dari duduknya. Tanpa berpamitan pada kedua temannya, laki-laki manis itu lantas bergegas turun dari tribun, hendak menuju toilet tanpa tujuan yang jelas. Yang ia inginkan saat ini hanyalah menyembunyikan rasa yang membuncah di dadanya, menyembunyikan rasa saltingnya.

"Sialan! Kenapa dia ada di sini, sih?" Guman Praha, langkah kakinya lebar-lebar. "Kalau gue ketemu dia terus kayak gini... gimana caranya gue lupain dia?"

Dengan langkah yang cepat nan lebar itu, Praha kini sudah dekat dengan toilet. Namun, ketika ia ingin berbelok untuk masuk ke dalam toilet, kakinya mendadak tersendat. Lagi-lagi ia merasa semuanya berhenti. Tubuhnya, jantungnya, napasnya, seluruh aspek dalam dirinya seolah berhenti bekerja tatkala kedua matanya menangkap dua figur laki-laki dewasa di dalam toilet–bukan bilik toilet–tengah berhadapan satu sama lain, dan–

–BERCIUMAN!

Dari pakaian yang digunakan, Praha tahu bahwa mereka adalah salah satu atlet renang yang sedang melakukan latihan di sini, dan yang pasti mereka bukan dari sekolahnya.

Menyadari kehadiran orang lain, dua lelaki itu cepat-cepat melepas tautan bibir mereka, kemudian memandang Praha dengan kikuk.

"M-maaf." Ucap Praha gugup, kemudian ia berbalik dan bergegas pergi menuju tribun kembali.

Praha menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia lantas mengingat obrolan Apta dan Sanji yang rupanya benar, kebanyakan dari mereka yang bertubuh atletis adalah gay. Namun perlu ditekankan kata 'KEBANYAKAN' agar tak menyimpang dari makna yang diutarakan.

"Kenapa semua berubah chaos, sih?" Gerutu Praha, "Jantung gue nggak bisa diajak kerjasama, tubuh gue juga tiba-tiba kaku. Sekarang? Ngeliat sebangsa gue ciuman di toilet umum? Kacau banget." Gumamnya pelan.

Setiba langkahnya di hadapan tangga tribun, Sanji dan Apta lantas memanggilnya. Kedua suara itu rupanya tidak berasal dari bangku yang tadi mereka tempati, tetapi berasal dari arah belakang Praha. Kedua gadis itu kini sedang berdiri bersama seorang laki-laki yang agaknya berusia empat puluh lebih. Sekejap Praha yakin bahwa ia adalah pelatih renang bagi atlet sekolah mereka.

[BxB] Playlist; SECRET ADMIRERWhere stories live. Discover now