49. Mahrom rasa halal

9 3 0
                                    

~Satu-satunya dia yang aku cinta juga satu-satunya dia yang telah buat aku terluka. Definisi yang mahrom berasa halal~

                                           ***
"Siapa yang lagi rindu?" Robet mengelak.

Imaz mengetik, "sudahlah Gus, kalau kau rindu bilang saja."

"Hey, kenapa kau tiba-tiba bangun?"

Imaz mengetik, "heran saja Gus. Kenapa kau sempat-sempatnya salat tahajud?"

Robet tersenyum, "karena waktu inilah yang bisa membuat aku tenang ketika berdialog dengan Allah."

Imaz yang tengah duduk di belakangnya tertegun mendengarnya. Apa yang ia katakan sama dengan apa yang Imaz pikirkan. Sepertiga malam adalah waktu terbaik untuk menangkan hati dan leluasa berdialog dengan Allah.

"Icha," suara Robet terdengar lirih. Imaz mencoba sedikit mendekat.

"Besok, kau tinggal saja ya di hotelku. Aku tidak enak lama-lama menyimpan gadis di kamar. Dosa. Kau tidak keberatankah?"

Kecewa hati Imaz. Dia harap bisa lama-lama tinggal bersamanya. Namun, apalah daya mereka sudah tidak punya hubungan apa-apa.

Imaz akhirnya mengetik, "tapi aku tidak punya uang untuk membiayai penginapan hotelnya."

"Maksudku, kau tinggal saja di hotel GreenHouse. Hotel yang ditempati pesantren benang biru."

Imaz mengetik, "lalu, bagaimana dengan rencanamu yang menyuruhku menjadi pembantu disini?"

"Itu masalahnya. Kiyai usman memerintahkanku untuk tinggal di pesantren beliau. Bahkan sampai membawa santri pesantren benang biru."

Imaz mengetik, "ya sudah Gus, kalau begitu kau coba dulu tinggal disana. Pokoknya aku ikut."

Robet terperangah. "Aku jadi penasaran sama wajahmu."

Seandainya Robet masih halal untuknya, ia akan meraih tangannya. Menuntunnya membelai pipinya. Mungkin ia bisa merasakan siapa dirinya.

Imaz mengetik, "Gus mau tau bagaimana wajahku?"

"Coba deskripsikan," pinta Robet.

Imaz mengetik, "wajahku hitam, gigiku kelinci,  dan bisu. Aku jelek tapi bahagia."

"Jangan merendah."

Imaz mengetik, "kenapa Gus? Apakah semua lelaki suka melihat wanita cantik?"

Seketika itu, Robet tertawa. Imaz mengerutkan dahi tak mengerti.

"Cantik itu relatif, Cha. Memang kodrat laki-laki suka melihat wanita cantik. Karena suami melihat wajah istri juga istri memperlihatkan riasannya, itu termasuk ibadah. Tidak ada manusia yang sempurna. Coba kau lihat, kalau pengantin yang sudah sah, istri lebih sering dandan. Itu buat bisa menyenangkan suami. Dan itu pahala."

Mata Imaz berbinar-binar mendengarnya. Selama dia menjadi istrinya tak pernah sekalipun dandan untuknya.

Imaz mengetik, "apakah itu juga penyebab suami menceraikan istrinya?"

Robet tersentak. "Tidak juga. Kenapa kau lebih tau diriku?" Ia kemudian tersenyum mendengus.

Berganti Imaz yang tersentak. Tangannya tiba-tiba bergetar. Ia khawatir Robet curiga tingkah lakunya.

Imaz mengetik, "tidak juga Gus. Aku hanya kebetulan bertanya itu. Gus tersindir?"

"Tidak. Kau tau memang karena aku sering diperbincangkan di media."

Tidak juga! Imaz mengerti Robet melebihi dirinya sendiri. Suatu saat nanti, Robet akan sadar keberadaannya lebih berarti dari pada egonya. Saat ini, misi Imaz adalah mengeluarkan egonya. Agar dia bisa jujur pada dirinya sendiri. Ia akui, Robet memang genius. Lihai dalam bidang kitab, Alquran, sampai hafal nazom alfiyah dan tiga puluh juz. Ditambah tampangnya yang rupawan, profesinya polisi. Sekarang, hendak menggantikan ayahnya menjadi direktur di perusahaannya. Lalu, kiyai Usman memerintahkannya tinggal di pesantren beliau. Sungguh Allah menciptakan hamba yang sebegitu sempurna. Tapi, dangkal dalam soal perasaan.

Finding My LoveWhere stories live. Discover now