Part 5 - Is He Jealous?

3.5K 276 1
                                    



LIMA - IS HE JEALOUS?

DI mobil Austin, aku hanya menatap kearah jendela mobilnya Austin yang tergolong mewah ini. Hanya terdengar suara mesin mobil Austin, karena tidak ada yang mengangkat suara terlebih dulu.

"Kei?" Panggilan Austin membuyarkan lamunanku.

Aku hanya menjawabnya dengan gumaman dan masih melihat ke luar jendela.

"Umm... Nggak, gapapa," jawab Austin.

Aneh.

Hanya itu yang bisa aku simpulkan dari sikap Austin tadi.

***

"YA TUHAN! DIA GANTENG BANGET!"

"ANAK BARU YA ITU?!"

"YA AMPUN!"

"AAAAA!!!"

Itulah teriakan-teriakan para gadis di sekolahanku yang bisa membuat orang sakit kepala saat Austin memasuki pekarangan sekolah. Dan bodohnya lagi, sepupuku ini malah tebar pesona ke para gadis di sekolahanku. Termasuk ke geng macan.

"Keira," panggil Austin.

"Apa?" Sautku.

"Itu... Yang pake bando pink itu, siapa namanya?" Tanya Austin.

"Yang mana?" Tanyaku lagi.

"Yang itu... Yang ada kumpulan tiga orang itu," jelas Austin.

Aku langsung mengikuti arah tatapannya Austin,
"Dia? Jangan bilang lo--"

"Nggak! Nggak! Lo gila? Gak mungkin gue suka sama dia secepat ini," bantah Austin cepat sebelum aku menuduhnya.

Aku hanya terkekeh mendengar bantahannya,
"Kirain," ledekku.

"Itu bukan jawaban yang pengen gue denger, Keira," saut Austin memutar bola matanya malas.

"Iya, iya. Itu namanya Serine. Puas?"

"Oh, Serine... What a beautiful name!" Seru dia tiba-tiba, yang membuatku menatapnya--Austin--.

"Kenapa? Lo mulai suka sama tuh cewek?" Tanyaku menyelidik.

"Gak mungkin. Gue cuma ngerasa kayaknya dia--Serine--ngeliatin gue, itu alasan gue nanya sama lo."

"Kegeeran," celetukku.

"Yeee, kalo lo jealous ngomong aja kali. Gak usah gengsi gitu." Ucap Austin malah menoyor kepalaku.

"Apa lo bilang? Gue? Jealous? Sama lo? Nggak mungkin!" Bantahku dengan nada sok frustasi menatap Austin.

Austin terkekeh mendengar nada ucapanku,
"Awas lo, ya!" Ucap Austin tetapi malah merangkulku.

Tapi akhirnya kita--Aku dan Austin--berpisah, karena Austin pamit mau ke ruangan Kepala Sekolah untuk menentukan kelasnya dimana. Dan aku masuk ke kelasku.

***

Mataku benar-benar membulat sempurna karena saat ini aku melihat orang yang biasanya menatapku tidak sedingin ini, dan sekarang menatapku dingin sekali seperti ingin menelanku detik ini juga. Sampai membuat kakiku membeku tidak bisa jalan. Menelan ludah pun rasanya susah sekali.

Justin. Ya, dia menatapku sangat tajam. Aku tahu, ini pasti karena kejadian tadi pagi. Memang salahku juga, aku tidak menghubungi Justin terlebih dulu kalau aku berangkat bersama Austin. Tapi bukan salahku juga, karena ini semua di luar dugaan, bukan?

My Cold BoyfriendWhere stories live. Discover now