Earth and its loneliness

29 5 0
                                    

Jay mengeluarkan dua botol orange juice dan dua cup mie instan yang sempat mereka beli di minimarket. Sementara itu, Nix membalikkan tubuhnya sejajar dengan sofa, menyender di sisinya. Ia tanpa sadar memperhatikan hal-hal kecil yang dilakukan Jay selama beberapa menit singkat itu.

Pria itu kemudian menoleh menyadarinya. Ia memberikan satu cup mie yang sudah siap makan.

"Aku sudah makan." tolak Nix.

"Tidak usah bohong. Obatmu yang tadi itu untuk dimakan malam ini, kan? Isi dulu perutmu." Jay menggeser cup mie lebih dekat ke arah Nix.

'Lebih memalukan kalau tiba-tiba perutku bunyi.' batin Nix.

Pada akhirnya, ia mengambil mie itu. Mereka menikmati makan tengah malam sederhana ditemani suasana setelah hujan.

"Kau sedang kurang sehat?" tanya Jay.

Nix menelan obatnya. Wanita itu tidak menjawab. Ia malah memberikan selimut putih.

"Pakai saja untukmu." tolak Jay.

"Kau tidur di lantai." paksa Nix.

Jay mengalah dan mengambilnya. "Kau tidak menjawab pertanyaanku."

"Sudah kubilang jangan mengkhawatirkanku." tekan Nix.

"Aku tau dosis obat yang kau konsumsi karena kakakku jug-"

TRAKK!

Nix menyimpan gelas ke arah meja dengan kasar.

"PLEASE!"

Jay sedikit terkejut. Tatapan Nix sangat tidak bersahabat. Wanita itu tampak emosi padanya.

"Oke. Aku minta maaf." ucap Jay.

Situasi menjadi hening. Setelah kejadian itu, Nix tak mendengar suara apapun lagi yang keluar dari mulut Jay sampai pagi tiba.

.
.

**

13.47
Io Studio.

Siang itu Jay tampak lesu dan memutar-mutar ponselnya dengan satu tangan. Pikirannya masih menyangkut di antara dua hal, Leda dan Nix. Ia berdiri mematung bersandar di pojokan dengan tatapan yang kurang berstamina. Sejak pagi, Jay sendiri tidak mendapati Nix di rumah pohon.

Pintu lift terbuka di lantai dua. Jay mengangkat kepalanya melihat seorang wanita tampak berdiri mengikat rambut pendeknya dengan velvet scruchie berwarna maroon. Gliese. Pandangannya juga tertuju pada Jay yang berada di dalam lift.

"Lesu sekali hari ini." sapanya santai. Tujuan mereka sama-sama lantai tiga.

"Perasaanmu saja." timpal Jay.

Wanita itu menoleh dengan senyum manis, turut menyenderkan tubuhnya hingga sejajar.

"Are you okay?"

"Ya." singkat Jay.

Gliese terdiam. Mencoba untuk menelan jawaban dingin itu.

"Kau belum bertemu dengan orang baru, ya." alihnya.

"Pria atau wanita?" tanya Jay.

"Memangnya itu penting?" timpal Gliese.

"Untukku penting. Studio kita perlu sentuhan feminim dalam naskah." jawab Jay.

Gliese mengalihkan pandangannya. "Namanya Carina."

Pintu lift terbuka. Jay keluar lebih dulu, namun Gliese menahan tangannya.

SATELLITEWhere stories live. Discover now