Bab 1

567 103 25
                                    

DRAKE
Bab 1

Sudah setahun lebih, Drake tinggal bersama ayahnya di sebuah paviliun di kediaman keluarga Tuan Karan dan Bu Ayuning. Sejujurnya, ia sudah tidak betah dan ingin pindah ke kosan saja, menjauh dari keluarga laknat ini. Ya, Drake menyebutnya begitu karena Tuan Karan dan Bu Ayuning telah menyebabkan ayah dan ibunya bercerai saat Drake masih berusia lima tahun.

Semenjak itu, Drake memilih tinggal bersama kakek dan neneknya, sampai sekitar setahun yang lalu, ia terpaksa ikut dengan sang ayah ke kota ini untuk bersekolah di SMA yang menurut Latski bagus untuknya.

"Daripada di kampung, Nak, sekolah di sini jauh lebih baik, lagi pula Ayah ingin memperbaiki hubungan denganmu." Itu yang Latski ucapkan saat memohon pada Drake agar mau tinggal bersamanya.

Karena nenek dan kakeknya juga menyarankan Drake untuk ikut dengan sang ayah, akhirnya mau tidak mau Drake menurut.

Sesampainya di Jakarta, Drake tidak mengira jika ia akan tinggal di kediaman Tuan Karan. Ia sangat terkejut dan marah, tetapi tidak bisa berbuat banyak karena ia telah didaftarkan di salah satu SMA terbaik dan favorit di kota ini. Terlebih, Tuan Karan yang membiayai sekolahnya.

Seharusnya Drake senang karena ia bisa tinggal di paviliun yang mewah dan juga menempuh pendidikan di sekolah favorit, tetapi pada kenyataannya, hati dan pikirannya selalu tidak tenang dan dipenuhi dendam terhadap keluarga Tuan Karan.

Drake berjanji, kelak ia akan menghancurkan keluarga Tuan Karan seperti juga lelaki itu dahulu membuat ibu Drake kerap menangis sepanjang waktu sebelum akhirnya memilih bercerai dengan sang ayah.

***

Gadis berusia tiga tahun itu menunjuk sebungkus terasi, kemudian si pelayan memberikan kepadanya. Suci tersenyum berterima kasih sebelum berbalik lalu berlari dari dapur menelusuri lorong dan melintasi taman menuju paviliun, tempat tinggal lelaki teman baiknya. Ia mengetuk pintu rumah mungil itu dengan tidak sabar sebelum seraut wajah galak dan tampan yang sangat ia sukai, menguak papan bercat putih itu.

"Abang Drake, Suci mau nasi goreng terasi, ya!" pinta Suci.

Drake memasang wajah galaknya, tetapi Suci malah tertawa-tawa, masih menyodorkan sebungkus terasi. Ini memang salahnya. Beberapa hari lalu, ia ingin mengerjai bocah tiga tahun itu dengan menyuapkannya nasi goreng terasi, tetapi bukannya muntah, gadis itu malah makan dengan lahap.

"Aku sedang sibuk, jadi Suci minta Bu Min saja buat masak," dalih Drake.

"Tidak mau, Suci mau Abang Drake yang masak!" ujar gadis itu seraya melompat masuk melewati Drake ke dalam rumah.

Drake menggerutu kesal seraya berjalan ke dapur sementara Suci sudah duduk manis di kursi makan. Terpaksa, ia memasakkan nasi goreng terasi untuk bocah itu. Saat ingin menuang garam banyak-banyak, ia mengurungkan niat. Ia masih punya hati, tidak seperti Bu Ayu dan Tuan Karan. Ia menghela napas kemudian menghidangkan nasi goreng di hadapan suci. "Habiskan."

"Siap, Bos!"

"Bilang apa?"

"Terima kasih, Bos!"

Drake tersenyum sekilas. Ia ingin mengusap kepala Suci yang berambut ikal seperti mi, tetapi kemudian menarik tangannya kembali. Tidak, ia tidak boleh menyukai Suci. Gadis kecil itu tidak pantas untuk mendapatkan limpahan kasih sayangnya. Keluarga Tuan Karan tidak berhak.

Suci tersedak, kemudian Drake buru-buru menepuk-tepuk punggung gadis itu dan memberikannya segelas air hangat.

"Pelan-pelan kalau makan."

Suci nyengir lebar. "Suci baik-baik saja, kan ada Abang Drake yang selalu siap menolong Suci."

Drake hanya menggeleng-geleng. Sejujurnya ia mengagumi Suci karena gadis kecil ini lebih pintar dibandingkan anak seusianya. Cara bicara dan pola pikirnya tidak seperti anak-anak lain. Walaupun terkadang....

"Huwaaaaaaaaaaa! Kaki Suci sakiiiittttttt! Nanti kalau Suci tidak bisa jalan, bagaimana ini? Suci harus pakai kursi roda. Huwaaaaaa!"

Drake memutar bola mata kemudian menggendong Suci yang barusan terjatuh karena tersandung, ke arah sofa.

Ya, seperti saat ini. Jika terjatuh, terbentur sesuatu, atau terluka, ia akan bertingkah sangat hiperbola. Padahal lukanya tidak serius, tetapi jerit tangisnya seolah ia mengalami luka parah. Dan pemikirannya, ya Tuhan, gadis itu benar-benar membuat Drake ingin mencubit kedua pipi chubby-nya dengan gemas.

***

Ketika Drake sedang sibuk mengetik tugas sekolahnya, tiba-tiba Suci mencabut kabel dari laptopnya dan seketika layar hitam memenuhi pandangannya membuat Drake langsung berteriak frustrasi. Laptop pemberian ayahnya memang sudah lama rusak dan hanya bisa hidup jika tersambung pada kabel charger. Semua tugas yang sudah ia ketik dan belum sempat ia simpan, kini lenyap sudah. Dan, itu gara-gara bocah tiga tahun yang kini sedang tersenyum lebar menampakkan gigi ompongnya seraya berkata, "Abang Drake, ayo main!"

Oke, Drake, tahan dirimu. She's just little girl.

***

Putri Permatasari, Senin, 7 Februari 2022, 17.12 wib.

Cerita ini sekuel/ side story The Nanny and I.
Cover vektor: nofiasari_septi

Semoga suka cerita baruku ☺

DRAKE by EmeraldWhere stories live. Discover now