p r a k a t a

1.8K 81 1
                                    

"Hi, apa kabar?"

Hahaha... sialan. Lagi-lagi hal pertama yang kuingat selalu perihal kabarmu. Padahal sudah jelas, dengan atau tidak denganku, kau akan selalu baik-baik saja. Sebab saat sudah tidak denganku pun kau tak pernah kekurangan apa-apa, kan?

Baiklah, lupakan sejenak perihal kabar yang akan selalu berakhir jadi pertanyaan terpendam itu, karena harus kuakui bahwa sampai kapanpun aku tak akan berani menghubungimu lebih dulu lagi. Selain karena gengsi, aku pun takut pesan-pesanku akan kau abaikan seperti dulu lagi.

Pada paragraf ini, aku ingin mengucapkan terima kasih karena kau sempat memilih singgah walau hanya untuk meninggalkan luka. Pun, terima kasih karena kau sempat memberiku beberapa pelajaran dan pengajaran hidup yang mungkin takkan pernah aku dapatkan dari orang lain.

Semoga di depan nanti, kau tidak lagi sembarangan menitipkan luka─entah pada siapa saja, sebab tidak semua orang mampu mengolah lara dengan bijaksana.

Ah, iya.

Jika pada suatu saat kau menemukan tulisan ini, kemudian berniat membacanya, maka bersiaplah untuk ikut merasakan patah. Sebab kau akan tahu, perihal menantimu kembali pulang, aku pernah jadi yang paling tabah. Perihal berpura-pura tak tahu untuk kebohongan-kebohongan kecilmu, aku pernah jadi yang paling mahir meredam amarah. Perihal menyayangimu, aku pernah jadi yang tak ingin mengenal kata lelah. Sampai kemudian kau perlakukan aku layaknya sampah setelah sempat kau anggap sebagai rumah.

Jadi, selamat menikmati puisi patah hati ini.
Aku sengaja menuliskannya untukmu. Untuk kau baca. Untuk kau rasakan sakitnya juga. Agar kau paham bahwa aku yang selalu terlihat baik-baik saja setelah pergimu ini, terluka begitu dalam bahkan sampai kehilangan dirinya sendiri.


salam hangat,

dari seseorang yang kau tinggal pergi berkali-kali
tanpa kata pamit sama sekali.

[ Juni 2022 ]

Jatuh Cinta itu LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang