3. Makan siang bersama Pak Hanif

26.1K 1.4K 4
                                    


~Selalu ada alasan untuk bersyukur di setiap masalah yang dihadapi~

_____________________________________
Sepulang sekolah, Akifa kerumah Rara. Rara memaksa Akifa ikut serta mobilnya. Namun Akifa menolak. Ia masih segan jika terus menumpang mobil Rara.

Sesampai dirumah Rara, Akifa disambut perempuan berjilbab ungu dan bertubuh gempal. Namun perempuan itu ramah.

"sampeyan yang mau gantiin Bibi disini? Masih muda sekali kamu nduk," itulah komentar pertama yang Akifa dapatkan ketika bertemu Bi Atik.

Ini yang kedua kalinya Akifa kerumah Haura. Yang pertama saat itu malam hari. Ia tak ingat apapun karena saat itu lampu sudah dipadamkan dan ia sedang panik.

Jam 12 malam Bapaknya berpesta dan mabuk. Dentuman musik keras sekali. Akifa baru pulang dari rumah Bu Ratih karena ada pengajian  tujuh bulanan menantunya. Akifa diminta membantu memasak dan beberes. Mak Sari, pemilik warung kelontong langganan yang rumahnya selisih satu rumah dengannya, memanggil Akifa.

"Bapak lo lagi pesta. Lebih baik lo nginep dirumah orang. Tapi maaf, Mak ga ada kamar dan kasur. Daripada lo kenapa-napa mending nginep aja."

"Makasih Mak sudah kasih tau Kifa. Aku ke rumah temen aja di perumahan depan."

"Nah, gitu lebih baik." lalu beliau masuk.

Akifa bersyukur malam itu Mak Sari memberitahunya. Dan rumah Haura yang terlintas dalam pikirannya. Jadi malam itu Akifa menginap dirumah Haura dan pulang ketika subuh. Akifa juga tidak bertemu Hanif.

"Oh...sebelumnya sampeyan bantu-bantu dirumah Bu Ratih Nduk?" tanya Bi Atik.

"Iya Bik. Bu Ratih mau pindah ke Palembang ikut suami beliau, makanya saya cari kerjaan baru." jawab Akifa.

Bi Atik mengajak Akifa duduk. Ada dua kursi dan satu meja kecil yang sepertinya tempat Bi Atik meracik makanan. Lalu Bi Atik menyuguhkan teh hangat dan sepiring kue basah. Akifa tidak enak hati karena bukan tamu. "Tidak usah repot-repot Bi."

"Cuma teh sama kue kok." jawab Bi Atik lalu ikut duduk di seberang Akifa.

"Jadi tugas pertama nyuci baju, biasanya bibi pake mesin cuci kecuali kalau ada yang kotor sekali. Harus disikat. Terus jemurnya di belakang rumah. Ada atap transparan kok. Jadi ga perlu khawatir kehujanan. Misal hari ini sampeyan ndak sempet nyetrika, hari berikutnya gapapa. Baju yang udah di setrika ditaruh keranjang yang di ruang setrika aja. Nanti Non Rara yang masukin ke kamar Den Hanif dan Non Rara sendiri. Kalau seragam dan kemeja di gantung hanger."

"Akifa paham bi. Terus setelah itu?"tanya Akifa lagi.

"Bersih-bersih biasa, mana yang kotor. Kalaupun ndak di pel setiap hari gapapa. Yang penting bersih dan rapi. Terutama dapur. Pak Hanif ndak suka kalau dapur berantakan."Akifa menyimak penjelasan bi Atik.

"Terus kalau soal masak bi?"tanya Akifa.

"Oh, kalau itu biasanya bibi masak menu pagi aja. Non Rara suka nasi atau mie goreng. Kalau Den Hanif ngikut apa yang dimakan Den Rara. Kalau siang atau sore, Den Hanif biasa bawa dari Resto. Kalau ga bawa baru bibi masak. Ini bibi masak sop ayam, perkedel sama ayam goreng karena Non Rara request kemarin."

Akifa mengangguk paham. Jam setengah 2 Akifa masih berkutat membantu bi Atik membersihkan dapur. Hitung-hitung pemanasan karena besok setiap hari ia akan membersihkan tempat ini.

"Sampeyan belum mulai kerja nduk. Udah naik ke kamar Non Rara aja sana." kata Bi Atik.

Akifa tertawa kecil mendengar logat Bi Atik. "Gapapa bi. Itung-itung latihan."

Sahabatku, Istri AyahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang