8. Deja Vu

829 48 0
                                    


"Hanya ada mie instan?"

Zen meliriknya sekilas lalu mengangguk.

Decakan malas keluar dari mulut gadis itu. Ia sudah membuka kulkas dan setiap laci sampai ke meja pantry namun tak menemukan apapun selain...

Mie instan.

"Mau berbelanja ke supermarket samping apart?"

"Yah, tentu saja." balas Chicago seraya memakai jaket beludru nya.

Mereka berdua memilih berjalan kaki kesana atas paksaan Chicago. Tadinya Zen akan mengendarai mobil untuk ke supermarket samping apart nya namun Chicago memaksa agar berjalan saja dan katanya 'sedikit berolahraga pagi.'

Hmm...terserahlah, batin Zen mengalah.

Tiba di supermarket, Chicago memilih beberapa sayuran segar seperti brokoli, wortel, tomat juga kol serta beberapa potong ayam.

Selanjutnya bagian bumbu. Ada kaldu ayam, penyedap rasa, garam dan beberapa bumbu tambahan untuk masakan lainnya.

Hari ini Chicago memutuskan untuk memasak sup kaldu ayam.

Kebetulan, sekarang negeri Paman Sam tersebut mulai memasuki fase musim dingin. Ia pikir suhu dingin pagi pasti akan nyaman jika mengonsumsi makanan kuah nan hangat.

Zen menemukan Chicago yang sesekali melirik ke arah rak yoghurt. Sesaat kemudian senyum tipis mengembang di bibirnya.

"Kau yakin tidak ada tambahan lain?" tanya Zen.

Sesuai perkiraannya, pandangan Chicago langsung jatuh ke yoghurt-yoghurt itu. Gadis itu sempat berdeham lalu menggelengkan kepalanya.

Dalam hati, Zen tertawa geli melihat tingkah Chicago. "Hm, baiklah. Ku pikir kau mau membeli snack, pudding, atau...yoghurt. Tapi tidak ada lagi kan? Jad-..."

"Aku mau yoghurt!"

Chicago mengucapkannya cepat dan berlalu ke rak yoghurt. Kedua tangannya langsung dipenuhi belasan botol yoghurt dengan berbagai varian rasa.

Ia memasukkan semuanya ke troli dan menggenggam jari telunjuk Zen menuju kasir.

Zen terkekeh namun sejurus kemudian terpaku diam. Tingkah Chicago lagi-lagi mengingatkan pria itu pada adiknya.

Ia mengalami deja vu pada masa lalunya.

Sepulangnya dari supermarket, Chicago tanpa henti meminum yoghurt nya. Bahkan seluruh belanjaan ada di tangan Zen karena kedua tangan Chicago dipenuhi kotak yoghurt.

Sebersit senyuman terbit di bibir pria itu. Entah mengapa perasaan bahagia baru kali ini dirasakannya setelah bertahun-tahun berlalu.

Ada kehangatan yang menjalar dalam hatinya setiap ia bersama Chicago, gadis yang selalu mengingatkannya pada adik kesayangannya.

Walaupun sudah beberapa kali melihat apartemen Zen, Chicago tetap saja berdecak kagum melihat keindahan beserta kemewahan apartemen pribadinya ini.

Dengan interior klasik bertema putih dan gold, dilengkapi furniture berharga selangit, apartemen Zen juga menyajikan pemandangan kota yang asri.

Zen mengambil posisi duduk di kursi dekat meja pantry. Matanya memperhatikan gerak-gerik gadis itu sembari menikmati secangkir kopi latte.

Sementara Chicago terjun dengan alat masak seadanya disana. Tentunya setelah mengikat rambutnya juga memakai celemek putih.

Sesekali Zen terkekeh pelan saat Chicago menyempatkan diri untuk memakan yoghurt nya disela-sela memasak.

Tak butuh waktu lama, semangkuk sup kaldu ayam tersaji diatas meja makan. Zen beralih duduk diseberang gadis itu.

Setelah menuangkan sup ayam kaldunya ke mangkuk kecil dan menyerahkannya pada Zen, Chicago berdeham. Agak sedikit gugup jika rasa masakannya tak seenak itu.

Namun ia bisa menghela nafas lega ketika Zen tersenyum lebar setelah mencicipi masakannya. "Ini lezat, Chi." puji Zen.

Mereka berdua makan dengan tenang. Sesekali melempar candaan juga bercerita tentang masing-masing. Tetapi suara bel di pintu membuat perhatian keduanya teralihkan.

Zen sebagai 'tuan rumah' berdiri. Ia membuka pintu berpikir jika itu adalah petugas apartemen. Namun ternyata yang berdiri di depan pintu apartemennya adalah seorang polisi.

"Ada apa ini?" tanya Zen sedikit kebingungan.

Ketiga polisi itu saling melirik, "Apa anda pemilik mobil dengan plat nomor ****?"

"Ya. Itu mobilku, kenapa?"

"Kami menemukan mobil anda di basement dengan keadaan rusak parah serta penuh coretan-coretan pilox." jelas salah satu polisi.

"Apa?! Lalu kalian tau siapa pelakunya?!"

Polisi itu berdeham sekilas, "Kami menemukan laporan jika pelaku berada disini, di apartemen anda."

Deg.

Zen sontak terdiam lalu membalikkan tubuhnya. Diambang pintu kamar, Chicago berdiri disana.

Dengan tangan penuh darah serta senyuman lebar yang membuat siapapun bergidik ngeri melihatnya.

ACATHEXIS Where stories live. Discover now