4.

4.7K 575 30
                                    

‍‍‍

Greshan merem

***

"Gracia!"

"APA PA? AKU GAK MAU AKU BILANG. KENAPA MAKSA SIH. AKU BERHAK NENTUIN KEPUTUSANKU SENDRI."

Rumah keluarga besar Harlan dipenuhi keributan hari ini. Sudah seminggu semenjak Gracia lulus dari sekolah menengahnya. Sudah sebulan pula gadis gingsul itu tak saling sapa dengan Shani.

Dari pihak Shani maupun Gracia, sama-sama membuat benteng setelah adegan ciuman. Mereka tak saling sapa walau hanya mereka berdua yang menghuni rumah besar ini.

Shani pun sudah tak mengatur Gracia lagi. Yang tentu menjadi amat sangat menyenangkan bagi Gracia. Gracia menemukan kebebasannya lagi.

Tapi, kini kebebasan itu terancam akan di renggut lagi. Papanya tiba-tiba membuat keputusan Gracia harus kuliah di Bandung. Terdapat universitas bagus disana. Dan Gracia akan tinggal bersama Shani di sebuah apartemen. Karna, Shani akan mengurus cabang perusahaan di bandung untuk beberapa waktu.

Bukan Gracia namanya jika tak menolak. Dari awal keputusan itu dibuat, hingga saat ini keberangkatan akan dimulai, Gracia terus memberontak. Bahkan ia akan mengamuk jika diseret oleh anak buah papanya.

Mereka berangkat menggunakan mobil yang dikendarai oleh Shani. Gadis tinggi yang sudah bosan melihat drama ayah anak itu hanya bisa bersandar pada kap mobil.

"SHANIA GRACIA!"

Bentakan terakhir sebelum Gracia akhirnya menyerah. Berlari ke dalam mobil dalam keadaan menangis dan pipi yang merah, bekas tamparan papanya.

Shani mencoba untuk menenangkan sang adik dengan mengelus bahunya. Tapi, Gracia segera menepis tangan Shani. Kemudian berteriak keras, menyumpah serapahi Shani.

"ANJING!" kata terakhir, dari sekian banyak yang telah Gracia katakan sebelumnya. Melanjutkan acara tangisnya.

Shani menghela nafas. Sejujurnya, baru kali ini Shani dikatai segitunya. Shani tak ingin marah, hal itu hanya akan memperkeruh suasana.

Ia ingat bahwa Gracia belum makan dari pagi---kini telah siang---hingga Shani memutuskan membawa Gracia ke tempat makan terlebih dahulu. Ketika sampai di restoran, Shani melihat ke arah Gracia, yang tak ada niat ingin turun dari mobil.

Shani keluar dari mobilnya, berputar ke arah untuk membuka pintu mobil di sisi Gracia.

"Apa?" tanya Gracia ketus.

"Ayo makan." Shani dengan nada lembut, dan tatapan teduh.

"Enggak!"

Shani menghela nafas. Lagi.

Diselipkannya tangan di antara kedua kaki dan punggung Gracia. Lalu mengangkat tubuh mungil nan berisi itu, dengan sedikit kerepotan.

"IHHH TURUNIN GUE SETAN!" Gracia histeris dan bergerak gelisah. Nyaris membuat keseimbangan Shani oleng.

"Diam!"

Gracia menenggelamkan wajahnya pada dada Shani. Malu rasanya digendong di tempat umum seperti ini.

'Shani gilak!'

***

"Dilarang bawa cowok ke apart. Ga boleh keluar atau berada di luar, diatas jam 9. Pulang kuliah harus ke rumah dulu. Kalau mau main kabarin kakak dulu, biar jelas keberadaan kamu."

"Dih banyak amat!"

"Ga boleh begadang. Mie dan makanan instan lainnya dilarang."

Gracia merengek atas peraturan tak jelas yang Shani buat. Tapi, Gracia bisa apa. Kini dia tinggal di apartemen milik Shani, yang berarti ia numpang hidup dengan Shani.

SISTWhere stories live. Discover now