3. Mes Copines

1.3K 60 6
                                    


Drrtt... Drrtt...

Benda pipih yang tergeletak asal di lantai bergetar. Menampilkan sebuah telfon masuk dari seorang gadis.

Bukan sekali, telfon itu terus menerornya belasan kali. Dan mau tak mau, hal tersebut telah menganggu ketenangan Travis.

Brakk.

Ponsel berlogo apel yang digigit itu hancur dalam sekejap. Travis yang terganggu melemparnya ke tembok hingga benda itu tak berbentuk lagi.

Dari balik tirai, sinar matahari masih malu-malu menampakkan diri. Travis kembali menghembuskan asap rokoknya lalu bersandar di tepi ranjang sebentar.

Kepalanya terasa pusing entah mengapa. Mungkin karena ia tidak tidur semalaman ini?

Travis beranjak ke kamar mandi. Tidak butuh waktu lama untuk pria bersurai pirang itu bersiap-siap kuliah.

Seperti biasanya, hoodie hitam dipadu celana denim dan sepatu sneakers. Terus saja seperti itu. Bahkan hampir semua pakaian di lemari Travis hanya itu.

Rumah Travis terkesan elegan namun suram. Dengan warna kelabu hitam membuat suasana rumah itu cukup...membosankan.

Pria itu mengunci rumahnya kemudian mengemudikan salah satu mobil di garasi.

Saat ditengah jalan, Travis melirik sesaat pada gadis yang berseteru dengan polisi tak jauh dari sana. Melihat wajahnya sudah pasti gadis itu adalah Chicago.

Menarik, pikir Travis.

Tak lama setelahnya perdebatan itu selesai. Dan Chicago dengan raut wajah kesalnya berjalan di trotoar. Entah pikiran dari mana Travis menghampiri gadis itu.

Bunyi klakson mengagetkan Chicago yang sibuk menggerutu. Ia menoleh, seketika menutup mulut, cukup terkejut melihat keberadaan Travis yang menatap dingin padanya.

Travis mengode gadis itu agar naik dengan tangannya. Namun Chicago yang masih tenggelam dalam lamunan hanya mengerjapkan mata bingung.

"Kau kenapa?" Chicago bertanya horror saat Travis mendecak kesal lalu menariknya masuk.

Pria itu tak berkata apa-apa. Namun segera melajukan mobilnya ke kampus.

Sesekali ia melirik Chicago yang tengah cemberut. Ia masih tidak mengerti kenapa bisa begitu mudahnya memberikan gadis ini tumpangan.

"Nama mu siapa?" tanya Chicago.

"Travis." balas Travis.

Chicago mendengus, "Kau sudah tau nama lengkapku Helvetia Chicago. Sekarang nama lengkapmu siapa?"

"Travis Mikaelmoza."

Gadis itu hanya mengangguk mengerti. Setelahnya suasana kembali hening. Chicago tak lagi mengajukan pertanyaan dan itu membuat Travis diliputi kedamaian.

Jika saja Chicago terus bertanya, mungkin Travis akan langsung menurunkannya di tengah jalan.

Sesampainya di kampus, Chicago tiba-tiba menegang kaku. Jika ia turun dari mobil Travis, otomatis orang-orang akan menjadikannya gosip bersama pria populer itu.

Tidak!

Jiwa introvert-nya terus meronta-ronta agar tak dikenali orang-orang.

Tanpa dia sadari, Travis menatap heran gadis itu. Apa lagi yang ada di otak ajaibnya? Pikir Travis.

Saat Travis turun, para gadis-gadis populer di kampus sontak memerhatikan pria itu. Dan Chicago yang sedari tadi diam merasa tangannya ditarik hingga keluar dari mobil.

Ditarik?

Keluar?

APA?!!

Chicago meringis ketika tatapan para gadis itu tengah mengarah ke dirinya seraya berbisik-bisik.

Gadis yang terkenal pendiam itu sontak langsung bergegas ke kelasnya. Meninggalkan Travis yang masih menatapnya penuh arti.

"Hei, Trav!"

Jordan, kapten basket berdarah Amerika Latin itu menghampirinya.

Ekspresi datar Travis perlahan berganti ramah. Ia bergabung dengan kumpulan Jordan beserta teman-temannya.

Hanya sebagai pencitraan. Ia sejujurnya tak menginginkan keberadaan teman.

Mereka mengganggu.

Dari kejauhan, Chicago memperhatikannya. Tatapan gadis itu tak bisa diartikan, tapi satu hal. Jantungnya terus berdetak kencang meski tak lagi didekat Travis.

Dan dari kejauhan pula, tanpa disadari Chicago. Selena, sahabat gadis itu memperhatikannya dengan wajah kesal.

Selena tak suka melihat Chicago berdekatan dengan siapapun selain dirinya...

ACATHEXIS Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon