16. Last Part

37 4 0
                                    

Hari ini dunia memulai harinya seperti biasa. Jalananpun kembali ke rutinitas setiap paginya, yang selalu dipadati kendaraan.

Meski jalanan macet dengan debu halus yang beterbangan, Denara justru menatap ke luar jendela kaca mobil dengan senyum merekah. Dia kemudian mengalihkan pandang ke jok depan di mana Papa dan Mamanya duduk dalam diam.

Paginya dimulai dengan hal tidak biasa yang membuatnya bahagia.

Mereka duduk di meja makan untuk sarapan bersama dan sekarang Denara berangkat sekolah diantar kedua orang tuanya. Seperti habis dilempar oleh mesin waktu ke masa kanak-kanak.

Walau semua terasa canggung tapi Denara bisa melihat bahwa ini awal yang bagus.



Mobil Papa Denara menepi di jalan dekat gerbang sekolahnya. Gerbang itu sudah penuh sesak saat mereka sampai.

Sang Mama jadi menoleh, mengecek anak gadisnya yang sedang meraih tas ranselnya.

"Aku turun dulu," Denara lalu mencium pipi Mama dan Papanya bergantian. "Hati-hati di jalan."

Denara melambai mengantar kepergian mobil Papanya lalu melangkah ringan melewati trotoar memasuki gerbang. Babai gojek, maaf gue harus berhenti jadi pelanggan setiamu.













"He, dianter lo?" Sapa Bima yang berjalan dari area parkir. "Takut kabur dari kandang lagi?"

Gini nih resiko punya temen yang mulutnya lemes, pagi-pagi udah ngerusak mood aja. Tapi nggak papa, stok good mood gue lagi banyak hari ini.

Denara hanya tersenyum lebar tapi terlihat sinis. "Bima, yang ganteng, yang unyu. Bisa diam tidak?"

"Denara, yang nggak ganteng, yang nggak unyu. Maaf, nggak bisa." Cowok berambut agak gondrong itu tersenyum mengikuti gaya bicara Denara.

"Gue botakin juga lo! Gondrong doang nggak nyopet." Ledeknya menirukan bagaimana Haidar biasa meledek Bima.


Bima diam, tiba-tiba mempercepatkan langkahnya.

"Lah kesel beneran?" Denara lantas mengedikkan bahu.

Di sekolahnya memang takpunya peraturan ketat soal gaya rambut para siswa, ya bisa dilihat aja Bima dan Melvin. Rambutnya sudah bisa dipakein jedai.






Denara memasuki lorong menuju koridor, kembali berjalan sendirian.

Dia merogoh saku dan mengeluarkan hape mengecek pesan masuk. Tadi pagi dia mengabari Melvin untuk jangan menjemputnya secara mendadak.

Seakan berbagi isi pikiran, cowok itu mengiriminya pesan.







Melvin: kalo jalan liat depan






Denara jadi mendongak mencari keberadaan si pengirim pesan, kepalanya bergerak menoleh ke sana-sini tapi Melvin tidak terlihat.








Denara: dmn lo?

Melvin: cari aja

Denara: mana si, jgn sok misterius deh lo

Melvin: coba cari di hati lo, udah ada gue blm?










Denara mendengus tapi tetap tersenyum dengan rona yang melengkapi pipinya.





Denara: skip, gombalannya terlalu primitif


Eh, kok nggak dibales?






Fall Back onWhere stories live. Discover now