PROLOG

451 105 1.3K
                                    

Halisa meniup-niup panci berisi air panas dengan tiupan cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halisa meniup-niup panci berisi air panas dengan tiupan cepat. Ia harus sesegera mungkin menyiapkan air mandi untuk tantenya, namun alumunium itu tanpa gagang. Gadis 15 tahunan itu pun jadi kesulitan memindahkan air ke dalam ember.

"Halisa! Kamu ini lama banget, sih!" protes Talita—tantenya Halisa—dari ruang tamu. "Air panasnya sudah siap, belum?! Saya gerah, nih!"

"Sudah, Tan!" balas Halisa berteriak. "Ini Lisa lagi mindahin airnya ke ember!"

"Buruan, dong!" desak Talita mengipas-ngipasi wjahnya dengan tangan. "Gitu aja lama banget! Bisa kerja, gak, sih?!"

"Gak, Ma! Dia itu emang serba gak becus!" sungut Kiyara—sepupu Halisa. "Becusnya cuma makan, minum, tidur! Emang gak guna banget hidupnya!"

"Emang. Dasar beban!"

"Awh ...." ringis Halisa saat tidak sengaja memegang besi panci itu.

Gadis itu menggigit bibir dalamnya kuat-kuat sambil menggenggam kuat jarinya yang merah karena terbakar. Tak tahan dengan panas yang terasa semakin menyengat, Halisa pun mengulum jarinya sambil memejamkan mata, berharap jarinya bisa berhenti berdenyut setelah mendapatkan esensi dingin dari embusan napasnya.

"HALISA!" teriak Talita. "Buruan, dong! Saya keringetan, nih!"

Halisa langsung meniupi tangannya sebentar, lalu menurunkannya. "Tunggu sebentar, Tan!"

Dengan cepat, Halisa langsung mengedarkan pandangannya ke sekitar. Senyuman lega terbit begitu saja melihat lap yang ada di lemari sana. Gadis itu membuang napas pelan, lalu mengambil kain itu. Ia menyimpan lap itu di panci dan memindahkan airnya ke ember dengan sangat perlahan.

Setelah embernya terisi, Halisa langsung memasukkannya ke kamar mandi. Sesekali, ia menghapus keringat yang sempat membasahi dahinya. Cuaca memang panas, namun kemunculan keringatnya kali ini bukan karena cuaca, melainkan karena terlalu letih bekerja. Ia terus-menerus melakukan pekerjaan rumah dari pagi sampai saat ini tanpa berhenti dan tanpa mengeluh sedikitpun.

Meskipun semuanya terasa menyiksa raga, Halisa tetap mengangkat kedua sudut bibirnya menatap Talita. "Airnya udah siap, Tan,"

Talita mengambil handuk, lalu berjalan mendekati kamar mandi. Saat mendekati Halisa, ia menghentikan langkah sejenak dan menatapnya sinis. Gadis itu pun tertegun dengan perasaan yang sulit diartikan.

"Gitu aja lama banget! Lain kali kalo kerja, tuh, harus lebih cepat lagi!" oceh Talita. "Kamu harus cekatan! Kamu mau saya jadikan pembokat luar negeri soalnya!"

"Jangan, Tan!" Halisa tersentak, lalu menggeleng. "Lisa gak mau,"

"Terus maunya jadi apa?!" Talita menunjukkan wajah menantangnya. "Mau jadi kayak ibu kamu?! Jadi ja—"

Talita refleks menutup mulutnya. Ia tidak boleh sampai membongkar masa lalu ibunya Halisa—Helvisa. Ibunya—Yemima—sempat mengancam akan mengusirnya jika gadis itu sampai tahu mengenai ibunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Delicius Meal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang