Semar

15 4 68
                                    

Jangan lupa vote komentar dan tinggalkan jejak teman²
Happy reading.


Untuk pertama kalinya, Sky, Elline, dan Samuel menyambut hari Senin ini dengan bergairah. Hari ini mereka bertiga, bersama teman-teman yang lain melakukan study tour mengunjungi Museum Wayang di Kota Tua Jakarta.

Walaupun berakhir dengan tugas yang harus diselesaikan, setidaknya mereka mendapat bonus jalan-jalan dan berpetualang. Samuel yang biasanya mengantuk saat guru menjelaskan di kelas, kini menjadi murid yang paling bersemangat mengerjakan tugas.

"Baik, tim yang sudah Ibu bagi tadi silakan berpencar untuk meneliti satu objek di museum ini. Ingat, objeknya tidak boleh sama dengan tim lain. Waktu kalian satu jam, dimulai dari sekarang," ucap seorang guru yang memimpin study tour ini.

Entah sebuah kebetulan atau keberuntungan, Sky, Elline, dan Samuel berada dalam tim yang sama. Sepertinya takdir memang berkata mereka akan selalu bertiga. Trio itu memang lekat sejak masih duduk di bangku sekolah menengah, seolah tidak ada yang bisa memisahkan mereka.

"Hei, apa yang akan kita teliti, teman-teman?" celetuk Sky.

"Wayang lah! Memangnya apa lagi yang ada di sini? Formula rahasia Krabby Patty?" canda Samuel yang berhadiah satu pukulan di bahu kirinya dari Sky.  Dia hanya membalas dengan cengiran khasnya.

"Sebaiknya kita berkeliling saja dulu. Siapa tahu kita menemukan wayang yang menarik untuk kita teliti," lerai Elline memimpin di depan.

"Sepertinya yang itu cocok," tunjuk Sky dengan telunjuknya ke arah sebuah wayang.

"Hush! Kita tidak boleh asal menunjuk di sini! Itu tidak sopan!" tegur Elline tegas. Ia memperlihatkan cara yang benar untuk menunjuk sesuatu dengan membuka telapak tangan.

"Memangnya kenapa?" tanya Samuel sambil memperhatikan wayang itu.

"Aku dengar museum ini dulunya bekas gereja Belanda. Mengerti, kan, maksudku?" jelas Elline setengah berbisik.

Kedua temannya manggut-manggut mengerti. Sebenarnya, tanpa Elline mengatakan hal itu, kedua sahabatnya pun sudah tahu karena setengah jam lalu, pemandu museum telah menjelaskan secara singkat sejarah gedung ini.

Ketimbang kembali mendengar ucapan Elline, Samuel lebih tertarik pada suasana lorong di depannya, sunyi dan tampak mencekam. Lampu pijar berperan sebagai penerangan utama, berjejer di sepanjang dinding berwarna putih pucat berpadu dengan plafon cokelat tua.

Suasana lorong membuatnya takjub berselimut rasa takut, tetapi pemuda itu justru merasa tertantang  ingin menyelesaikan misi yang diberikan, seakan-akan ia sedang berpetualang. Sementara Sky, memilih sibuk memindai satu demi satu objek di depan mata. Perlahan, gadis yang memiliki tatapan bak singa garang itu mulai merasakan keanehan meskipun  dia menghiraukannya.

Tidak bisa dipungkiri, untuk ukuran gedung tua yang terawat, tempat ini cukup menyeramkan. Bulu kuduk turut meremang, seolah-olah ada beberapa pasang mata sedang mengawasi geraknya. Mengintai di setiap sudut ruangan. Degup jantung berpacu kencang, menguarkan bisik-bisik busuk ketakutan bersumber dari pikiran. Paranoid perlahan menyerang.

Terlebih dari sumber yang mereka baca, gedung ini  menyimpan banyak cerita mistis. Entah itu benar atau tidak, mereka tidak tahu dan menolak untuk mempercayainya. Bagi mereka, takhayul tak perlu diagungkan. Keberadaan mereka hanya sugesti dan ilusi. Mungkin saja.

"Hallo! Sebaiknya kita segera bergerak deh, supaya tugasnya cepat selesai. Apa kalian tidak ingin keluar dari sini, huh?!" Elline mengernyit. Nadanya yang terkesan kesal itu menarik atensi kedua rekannya.

ErasmondWhere stories live. Discover now