46. Ada seseorang di balik kamarku

8 3 0
                                    

~Ada sentuhan tapi tak ada rupa. Ada perhatian tapi tak ada perkataan. Segitunya aku mengharapkan kehadiran cinta yang ada di hatimu~

                                              ***
Mereka berduyun-duyun turun dari mobil. Ayah memapah Robet sampai masuk ke dalam. Melihatnya dari belakang, Imaz tak tega. Sampai kapan ia harus menderita tanpa bisa melihat kehadiran orang-orang yang disekitarnya. Harapan sembuh harus mendapatkan donor darah golongan AB.  Sementara, dirinyalah yang memiliki golongan itu. Dalam keadaan ia menjadi orang lain.

Keluar dari bagasi, Imaz mengendap-endap masuk ke dalam. Bak perampok yang gila harta dan ingin mencapai target pada pengusaha kaya raya itu. Mereka sibuk mengurus Robet yang diantarkan ke kamarnya. Belum sempat ia naik tangga, orang tuanya sudah keluar.

Saking paniknya, Imaz malah keluar lagi dari rumahnya. Ia bersembunyi di balik tanaman hias yang terpampang di samping kanan kiri rumahnya.

"Ya Allah, yah. Lupa kalau pintunya belum ditutup," ujar ibunya segera menutup pintunya.

Hati Imaz ciut. Ia harus mencari cara agar bisa masuk ke dalam lagi. Jangan sampai ia menyia-nyiakan misi yang pak Jack berikan. Ia mengintip lagi sedang apa orang tuanya di sana dari bibir jendela. Ternyata mereka masih mengobrol di ruang tamu. Mendadak otaknya encer. Kenapa ia tidak kepikiran masuk ke jendela kamarnya.

Ia langsung beringsut ke samping rumahnya. Mencari jendela mana yang menunjukkan kamar Robet. Nyatanya, kamarnya tak jauh dari ruang tamu. Malah kamarnya berada di belakang ruang tamu. Ia intip setengah menjinjit. Tampak disana Robet tengah terpekur duduk di atas ranjang. Perlahan nan pasti, Imaz membuka jendelanya.

Masalah panjat memanjat, Imaz jagonya. Memang terkesan tidak pantas sebagai wanita apalagi berhijab. Namun, ini menjadi kebiasaannya sedari kecil yang gemar membuntuti bapaknya berlayar mencari ikan. Ikut mendayung. Memanjat pohon kelapa. Sampai bermain kelereng. Bagi dia, bermain sesederhana itu sangat membahagiakan. Itu dulu. Sewaktu bapaknya masih hidup. Kini tidak ada lagi yang mengajaknya bermain. Menatap langit di bawah naungan ombak.

Sekuat tenaga Imaz memanjat masuk ke kamarnya, Robet tiba-tiba saja berdiri. Ia merasakan hembusan angin itu menerpa rambutnya.

"Kenapa tiba-tiba jendela terbuka," gumamnya, melangkah mendekat ke arah jendela. Mata Imaz terbelalak. Panik. Hatinya bergemuruh. Kalau sampai dia menyentuh dirinya sementara statusnya dia saat ini menjadi mantan. Haram disentuh. Masih menjalankan massa iddah.

Ia semakin mendekat. Mendekat. Dan mendekat. Sampai wajah mereka bertemu tanpa ia ketahui. Tanpa ia rasakan. Tapi, Imaz merasakan getaran itu. Amat dahsyat. Ia meraih bibir jendela, wajah mereka makin dekat. Hampir sejengkal saja bibir mereka bertemu. Imaz merana berada di dekatnya. Andai saja dia bisa melihat kehadirannya, apakah mungkin ia memiliki perasaan yang sama dengannya?

Ia mencoba menutup jendelanya. Tersekat oleh kedua tangan Imaz. Mereka terpenjara dalam asmara.

"Kok, susah ya? Apa mungkin jendelanya sudah rusak?" Ia bergumam. Dan hembusan itu amat terasa di hidungnya. Tak tahan dengan situasi seperti ini, jantung tak bisa di kontrol, Imaz melakukan aksi jahil dengan menggelitik kedua tangannya. Ia bergidik geli. Dengan begitu, ia bisa berpikir kalau di jendela banyak semutnya.

"Kok banyak semut ya? Masak jendela rusak gara-gara semut?" Ia masih bergumam keheranan. Ia urung menutup pintu. Berbalik badan kembali ke tempat tidurnya.

Imaz berkata yes dalam hati sambil melayangkan genggaman tangannya. Tak sabar ia secepatnya masuk ke dalam. Karena kecerobohannya, ia terjatuh dari jendela.

Brukkk!

Suara itu nyaring jelas di telinga Robet. Langkahnya terhenti.

"Siapa?" Ia bertanya kemudian. Imaz mengaduh dalam hati sambil menahan sakit lututnya yang bengkak.

Finding My LoveOnde histórias criam vida. Descubra agora