10. Not My Fault

775 36 0
                                    


"Get out, bitch!"

Brukk.

Jam menunjukkan tepat pukul 6 p.m. Gadis itu menengok, menemukan langit oranye yang perlahan mulai berubah gelap.

Rambutnya berantakan, nafasnya juga memburu akibat dikejar para wanita sialan yang terus meneriaki dirinya ini.

Meski sempat terjatuh, gadis itu tak peduli. Ia terus berlarian disepanjang lorong sambil sesekali bersembunyi dibalik tembok jika para wanita pembully itu berada dekat dengannya.

Ia hanya tak sengaja menumpahkan segelas jus jeruk ke rok yang dikenakan salah satu diantara ketiga wanita itu. Mereka terus mencaci-maki dirinya dihadapan semua mahasiswa-mahasiswi lain di kantin.

"SELENA!!!"

Mendengar namanya dipanggil dengan suara nyaring yang memekakkan telinga, ia hanya bisa memejamkan mata.

Sahabat dari Chicago itu kini bersembunyi di salah satu pintu toilet. Dia meringkuk diatas toilet yang tertutup, agar kakinya tidak terlihat di lantai. Sementara tangannya terus membekap mulut agar suara nafasnya tidak terdengar dalam kamar mandi pria di kampus itu.

Apapun yang penting dia bisa menghindar dari aksi bully salah satu wanita famous di kampusnya tersebut.

"Chloe? Apa yang kau lakukan disini?" ucap seorang pria tiba-tiba.

Selena menajamkan pendengarannya ketika suara seorang pria menggantikan teriakan wanita gila bernama Chloe.

Terdengar suara tawa, "Ah, aku hanya mencari keberadaan mahasiswi semester 2 disini, Travis."

"Tetapi lupakan saja. Sekarang lebih baik kita..."

Ada jeda selama beberapa saat. Tidak ada suara apapun yang terdengar selain hembusan nafas. Tapi sedetik setelahnya bunyi cecapan serta desahan itu membuktikan jika 'sesuatu yang panas' tengah dilakukan Chloe dan Travis.

Selena mendengus kesal, namun teramat pelan tentunya. Dari awal, ia memang tak menyukai deretan orang-orang populer di kampus ini.

Itu juga alasan mengapa Selena memilih berteman dengan Chicago. Sebab gadis itu pendiam, tak terlalu peduli sekitarnya. Sekaligus tipe gadis seperti itulah yang sangat 'disukainya'.

Memikirkan Chicago, dia jadi teringat ketika gadis itu terlihat diam-diam menyukai Travis.

Kedua tangan Selena mendadak mengepal saat desahan Chloe makin gencar terdengar mengisi ruangan.

Akibat kejadian terakhir kali, ia mulai tersadar dengan ketidaknormalan yang dialaminya hingga menyebabkan Chicago, sahabatnya tak lagi menghampiri dirinya tersebut.

Tidak. Travis bukanlah pria yang baik untuk gadis seperti Chicago. (Mungkin)...

Selena bertekad untuk mendatangi Chicago besok. Meminta maaf sekalian memberitahukan bahwa menyukai pria se-populer Travis adalah suatu kesalahan.

Beberapa puluh menit berlalu, Selena turun dari toilet perlahan. Tidak ada suara apapun lagi yang terdengar dari dalam sana.

Lalu ia membuka pintu sedikit untuk memastikan. Dan benar saja, Travis dan Chloe sudah pergi.

Ia menghampiri wastafel. Mencuci wajahnya yang mulai terlihat kusam. Tak lupa merapikan rambutnya yang acak-acakan agar tidak ada orang yang mencurigai dirinya.

"Aku harus meminta maaf pada Chi dan memberitahukannya bahwa Travis bukanlah pria yang baik untuknya." ucap Selena bergumam didepan cermin.

Sesaat, tatapannya jatuh pada waktu yang sudah menunjukkan pukul 07.56 pm.

Langit sudah benar-benar menggelap. Selena segera bergegas merapikan pakaian juga make up nya lalu beranjak keluar dari sana.

Meninggalkan Travis yang tengah bersandar dibalik salah satu pintu toilet.

Raut wajah pria itu datar, pikirannya terus memproses ucapan yang keluar dari mulut Selena beberapa menit yang lalu.

Lagi-lagi, Travis kembali bersiul menyenandungkan sebuah lagu acak. Kini sebuah ide 'menyenangkan' terbesit dalam benaknya.

Dan Travis tak sabar akan hal itu entah kenapa.

ACATHEXIS Where stories live. Discover now