Alam yang Baru

12 3 0
                                    

     Dahulu kala, ketika para dewa masih mengembara di Bumi, sebuah perang terjadi di antara mereka. Mereka berjuang dan bersusah payah untuk menjadi sang penguasa di antara para penguasa. Sayangnya, yang diakibatkan oleh perang itu hanyalah pertumpahan darah dan keputusasaan. Perang itu merenggut begitu banyak nyawa, baik itu nyawa manusia, hewan, dan bahkan para Dewa sendiri.

     Di tengah perang tersebut, Dewa Soka menangis sambil memeluk kekasihnya dalam dekapannya. Kekasihnya, Seruni, adalah seorang manusia. Seruni tersenyum lemah sambil menyeka air mata yang mengalir di pipi Soka menggunakan tangannya. “T-tolong, jangan menangis, kekasihku … lindungilah dunia yang begitu kusayangi ini,” kata Seruni sambil mengeluarkan napas bergetar.

     “Pastikan agar mereka hidup dalam harmoni dan perdamaian. Jangan biarkan dunia ini dan seisinya hancur, termasuk alam dan segala jenis makhluk yang ada di dalamnya. Itu adalah permintaan terakhirku, kekasihku,” katanya. Setelah mengucapkan kata-kata terakhirnya, tangan Seruni yang semula berada di pipi Soka melemah dan terjatuh. Kedua matanya yang bagaikan mutiara itu terpejam rapat. Air mata Soka tak dapat dibendung lagi. Hatinya remuk melihat kekasihnya meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya. Soka lalu memeluk Seruni lebih erat sambil berkata, “Tentu saja, Seruni. Aku akan melakukan apapun untuk mewujudkan permintaanmu itu.”

        Beberapa tahun kemudian, perang akhirnya usai. Perang tersebut sama sekali tidak membawa hasil yang menguntungkan. Hal yang justru terjadi adalah nyawa sejumlah besar makhluk hidup terbuang sia-sia serta lingkungan yang rusak akibat perbuatan para Dewa. Melihat hal ini, Soka merasakan penyesalan yang amat mendalam. Dunia yang dahulu begitu disayangi oleh kekasihnya kini menjadi luluh lantak akibat perbuatan kaumnya sendiri.

        Akhirnya, ia memutuskan untuk membangun alam yang baru bagi para manusia. Dibantu oleh Dewa lain yang tersisa, Soka menanami dunia para manusia dengan pohon dan tumbuhan lain yang beraneka ragam jenisnya sehingga tanah yang semula gersang menjadi asri kembali. Ia juga memberi para manusia udara yang segar untuk dihirup dan air yang bersih untuk mereka gunakan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan itu, manusia dapat hidup dengan penuh keharmonisan dan kesejahteraan. Soka pun merasa bahagia karena ia telah berhasil memenuhi permintaan terakhir Seruni.

        Akan tetapi, hal tersebut tidak berlangsung untuk waktu yang lama. Manusia mulai melakukan perbuatan yang merusak lingkungan alam tempat mereka tinggal. Mereka mulai menebang pepohonan di hutan secara liar, membuang sampah di sungai, dan memanfaatkan sumber energi secara besar-besaran dan tidak terkontrol. Tidak ada lagi pepohonan yang memayungi mereka dari panas mentari, perairan yang memesona dan menenangkan sanubari, maupun bintang yang mengintip dari balik awan saat malam hari. Berbagai upaya telah dilakukan oleh para Dewa untuk menyadarkan manusia akan bahaya dari kerusakan lingkungan, namun mereka tetap saja tidak peduli. Mereka beranggapan bahwa apa yang mereka lakukan adalah demi kepentingan dan kebaikan mereka sendiri. Mereka tidak memikirkan dampak buruk dari perbuatan yang mereka lakukan.

        Soka tidak tahan melihat dunia yang telah ia bangun kembali demi kebaikan manusia hancur akibat ulah manusia sendiri. Terlebih, dunia yang kini hancur itu adalah dunia yang semula sangat disayangi oleh kekasihnya, Seruni. Tiba-tiba, ia teringat sebuah percakapan antara dirinya dengan Seruni, jauh sebelum kematian yang menimpa kekasihnya itu. “Soka, apakah kamu tahu arti namamu? Arti namamu adalah ‘tanpa kesedihan’. Aku ingin jika suatu saat nanti aku meninggalkan dunia ini, engkau bisa menjadi sosok yang menjadikan dunia ini tanpa kesedihan dan penderitaan,” ujar Seruni kala itu.

      Karena ingat akan permintaan Seruni yang menginginkan dunia tanpa kesedihan, Soka akhirnya memutuskan untuk mengorbankan nyawanya. Dengan mengorbankan nyawanya, sebuah kehidupan yang benar-benar baru bisa tumbuh di dunia itu. Sebuah kehidupan yang jauh lebih baik yang berisikan manusia yang hidup dalam harmoni dan perdamaian, berdampingan dengan alam dan segala isinya. Sebuah dunia yang diinginkan oleh Seruni.

Alam yang baru [CERPEN]Where stories live. Discover now