47. Kehadiranmu

15 3 0
                                    

~Kehadiranmu mungkin buatku merasa tenang. Tapi, kehadiranku justru buatmu merasa aman~

                                             ***
Gawat!
Imaz berdecak dalam hati. Kalau sampai ibu Robet mengecek satu persatu yang ada di kamar, bisa-bisa mati kutu!

"Memangnya aneh bagaimana Bet?" Ibunya butuh penjelasan. Justru ibunya berpikir yang aneh malah Robet. Semenjak dia kehilangan penglihatannya, merasakan hal-hal berbau mistis. Jangan-jangan Robet berubah menjadi indigo?

"Tadi ada getaran bumi. Barusan ibu ngetuk pintu, tapi ada juga yang membangunkanku," kata Robet dengan jelas.

Imaz terkejut, menganga.

"Masak sih, Bet? Ibu tidak merasakan apa-apa. Ya kan yah?" Ibunya melempar pertanyaan pada ayah.

Ayah juga menyepakati perkataan ibu.

"Sudah, tenangkan pikiranmu. Jangan memikirkan aneh-aneh. Gih, makan dulu."

Robet termenung. Ia menghela napas panjang. Entah dia yang sedang berhalusinasi atau pikirannya yang tidak bisa dikontrol sehingga selalu merasakan hal yang aneh.

"Mau ibu suapin?" Ibu menawarkan, Robet langsung menjawab dengan gelengan kepala. Ibu turut merasakan apa yang ia rasakan. Karena kehilangan penglihatannyalah yang membuat dia tidak bisa membedakan nyata tidaknya. Ibunya mengucel rambutnya. Bersama ayahnya, mereka melangkah meninggalkannya dan menutup pintu dengan tatapan penuh duka. Membiarkannya berteman dengan angan.

Padahal kehadiran yang mereka anggap angan bisa mereka genggam. Ya. Imaz hadir di bawah ranjangnya tanpa mereka ketahui. Robet berusaha mengusir kebimbangan tadi dengan menikmati masakan ibunya yang tergeletak di atas meja. Ia turunkan kakinya dari ranjang, kemudian mengambil makanan yang ibu khususkan untuknya. Makanan ayam bakar saus keju. Imaz yang sudah tak tahan ingin menatapnya lagi, kembali keluar dari bawah ranjang. Duduk bersimpuh di bawahnya. Melihatnya mencomoti makananya perlahan dengan sendok.

Kali ini, ia makan tak biasanya manusia umum lakukan. Mereka yang lincah melahap dengan sendok. Dengan nikmat. Penuh hasrat. Justru Robet makan dengan perlahan. Penuh kehatian-hatian. Kadang ia masih menerka letak mulutnya. Tak sampai hati Imaz melihat itu semua. Ia tak segan membantunya. Dikala ia masih mengunyah, Imaz mengambil kesempatan dengan mengambilkan suapannya di sendok agar dia bisa langsung melahapnya.

Setelah ketelan, Robet meraih sendok. Ia berdecak kaget. Sendok tiba-tiba saja sudah terisi nasi beserta lauknya. Ia mengerutkan dahi. Ia mencoba bodo amat dengan kecurigaannya. Ia nikmati saja makanannya sampai tandas. Kedua kalinya, Imaz masih melakukan itu. Dan itu membuat Robet makin curiga. Tanpa perlu susah payah, dia bisa melahap. Seolah-olah, ia merasakan ada seseorang di sekitarnya. Ia masih saja bodo amat. Untuk ketiga kalinya, rasa penasarannya menggebu. Ia pun sengaja menyergah pergelangan tangan Imaz. Jantungnya langsung bergetar hebat. Ia menatapnya nanar.

"Siapa kau?" Robet mendesah, mendekatkan wajahnya ke hadapannya. Jantung Imaz berdetak makin hebat. Rasanya mau copot. Lamuannya tergugah kala ia teringat bahwa statusnya sekarang mereka bercerai. Tapi tanpa sadar, Robet menyentuh pergelangan tangannya. Ia pun berusaha mengibaskan pegangannya. Namun, Robet menggenggamnya lebih erat.

"Sekali lagi, kau siapa? Aku memang tidak bisa melihatmu tapi aku bisa merasakan kehadiranmu. Apa maksudmu datang kesini?"

Ingat, Imaz bernazar untuk menjadi bisu. Jadinya, ia tak bisa menjawab. Dan itu sebuah tantangan.

"Kalau kau tak mau menjawab, aku akan teriak maling. Ma...." Imaz gelagapan dengan perkataannya. Sontak, ia langsung membungkam mulutnya dengan tangannya. Justru Robet mengenggam tangan yang satunya lagi. Ia memegang kedua tangannya.

Finding My LoveDonde viven las historias. Descúbrelo ahora