39. Kehilangan (2)

7 0 0
                                    

~Mendekatimu, jantungku berdegup tak menentu. Menjauhimu, jantungku berdegup menentu. Tentu atau tidaknya, degupanku padamu tetap sama~

***
Robet menggedor pintu berkali-kali seraya terus berteriak memanggil namanya.

"Untuk apa Gus Robet kesini? Bukankah dia tidak mencintaiku?" Gumam Imaz tercengang.

Mendengar teriakan dan gedoran dari Robet, juru kunci ruang sidang yang tadinya bersantai di belakang, merasa terganggu. Ia pun menghampiri ke arah mana suara itu berasal.

"Ada perlu apa pak, buk?" Tanya juru kunci yang sudah ada di hadapannya.

"Pak, ada wanita yang berteriak minta tolong di dalam." Robet berujar panik. Juru kunci itu mengamati wajah Robet yang kedua matanya dibalut perban dan ditutupi kaca mata hitam. Kelihatan panik tapi kedua orang tuanya biasa-biasa saja.

"Sungguh?"

"Iya, pak. Coba dicek sekali lagi."

Juru kunci itu mengambil kunci dari sakunya kemudian ia membuka kuncinya. Robet nekad masuk ke dalam meraba-raba angin.

"Bagaimana? Apa kalian melihatnya?"

Kedua orang tua juga juru kunci itu tak melihat siapapun didalam.

"Robet, Imaz tidak ada disini. Mungkin itu perasaanmu saja." Ibu Robet mencoba menenangkan kepanikannya.

"Tapi, ayah sama ibu mendengar teriakan itu kan?"

"Iya, tapi mungkin teriakan itu berasal dari luar."

"Mungkin benar apa yang dikatakan ibu. Aku terlalu berhalusinasi."

"Ya sudah. Sekarang, ayo kita pulang. Lagipula ini sudah malam. Besok waktunya kau kontrol." Ibu Robet berkata.

Robet hanya mengangguk.

"Maaf, pak." Ayah Robet mengucapkan atas kesalahpahaman ini, "anak saya mungkin sedang kecapekan. Kami telah mengganggu istirahat bapak."

"Sudahlah. Biasa saja. Memang ini menjadi tugas saya."

Ayah Robet pamit pulang. Ia menuntun Robet keluar ruangan. Juru kunci itu hendak menutup kembali pintu ruang sidang tiba-tiba ada sebuah tangan menahannya. Bulu kuduknya merinding. Ia sontak berteriak ketakutan.

Robet dan kedua orang tuanya yang masih berjalan, lantas berhenti mendengar teriakannya. Tangan itu dengan sigap menariknya ke dalam.

Kedua orang tua Robet menoleh ke belakang ikut merinding. Juru kunci yang sudah tidak ada disana, ternyata ada suara teriakan lagi.

"Ayah, sepertinya memang tempat ini angker. Tadi ada teriakan cewek. Sekarang cowok. Ngeri!" Kata ibu Robet.

"Kita pulang saja bu." Seloroh Robet merasa bosan.

Mereka kembali berjalan. Sementara di ruang sidang, Imaz menutup rapat mulut juru kunci itu. Merasa sudah hening, Imaz kembali mengecek dari balik pintu. Napas juru kunci itu tersengal-sengal karena terlalu lama mulutnya disekap.

"Oh, jadi kau wanita yang dicari pria itu?" Kata juru kunci itu yang tiba-tiba berdiri di belakangnya dan itu yang membuat Imaz kaget.

"Iya, pak. Sssttt..." Imaz meletakkan jari telunjuk di mulutnya, "jangan katakan padanya ya?"

Juru kunci itu mengangguk, lalu Imaz melepaskan jari telunjuknya.

"Oke. Terus kau tidak pulang? Lagian kenapa kau sendirian disini?"

"Aku tidak tau harus kemana lagi, pak. Aku cinta sama pria itu. Tapi, kenapa dia tidak mau mengakuinya?"

"Kau cinta sama si buta dari gowa hantu itu?" Juru kunci itu bertanya sambil tertawa meledek.

Finding My LoveWhere stories live. Discover now