05. On Your Wedding Day: Cuap-cuap Tentang Masa Lalu

62 10 6
                                    

Kalau Satria bisa menghilangkan hari, ia ingin menghilangkan hari Minggu dan hari Senin. Biasanya ia hanya ingin melewatkan hari Senin, tapi minggu ini berbeda. Ia ingin melewatkan hari Minggu jug. Ia tidak siap menghadiri pernikahan Amanda.

Tapi Satria bisa apa, ia tidak punya kemampuan untuk menghilangkan hari ataupun melompati waktu. Hari Minggu, yang mana adalah hari pernikahan Amanda, harus tetap berjalan. Lagipula Satria sudah berada di dalam gedung pernikahan Amanda dengan kemeja batik lengan panjang terbaik yang ia miliki. Untuk apa berangan-angan bisa melewatkan hari Minggu?

"Mas, aku udah siapin tisu nih. Jaga-jaga aja kalau kamu nangis," bisik Maulana yang duduk di sampingnya.

Seperti yang diminta Amanda, hari ini Satria datang bersama Maulana. Satu-satu teman dekatnya yang juga mengenal Amanda. Kalau saja Jihan menerima ajakannya, ia akan mengajak Jihan. Setidaknya ia tidak terlihat menyedihkan kalau mengajak perempuan. Tapi sayangnya, ia malah datang bersama Maulana. Ah, mereka benar-benar pasangan yang tak dapat dipisahkan.

"Aku nggak secengeng itu sih, Ul."

Satria mengabaikan Maulana. Ia sedang berusaha menata hatinya agar ia bisa tersenyum ketika melihat Amanda nanti.

Jika Amanda bahagia maka Satria harus ikut bahagia. Itu rasa cinta sesungguhnya menurut Jihan. Dan Satria setuju. Maka dari itu, ia sedang menata hati dan menghilangkan rasa sedihnya. Kemudian mengubahnya menjadi senyuman.

"Siapa tahu. Nanti kalau mau nangis, minta tisu ke aku. Aku bawa."

Satria mengalihkan pandangan ke sekitar aula mencari orang-orang yang ia kenal. "Iya. Ini yang dateng kita doang ya dari Alexius? Mas Tirta sama Mas Jena nggak dateng?"

"Dateng kok, Mas. Tapi ini kita kecepeten nggak sih?"

Lagi-lagi Satria melihat sekeliling. Memang masih sepi. Baru beberapa orang yang datang. Dan mungkin mereka adalah teman-teman dekat Amanda karena mereka duduk di kursi paling depan.

Satria memang berniat datang lebih awal. Tapi ia tidak menyangka akan se-awal ini. Acara pernikahan Amanda berlangsung jam sepuluh pagi. Dan sekarang baru jam setengah sepuluh. Sepertinya Satria sangat bersemangat untuk menghadiri pernikahan Amanda hari ini.

"Loh iya nih. Masih setengah jam lagi. Mau rokok-an dulu?"

Maulana menggeleng. "Enggak, Mas. Udah ganteng gini masa bau rokok. Di sini aja nggak papa."

Satria mengangguk. Benar juga. Sudah berpenampilan rapi seperti sekarang, tidak etis kalau ada bau rokok di baju mereka. Tapi berdiam diri di gedung juga membosankan.

"Omong-omong, kok nggak ngajak pacarmu, Ul?"

Sebenarnya pertanyaan Satria adalah sebuah bentuk basa-basi. Toh Satria tidak ingin tahu kenapa Maulana tidak membawa pacarnya. Ia tidak peduli. Tapi demi memecah keheningan dan kecanggungan, akhirnya Satria melemparkan pertanyaan itu.

Satria dan Maulana memang dekat. Sangat dekat. Mereka tidak pernah canggung. Tapi akhir-akhir ini berbeda, hati Satria sedang kacau. Bahkan untuk sekadar memilih obrolan dan memberikan guyonan, Satria tidak sanggup. Malah nantinya, guyonan yang ia lemparkan adalah bentuk menertawai diri sendiri. Dan akhirnya mereka jadi canggung begini.

"Nggak ada pacar, Mas. Lagian kalau aku punya, ya aku nggak bakal bawa dia ke sini. Kalau hubungan kita belum pasti, rasanya aneh dibawa ke nikahan orang, Mas."

Satria mengangkat sebelah alisnya. Tidak mengerti maksud Maulana. "Lah? Emang kenapa? Kan nggak ada salahnya?"

"Gini. Dulu Mas pernah ajak Mbak Manda ke nikahan temennya Mas Satria kan?"

Dating Alpha FemaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang